Keranjang 18

2.6K 239 12
                                    


Makan Malam



Selesai berwisata seharian, akhirnya bus membawa kami ke tempat istirahat, sebuah hotel di Gianyar. Bukan hotel mewah, tapi tempatnya bersih dan rapi, sudah cukup baik untuk beristirahat. Ada kamar yang berkapasitas empat orang, ada juga yang untuk dua orang. Agar pembagian dan koordinasinya lebih mudah, penghuni kamar ditetapkan berdasarkan deret kursi di bus. Kebetulan aku dapat kamar yang berkapasitas dua orang, jadi aku menghuninya dengan Bambang. Berdua saja. Tapi aku boleh tenang karena tempat tidurnya terpisah.

Setelah mendapat kamar, memilih tempat tidur dan meletakkan semua barang bawaan, selanjutnya aku perlu mandi.

"Mbang, aku mandi duluan, ya." Tanpa menunggu jawaban darinya, aku segera masuk ke kamar mandi.

Salah satu aktivitas harian yang aku sukai: mandi! Sebab mandi memberikan refreshing dan relaksasi bagi tubuh. Apalagi kalau memakai shower. Kepala dipijit-pijit oleh rintik air, lalu hawa panas di dalam kepala didinginkan. Mengembalikan pikiran menjadi sejuk dan terang. Begitu juga sekujur badan, mendapatkan relaksasi dari setiap butir air yang menjatuhi. Air melunturkan keringat, membilas pori-pori dari sumpalan debu. Aku kembali suci!

Tiba-tiba saja aku jadi teringat ketika Erik juga berbasah ria di pantai tadi. Terlebih ketika tanpa segan dia membuka kaosnya, memperlihatkan tubuhnya yang bagus dan... basah. Ya, basah selalu membuat tubuh kita menjadi tampak lebih seksi....

Oh, aku mulai ngeres! Hentikan! Ini bukan di rumah, ini di hotel, dan ada yang menunggu giliran mandi. Bukan saatnya mengizinkan hal cabul merasuki! Kutuang sampo ke kepala, lalu keramas biar kepalaku lebih bersih—luar dan dalam.

Selesai mandi, aku keluar sambil mengusap-usap rambutku yang masih basah dengan handuk.

"Weh, keramas, ya? Habis cabul?" Bambang menyambutku dengan fitnah.

"Lambe-mu!" umpatku.

Dia terbahak-bahak. Aku ingin menyumpal mulutnya itu dengan gagang shower!

Seorang panitia piknik melongok ke kamarku sambil woro-woro, "Kalau mau makan malam, bisa ambil di ruang makan, ya. Sudah disiapkan."

Nah, habis mandi terus makan malam, itu asyik banget! Kurapikan rambutku cukup dengan tangan saja, lalu bergegas keluar dari kamar.

Kutemukan ruang makan ada di dekat aula. Sudah ramai. Antre prasmanan seperti antre sembako. Kuambil piring dan sendok, menciduk nasi, dan mulai memilih-milih menu. Aku pernah makan masakan Padang dan Manado, tapi masakan Bali aku belum pernah. Bahkan aku belum pernah terbayang masakan Bali itu apa saja. Makanya aku tertarik sekali saat melihat salah satu lauk yang bentuknya seperti cottonbud berukuran jumbo. Aku yakin itu dibuat dari daging. Sejenis sate.

"Eh, Sate Lilit-nya ambil satu saja, ya!" Seorang panitia langsung menginterupsi saat aku mengambil sate itu. Itu memancing anak-anak lainnya untuk menoleh padaku. Dengan agak malu kukembalikan lagi sebagian sate yang barusan kuambil. Aku tadi mengambil tiga tusuk. Sialan panitia itu, matanya awas banget!

Selesai mengambil jatah, kucari tempat yang nyaman untuk makan. Aku mendapati sebuah pekarangan berumput di belakang aula. Ada bangku panjang di situ. Semacam taman. Penerangan lampunya baik. Tak ada orang lain di sekitar. Rupanya akulah "penemu pertama" tempat ini. Yes, inilah tempat yang kucari!

Aku duduk. Kuletakkan gelasku di atas bangku, tangan kiri menyangga piring, tangan kanan mengeksekusi isi piring. Yang kucicipi pertama kali adalah sate cottonbud yang telah menyebabkanku diinterupsi panitia. Mmmm.... Enak banget!

COWOK RASA APELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang