Si Anak Baru

40.5K 3K 51
                                        

Si Anak Baru

#1

"Mbak, Pak Andra minta konsep buat kantor Green ECO." Dimas menyandarkan tubuhnya ke meja kerjaku sambil mengawasi apa pun yang sedang kukerjakan di komputer.

"Entar saya email sajalah," kataku membalasnya.

"Tapi, Pak Andra mintanya cepet lho, Mbak. Nggak Mbak temuin saja, sekalian jelasin konsepnya?"

"Aduh, Dim... saya sedang sama desain yang ini," tunjukku pada layar komputer, "kalau Pak Andra mau detail, sebaiknya nanti saja. Tanggung."

"Temuin bentar, Mbak! Dia lagi diruangannya sama anak-anak fresh graduate yang baru direkrut juga," pinta Dimas.

Aku mendengus, "Pak Andra ini kok senang sekali rekrut anak-anak bau kencur yang nggak becus kerja," keluhku.

Dimas terkekeh, "idenya lebih fresh, katanya."

Aku menutup jendela worksheetku. "Alamat disuruh training mereka, nih."

"Nggak apa-apalah, Mbak. Hitung-hitung cuci mata juga," cengir Dimas.

"Cuci mata kepalamu," sewotku. Dimas terbahak.

Aku berjalan menuju ruang Pak Andra yang ada di lantai dua sambil menenteng laptoku. Saat aku membuka ruangannya, terdapat dua orang yang duduk menghadap Pak Andra. Sepertinya, sih, si anak baru itu, melihat dari cara berpakaian mereka yang cukup rapi. Percaya deh, kalau kamu sudah berkecimpung lama di dunia desain-mendesain, baju rapi itu hanya formalitas buat rapat sama klien. Selebihnya, kaos, kemeja gombrong dan celana jeans adalah seragam favorit orang-orang seperti kami.

"Anya, mana konsep yang saya minta?" Pak Andra tersenyum sumringah saat melihatku. Bikin geer saja! Pak Andra ini tipe-tipe bapak muda dipertengahan tiga puluhan yang sudah ganteng, tajir, sukses, isterinya cantik lagi. Kata orang-orang kantor yang pernah lihat isteri Pak Andra, isterinya itu hampir sebelas duabelaslah sama Raline Syah.

Aku menyodorkan laptop yang sudah kubuka dan memperlihatkan hasil kerjaku. Mendekati meja Pak Andra, aku akhirnya dapat melihat dua orang tadi. Sepasang bocah dengan muka fresh graduate tentunya.

"Hijau banget, Nya," komentar Pak Andra.

"Kalau saya kasih warna pink, nggak lucu, Pak."

Pak Andra tertawa pelan menanggapi nada ketusku. "Ya udah deh," katanya mengalah."Tapi saya mau, highlightnya ada diruang tunggu. Ruang tunggu itu yang akan menjadi tolak ukur klien yang datang ke kantor mereka," jelas Pak Andra.

"Iya, Pak."

"Sekalian, saya kenalkan kamu sama rekrutan baru kita." Rekrutan baru Bapak, kali.

Pak Andra menunjuk dua orang yang duduk dihadapannya yang baru benar-benar aku perhatikan sekarang.

"Ini Rara," tunjuk Pak Andra pada perempuan dengan rambut sebahu dan dandanan ala Velove Vexia dalam iklan sampo. Perempuan itu tersenyum manis sekali yang hanya aku tanggapi dengan senyum simpul, lagi-lagi membuat Pak Andra tertawa pelan. "Dan yang ini Raka, staf IT kita yang baru." Pak Andra beralih pada laki-laki yang duduk disebelah perempuan yang tadi dia kenalkan sebagai Rara.

Laki-laki itu punya potongan rambut cepak rapi yang membingkai pas wajah setengah dewasanya, hidungnya mancung sekali dengan sorot mata tajam. Biar kutebak! Laki-laki model begini, pasti playboy atau tipe laki-laki nggak peka. Terbukti dari betapa cueknya dia pada perempuan disebelahnya yang jelas-jelas sedang mencuri-curi pandang kearahnya dengan wajah tersipu-sipu.

"Rara akan bekerja dibawah kamu ya, Nya. Kamu tolong bimbing dia!" Rara berdiri dan mengulurkan tangannya yang sedikit kubalas dengan malas. "Mohon bimbingannya ya, Mbak," katanya sambil lagi-lagi tersenyum manis. Aku hanya mengangguk, dan Pak Andra tertawa lebih keras sekarang. Heran deh dengan selera humornya Pak Andra yang kayak receh banget. Lihat muka masamku seharian kayaknya sama saja dengan nonton GAG tengah malam yang bisa bikin perut sakit buat dia.

Miss Bad RomantisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang