Harry berjalan gontai, langkah kakinya terhuyung-huyung, hanya ia tidak sedang mabuk. Tangan kanannya tetap memegang sebuah pistol dan menodongkan benda berbahaya tersebut pada Danny yang sudah jatuh berlutut sembari memegang bahu bawahnya.
Metha yang menatap Harry saja tanpa merasa ada di dekatnya sudah bisa merasakan bahwa napas Harry tak normal. Wajahnya memucat sedangkan bibir dengan seringai menyeramkan itu bergetar.
Namun bibir Harry masih sanggup terbuka untuk melontarkan emosinya. "Cukup, Danny. Di luar sana, mereka sudah menjadi mayat. Hanya kau dan entah gadis pengkhianat itu yang tersisa. Kalian tidak akan pernah bisa lari."
"Bodoh." Danny menyeringai puas selagi tangannya bergetar menahan tubuhnya. "Jika kau masih berharap kami kalah, kau bodoh."
"Aku tidak akan pernah berharap akan kekalahanmu. Aku hanya ingin kau dan semua yang tersisa sadar." Harry menurunkan todongannya pada Danny. Ia berdiri tegak, lima langkah lebih di depan Louis dan Metha, sebelas langkah menuju Niall yang mengerang kesakitan, serta delapanbelas langkah menuju Danny yang masih bertahan. "Hentikan ini, kita selesaikan dengan baik."
"Tidak sebelum dunia jatuh padaku, Jenderal. Aku tidak akan pernah berhenti."
Harry menggerakkan tangannya yang lemah, membuat dirinya menodongkan pistol terhadap Danny lagi. "Kau sudah memilih."
"Dan aku sudah mengingatkan," balas Danny sembari menyeringai.
Perlahan, Harry menatap Louis selagi mengintruksikan Louis agar segera pergi. Dan tak lama kemudian, Liam beserta dua orang lain datang membantu Niall. "Ayo, Louis!" ujar Liam.
"Tapi, Harry—"
"Pergilah," balas Harry cepat. "Aku juga tidak ingin mata suci gadisku berdosa melihat apa yang akan kulakukan pada bajingan ini."
Dan kemudian, Liam dibantu orang-orangnya membopong Niall yang masih sadar. Luka Niall bisa fatal jika tak diobati. Namun sebelum pergi, Liam mengingatkan bahwa gas akan meledak tiga puluh menit pada pukul sebelas, dan itu lima menit lagi dari sekarang.
Metha menggeleng. Melihat gadis tersebut gelisah dalam dekapan Louis yang memaksanya pergi, Harry tersenyum simpul. "Go. We can meet again somewhere, somewhere far away from here. I promised you before, Baby."
"You promised me."
Louis memberikan senyuman pedih pula pada Harry. Tapi Harry dengan santai tetap meminta Louis untuk pergi, membawa Metha bersamanya ke tempat yang lebih aman dan sudah disediakan oleh para pasukan, berharap Metha selamat. Namun mereka berencana, mereka tak tahu apa yang akan terjadi.
Selepas kepergian mereka, tersisa Harry di sana, berdiri dan menatap Danny mematikan. Namun Danny dengan tenang tersenyum. "Ada apa, Jenderal? Tidak jadi melakukan hal dosa itu padaku? Kau takut dosa?"
"Iya." Harry berucap tegas. "Dengan membunuhmu itu tidak akan membuahkan pelajaran tersendiri bagimu dan juga bagiku, hanya menyisakan dosa besar. Kau melakukan semua bertahun-tahun, sedemikian rupa hingga menimbulkan kepedihan di segala penjuru dunia. Dan balasan setara bukanlah kematian bagimu, Danny Dunham."
"Lalu?" Danny terkekeh pelan, seperti mengejek. "Ayolah, bunuh aku saja. Aku jamin … kau akan menyesal."
Harry kemudian dengan cepat mengarahkan pistolnya ke atas dan menembakkan satu peluru ke udara. Menimbulkan suara keras yang mungkin saja masuk ke indera pendengaran para manusia hidup yang berada tak jauh dari mereka. Bahkan Danny saja terkejut, menutup matanya. Namun sedetik kemudian ia tertawa terbahak-bahak sembari memegangi rasa sakitnya.
"Maka dari itu aku tidak membunuhmu. Aku bukan pengecut." Harry kemudian membuang pistolnya sembarangan setelah sebelumnya mengeluarkan semua peluru yang tersisa. "Bangun dan berkelahilah seperti pria dewasa, bukan pecundang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad & Unique✔
FanfictionThe way they love is so unique. Even if they're bad guys. Warning Harsh words, strong language, and some contents didn't allow to read by the underage kids. Copyright ©2017 Written by Bita Wibowo amazing cover by @kepenthough