Chapter 36

960 169 73
                                    

Harry sengaja membalik rompinya, dikarenakan kain bagian dalam rompinya berwarna hijau akan tersamarkan sedikit saat ia memasuki kawasan yang sudah dibatasi oleh militer Amerika.

Kondisi kota yang sepi membuat pergerakan Harry akan mudah terlihat. Dengan begitu, Harry memilih memasuki apartemen, naik ke lantai atas, dan loncat ke gedung yang lain. Begitu terus hingga ia mendekati ke mana arloji Zach menuntunnya. Sampailah Harry di suatu tempat yang di mana tidak seharusnya ia berada di sana.

Dari atas sebuah apartemen, ia melihat pasukan angkatan yang dipimpin oleh Liam, mereka semua siap siaga dengan senjata dan pertahanan. Sedangkan jauh di hadapan mereka, Zayn berdiri seorang diri, dengan dua senapan besar yang Harry yakini mematikan tengah menggantung manis di pundaknya.

Tepat di bawah apartemen tersebut, Harry melihat Aleyvea bersama beberapa orang lain tengah berdiri mengawasi Zayn dari belakang, ia tak melihat keneradaan Zach sama sekali. Jumlah orang yang Harry lihat tak sedikit, bahkan menyamai pasukan Liam yang ada di seberang sana.

Harry mengepalkan tangannya geram. Keringat yang membasahi sekujur tubuhnya menjadi pertanda amarahnya yang hampir membakar dirinya sendiri.

"Senang kau masuk dalam perangkap."

Deg.

Suara tawa jahat itu terdengar familiar di belakang Harry. Sedangkan langkah kaki tersebut mendekat, dengan tenang Harry menyusupkan tangannya ke balik rompinya untuk mengambil pistol.

"Zach tahu bagaimana caranya untuk membawa mangsa hidup-hidup kemari." Danny terdengar menghela napas selagi Harry berbalik. Tak ada yang berbeda dari Danny di mata Harry, bahkan seringai liciknya masih sama. "Dan aku yakin setelah ini Zach akan membawa yang lain kemari."

"Zach tidak akan melakukan itu."

"Tentu saja dia akan melakukannya, Jenderal," ujar Danny bangga. "Katakan," Danny mulai mengangkat pistol besarnya, "apa yang akan warga Amerika pikirkan tentangmu jika kau mati di tanganku hari ini? Menyesal?"

"Menghormati," sela Harry cepat.

Seringai yang sedari tadi terlukis pada bibir Danny tak sama sekali luntur. "Menarik. Tapi aku tidak yakin mereka akan menghormatimu saat aku berhasil membantai kalian semua."

"Semoga Tuhan mendengar celotehanmu itu, Dunham."

Danny mengangkat pistolnya perlahan, menodongkan benda tersebut tepat di depan kepala Harry. Sedangkan Harry, walau tangannya diberati oleh pistolnya sendiri, sama sekali ia tak memiliki niatan untuk menodongkannya pada Danny. Bahkan dalam dirinya, tak ada niat membunuh, semua semata-mata untuk melindungi dirinya sendiri.

"Aku tidak suka jika kau tidak melawan."

Harry tersenyum miring seraya mengangkat kedua tangannya kemudian. "Bukankah itu justru lebih mudah? Aku seperti menyerahkan diri?"

Wajah Danny kemudian menampakkan amarah. "Sesuatu membuatmu lebih tenang."

"Sesuatu memang membuatnya jauh lebih tenang, Danny Dunham!" seru Niall.

Dengan mengumpat, Danny mendapati Niall tengah berdiri bersamanya dan Harry di atas atap sebuah apartemen tersebut. Niall sendiri di temani beberapa orang yang tadinya bersama Zach dan kini mereka semua mengepung Danny. "Kalian?"

"Well, ada kalimat terakhir? Pesan-pesan? Atau mungkin kesan selama kau dan saudaramu yang sok baik itu menipu kami?" tanya  Niall.

"Untuk takaran seorang pengawal pribadi presiden, kau terlalu banyak bicara, Tuan Horton." Zach terkekeh. Namun seketika pistolnya kembali menodong Harry dan pelurunya menembus dada Harry dengan cepat, bahkan sebelum yang lain dapat berpikir jelas.

Bad & Unique✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang