Tidak sungkan Abi mengalungkan sebelah tangannya ke belakang leherku mendengar pertanyaan Aksa. Senyum sumringah ia perlihatkan. Sejujurnya aku risih. Tapi, aku berusaha tetap tenang. Hanya tanganku bergerak ke belakang dan menarik bajunya ke bawah. Tanda kalau rangkulannya itu sangat mengganggu keberlangsungan hidupku.
"Kita berdua pacaran." Ujar Abi santai.
No way! Kenapa dia terang-terangan banget sih ngomongnya! Aku memejamkan mataku sesaat. Masih tidak rela dengan sebutan 'pacar' untuk Abi.
"Kita. Gue sama Gema." Abi memperjelas kalimatnya.
Mata Aksa membesar sedikit. Ia menganggukkan kepalanya pelan dan memasukkan kedua tangannya disaku celana. Bahunya sedikit naik keatas.
"O..kay. Jadi, kalian pacaran?" Aksa menunjuk kami berdua dengan pandangan matanya yang menatap kami bergantian.
"Iya. Pacaran."
"Sejak kapan?" Tanyanya. "Kenapa aku baru tau?"
"Yah, lo juga nggak pernah nanya sih kemarin-kemarin," Semua pertanyaan Aksa, Abi yang menjawab. Aku hanya diam dan berkonsentrasi dengan jalan pikirku sendiri. Ya Lord, didalam otak Aksa, apa yang sedang dia pikirkan ya?
"Gue pacaran sama Gema belum lama kok. Mau jalan 2 minggu lah. Bener nggak, Gema sayang?" Aku tahu pasti. Abi menekankan intonasi suaranya pada kata 'sayang' didalam kalimatnya tadi.
Tidak tahan mataku untuk memutar kedua bola matanya dan mendengus pelan agar Aksa tidak mengetahuinya.
"Iya," jawabku singkat. "Kayaknya." Aku menambahkan. Jujur, aku sendiri lupa kapan perjanjian itu dimulai. Nanti, mungkin aku bisa check noteku dan melihat tanggal kapan itu dibuat. Kalau sudah kelamaan dan perasaan Aksa masih belum kuketahui juga. Aku akan dengan senang hati memutuskan Abi.
Obrolan berlanjut kami yang baru beberapa saat harus terhenti karena sebuah mobil yang berhenti tepat didepan kos aku dan Aksa. Tepatnya, dibelakang mobil Aksa. Kami bertiga saling memandang saat mendapati Arum turun dari mobilnya. Seperti biasa, dia tampil dengan berpakaian yang membuat kepercayaan diriku menurun. Bagaimana bisa Arum hanya menggunakan kemeja yang sedikit longgar untuk tubuhnya dan ia masukkan asal pada celana cullote yang ia pakai bisa terlihat begitu.. sempurna.
Sial.
"Hai, lagi pada ngomongin apa? Aku ganggu ya?" Sapanya ramah. Tapi, keramahan itu membuatku sedikit kesal. Kenapa dia harus bersikap ramah? Kenapa tidak sekalian kejam saja? Aku akan lebih mudah untuk membencinya.
"Biasa aja sih." Jawab Abi singkat.
"Kamu kenapa kesini? Bukannya tadi bilang mau jalan sama temen kamu?" Aksa bertanya pada Arum.
"Iya. Tapi, tiba-tiba aku males jalan sama mereka. Jadi, aku mutusin buat kesini aja deh."
"Kesini mau ketemu Aksa?" Ingin aku menepuk jidatku kuat-kuat mendengar pertanyaan bodohku. Ya, jelas aja Arum kesini mau ketemu Aksa.
Arum tersenyum kecil. "Siapa lagi kalo bukan dia?" Yailuy. Bisa aja si mbak gombalnya. Nggak mempan ah!
Abi bersidekap dan menatap Arum dan Aksa bergantian. Satu jari telunjuknya ia letakkan di pangkal hidungnya.
"Lo berdua itu balikan ya?"
Antara harus berterima kasih pada Abi atau tidak. Karena itu yang ingin kutanyakan pada Aksa! Hah! Niat itu sudah bulat saat nanti aku sudah kembali kos. Mungkin aku akan mengiriminya dia pesan untuk mengatakan itu.
Arum menatap Aksa dengan pandangan yang tak kumengerti. Semacam... pengharapan? Entahlah.
"Belum,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boy Next Window [Completed]
ChickLitSiapa sih yang nggak pengin cepet lulus kuliah? Semua orang pasti pengin. Termasuk Gema! Tapi, mau gimana lagi? Rasanya susah banget buat ngerjain tugas akhirnya. Untungnya, ada Aksa. Cowok brondong satu ini yang memberikan semangat baru pada Gema...