--Mei: Satu dalam Tiga Tahun--

581 92 19
                                    

Hetalia Gakuen, sekolah elit yang dihuni oleh siswa-siswi dari belahan bumi manapun. Inggris, Amerika, Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Canada, Austria, Indonesia dan masih banyak lagi negara yang mengirimkan sebagian warganya tuk bersekolah di Hetalia Gakuen yang bertempat di Jepang.

Hetalia Gakuen berbeda dengan gakuen mana pun di Jepang ini, mereka memiliki kurikulum yang berbeda, serta kalender pendidikan yang berbeda dari pemerintah.

Buktinya di pertengahan Mei ini, acara Hetalia Gakuen yang rutin di adakan selama bertahun-tahun, study tour ke Kyoto.

"Baiklah, anak-anakku yang manis. Kita adakan undian lagi. Masih ingat nomor duduk di bis tahun kemarin, kan?" Sadik berdiri di balik meja guru.

Ditanya demikian oleh guru berjanggut tipis itu, murid-murid di kelas yang dihuni oleh Arthur dan [Name] menjawab dengan serempak bahwa mereka ingat.

Ingatlah, Arthur dan [Name] berada di tahun terakhir sekolah menengah akhir ini.

"Baiklah. Bapak absen, ya. Kalian maju satu per satu dan ambil kertas undian di dalam ini." Sadik mengangkat kardus kecil yang berisi bulatan kertas.

"Baik, Pak~" Semua menjawab serempak.

Sadik pun mulai mengabsen, murid-murid yang namanya terpanggil maju ke depan, bergegas mengambil undian di dalam kardus.

Baiklah, setelah usai seluruhnya mengambil bagian kertas undian, mereka pun segera membuka lipatan kertas yang menjadikannya bulat tersebut. Alhasil, yap! Kelas ribut.

"Huwooooh! Aku duduk denganmu, Antoniiiii!" Gilbert merangkul Antonio dari belakang.

"Aahhh ... aku denganmu ...." France menatap dengan raut wajah lelah ke arah Ivan.

"Ehe. Yoroshiku nee, France-kun." Ivan menjawab dengan tawa lembut khasnya.

"Aiyaa ... Aku nomor 11. Semoga tidak sial aru~" Yao berbisik menatap kertas undiannya.

"Yao, aku nomor 12." Roderich selaku orang yang duduk di belakang Yao mulai menepuk sekali bahu Yao.

"Eh? Sou aru ka?" Yao menengok dengan wajah lelah.

"Ahh Roderich nomor 12, ya. Haaa." Elizabeth terlihat lesuh.

"Eliza, kau mau menukarkan undiannya dengan Yacchan?" [Name] bertanya pada teman sebangkunya yang tengah galau tersebut.

"A—apa maksudmu, [Name]? Ahaha. Tidak perlu, tidak perlu. Lagipula Roderich duduk dengan Yao, bukan dengan Gilbert." Elizabeth jadi salah tingkah diberikan saran seperti itu oleh teman sebangkunya.

"Eh? Memangnya kenapa kalau dengan Gilbert?" [Name] memiringkan sedikit wajahnya, manis sekali.

"Karena kau tahu ... tahun kemarin kan Roderich duduk dengan Gilbert, Gilbert selalu jahil, dan jahilnya tidak pakai otak." Tingkah salah tingkah yang manis tadi sirnah dari diri Elizabeth, menatap Gilbert dari tempat duduknya dan wajah premannya muncul. Tak lupa kedua kepalan tangannya yang berbunyi.

"Ehehe, i—iya ya. Ehe. Aku ... aku lupa." [Name] tertawa kaku, perlahan beranjak dari tempat duduknya dan mulai pergi ke dua tempat duduk di depan.

Ah iya, setelah pembagian undian, Sadik ke luar kelas tuk merokok, membiarkan kelas ramai oleh undian tersebut.

"Oi, Alfred. Nomor berapa?" Arthur baru membuka kertas undiannya.

"Hn? Akhue nkhomoer—" Alfred tengah memakan burger saat ini, nyuri-nyuri kesempatan karena Sadik masih di luar.

Alis kanan Arthur berkedut karena kesal, Alfred bicara ketika mulutnya penuh. Bahasanya lebih sulit dari bahasa alien!

"Bicara yang benar, monkey!" Arthur menyabet tengkuk Alfred.

12 Months || Arthur KirklandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang