Metha membuka pintu kamarnya. Matanya terbelalak lebar melihat siapa yang tengah berdiri di depan kamarnya. Baru saja ia hendak melontarkan kata-kata buruknya, Clarissa muncul dari balik punggung Harry.
"Ada apa? Apa aku diusir karena tidak menyelesaikan makan malam? Atau kalian akan mengantarkan makan malam untukku?"
Clarissa tersenyum ramah, "Opini yang pertama pastinya tidak. Tapi yang kedua adalah permintaan Harry. Dia tidak tega karena kau belum makan."
Metha melirik Harry. Pria itu kini tengah merogoh saku mantelnya dan menyerahkan bungkusan kecil. Sepertinya roti isi.
"Aku membuatnya, kurasa kau tidak menyukai makan makanan besar seperti tadi. Dan ini aku khusus membuatnya, kami semua tidak ingin tamu kami sakit," aku Harry.
Gadis dalam diri Metha lesu. Ia mengharapkan agar hanya Harry yang khawatir padanya. Tapi raga Metha ingin sekali membunuh Harry karena muncul di depan pintu kamarnya pada tengah malam seperti ini.
"Aku terima. Kalian bisa melanjutkan tidur kalian." Metha mengambil bungkusan dari tangan Harry.
"Tunggu." Metha menatap Clarissa. Wajah Clarissa menunjukkan perubahan, seperti khawatir dan penasaran. "Kau mengatakan bahwa Zayn temanmu itu sakit, bukan?" tanya Clarissa.
"Dia hanya sedang tidak enak badan."
"Sama saja, Nona Grease. Aku ingin memeriksa kondisinya. Bisa?"
Metha membelakakkan matanya. Ini bukan saat yang tepat untuk membiarkan Clarissa dan Harry menemui Zayn. Jika mereka berdua tahu yang sebenarnya, Zayn bisa dibunuh.
"Tidak. Dia baik-baik saja."
Harry memicingkan matanya, "Kau aneh. Biarkan saja Clarissa memeriksanya. Dia akan membaik nanti."
"Tidak perlu, sungguh."
Sirine tiba-tiba berbunyi. Harry segera meminta Metha untuk masuk kembali serta mengunci pintu dan jendela kamarnya. Pun Harry juga meminta Clarissa menemui Viveca dan memastikan gadis itu tidak beranjak melakukan hal konyol, loncat dari jendela kamar contohnya. Serta meminta Clarissa untuk segera berlindung.
Harry mengambil dua buah pistol yang terselip pada ikat pinggangnya. Tak butuh waktu lama, bersama jajaran pihak keamanan lainnya, Harry bergegas menuju lantai dasar.
Sesampainya mereka di depan pintu masuk utama Gedung Putih, mereka dikagetkan dengan seluruh penjaga di luar yang kini sudah bersimbah darah dengan isi perut yang keluar. Menjijikkan, bahkan Harry menahan mualnya.
"Bersihkan semua ini!" pintanya.
Beberapa orang pun meletakkan senjata mereka dan membersihkan mayat-mayat yang ada. Bersama 4 orang yang lain, Harry berjalan cepat menuju gerbang. 2 orang penjaga telah kehilangan nyawanya, tertusuk tongkat besi serta leher yang hampir putus.
"Siapa yang melakukan semua ini?" tanya Harry geram.
"Jendral!" Liam berteriak dari jarak yang tidak terlalu jauh. Terdapat sebuah mobil tua menabrak batang pohon besar.
Harry dan beberapa orang berlari mendekat. Liam berusaha mengeluarkan seseorang yang terjebak di dalamnya. Pun begitu tiba, Harry juga ikut membantu Liam.
Kulitnya putih pucat, dengan jaket merah jambu dan sedikit bekas darah pada kening dan sudut bibirnya. Gadis berambut pirang ini tak sadarkan diri, kondisinya begitu lemah dan nampak seperti tidak berdaya.
Harry menyimpan kedua pistolnya kembali dan menggendong gadis itu. "Periksa mobilnya. Katakan padaku jika kau menemukan sesuatu."
Liam mengangguk mengerti. Dengan begitu, Harry kembali masuk ke dalam. Ia akan meminta bantuan pada gadis pirang cerdas lain yang tak lain adalah sahabat barunya di dalam Gedung Putih, siapa lagi kalau bukan Clarissa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad & Unique✔
FanficThe way they love is so unique. Even if they're bad guys. Warning Harsh words, strong language, and some contents didn't allow to read by the underage kids. Copyright ©2017 Written by Bita Wibowo amazing cover by @kepenthough