Chapter 21

1.4K 180 100
                                    

Harry menutup pintu kamar Metha berhati-hati. Senyuman tak bisa hilang dari bibirnya, ia baru saja mendapatkan satu lagi momen indah bersama gadisnya yang memiliki sikap paling buruk di dunia ini. Walau begitu, Harry akan tetap selalu menyerahkan hati dan hidupnya untuk Metha.

Terlihat Peter sudah keluar dari persembunyiannya. Ia baru saja keluar lagi setelah sebelumnya sempat berbincang penting dengan Harry dan yang lainnya. Mengusap wajahnya dan kemudian mendapati Harry sudah menemukannya. Peter menghela napas selagi berusaha menyembunyikan sesuatu yang mengganjal di hati. Selagi berjalan ke arah Harry, pria itu terus mengatupkan bibirnya, seperti tak ingin membahas apapun.

"Sudah merasa lebih baik, Tuan Thompson?" tegur Harry.

Peter mengangguk pelan. Cahaya redup di matanya sanggup menjelaskan jika ia sedang berbohong. Harry tahu, ia kemudian menepuk bahu Peter selagi mencoba mengajari Peter cara tersenyum. "Hey, katakan padaku. Mungkin aku bisa membantu."

"Aku akan berbicara padanya."

"Perlu bantuanku?" tawar Harry.

Peter menunjukkan senyuman sendunya selagi menggeleng pelan. "Tidak perlu, terima kasih, Jenderal. Aku bisa menjelaskan ini padanya seorang diri. Lagi pula, ini juga masalah keluarga."

"Semoga beruntung."

"Semoga." Peter menghela napas panjang, ia mengintip ke belakang punggung Harry, mendapati mereka berada di depan tempat Metha beristirahat. "Kau sudah berbicara dengannya?"

Harry mengangguk dan menjawab, "Sudah. Aku bisa memahami kondisinya, aku tidak memaksanya berpikir keras untuk ke depan. Hanya aku memintanya untuk lebih terbuka padaku."

"Kau begitu menyayanginya."

Harry mendengus selagi tertawa pelan. "Aku tidak yakin apakah aku menyayanginya atau justru mencintainya. Yang aku yakini dia adalah gadis dengan sikap terburuk yang mampu membuatku hancur."

"Dan kau mencintainya, Harry."

Harry tersipu, berusaha tetap tampak tegas. "Yeah … seperti itu. Aku munafik jika aku mengatakan tidak mencintainya barusan."

Peter terkekeh. "Kau memang munafik. Oh," Peter menggaruk pangkal hidungnya, "Metha sebelumnya sempat memberitahuku jika selama beberapa waktu terakhir kau sudah mampu membuat Viveca merasakan kehadiranku melalui dirimu."

"It's not a big deal."

"But thank you. Kau membuatnya bahagia saat aku tidak mampu, aku berhutang padamu."

"Bukan apa-apa," tindas Harry. "Itu sudah menjadi kewajibanku untuk melindungi dan menyayangi Viveca seperti keluargaku sendiri."

Terdengar bunyi seperti peluru yang baru dimasukkan ke dalam pistol. Niall sudah memosisikan dirinya tepat di sebelah Peter dan Harry selagi tersenyum lebar. "Dua kakak yang menyayangi adiknya." Niall terkekeh. "Bisa aku bergabung?"

Peter merasa geli akan sikap sok manis Niall. Namun Niall sudah seperti adik baginya, ia maju kemudian mangacak-acak rambut Niall gemas. "Tidak bisa, Pengawal Presiden. Kau bukan kakaknya."

"Oh!" Niall menahan tawanya agar tak memecah keheningan di pagi hari. "Bisakah aku menjadi lebih dari itu?"

Peter menarik telinga Niall. "Coba saja!" Ia melepaskan tarikannya dan tertawa. "Buktikan dulu padaku jika kau memang pantas, Bocah!"

"Aku mendapat pelatihan khusus untuk menjaga keluargamu selama bertahun-tahun, Peter. Dan kau memanggilku bocah? Itu sebuah penghinaan bagiku!" oceh Niall.

Terlibat canda kecil dengan orang-orang seperti Niall dan Peter di pagi hari cukup menjadi hiburan bagi Harry. Sudah lama ia memikirkan pekerjaan yang berulang kali hendak merengut nyawanya sendiri, Harry butuh hiburan sebelum beberapa saat lagi semuanya akan kembali ke kehidupan yang nyata. Kenyataan ia dan yang lainnya harus bertahan dan menyelamatkan negara dan warga yang tersisa dari pemberontak.

Bad & Unique✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang