Cerita Senja (bagian 1)

55 1 0
                                    

Mei, 2017

"Apa selamanya lo akan kayak gini kan? Nungguin seseorang yang bahkan nggak tahu kapan akan kembali?"

Kana tersenyum menatap semburat jingga di langit. Sang mentari akan kembali ke peraduannya. Rinza kembali bertanya perihal yang ia sendiri tak mengerti apa jawabannya. Atau ia hanya tak mau menerima jawabannya?

"Rin, lo tau nggak, hati nggak bisa milih tempat untuk jatuh. Namanya juga jatuh cinta, mau nggak mau tetap aja jatuh."

"Jawaban lo selalu itu, kan."

Kana lagi-lagi tersenyum memandang sahabatnya itu. Ia juga tak mengerti. Atas dasar apa hatinya bertahan untuk seseorang yang entah berada dimana. Jejaknya bahkan sudah hilang bertahun-tahun yang lalu. Apakah masih ada di langit yang sama atau tidak. Atau apa mereka masih dalam dunia yang sama atau berbeda.

Entahlah.

Yang bisa ia harapkan hanyalah bertemu dengan orang itu. Walaupun hanya sekali saja. Dalam keadaan apapun akan ditemuinya. Hanya itu.

•••

Mei, 2009

Kana berjalan lambat sambil sesekali menendangi kerikil jalanan. Ia sedang berjalan menuju halte bis. Kacamata dengan gagang hitam miliknya ia biarkan turun bertengger di hidungnya. Wajahnya terlihat kusut. Bisa dibilang hari ini adalah hari sial baginya. Sudahlah datang terlambat pagi ini karena terlambat bangun, Ia dihukum sewaktu berbaris upacara bendera di depan tiang bendera, dan disuruh membersihkan gedung olahraga. Dan juga dihukum Bu Aryanti karena Buku PR ringkasan Biologinya yang ketinggalan, Ia dihukum membuat Ringkasan itu lagi menjadi dua rangkap.

Belum lagi pertengkaran dengan sahabat baiknya Rinza. Jadi, duduklah ia sendiri selama seharian. Tapi, bukan duduk sendirilah yang dipermasalahkan Kana. Rinza adalah sahabatnya, lalu karena hal sepele itu haruskah mereka bertengkar seperti ini. Ini membuat gadis itu lelah. Dan juga Rinza adalah teman terdekat dan sahabat satu-satunya. Karena Kana bukanlah tipe gadis yang mudah untuk berteman.

Kana menghela napas panjang. Seharian ini membuatnya lelah. Ia memang terbiasa sendiri. Namun, salahkah ia jika orang yang disuka sahabatnya itu suka padanya? Kana sendiri baru tahu bahwa Niko suka padanya. Lalu, kenapa Rinza harus marah padanya? Ia tak menerima Niko sebagai pacarnya karena memang ia tak menyukai buaya sekolah itu. Apakah ia masih salah? Dan lebih lagi serangkaian hukuman hari ini. Ini benar-benar menyebalkan.

"Arrggh!! Emang semua salah gue?? Kenapa ya hari ini gue apes banget?! Sialan!" Maki gadis berkacamata itu.

Ia menendang batu kerikil yang agak besar keras-keras. Meluapkan kekesalannya. Rasanya ia benar-benar kesal hari ini.

"Oi, kampret! Siapa sih yang nendang batu? Sakit nih kepala gue!"

Deg!

Apalagi ini?

Gadis itu panik. Hendak berlari dari jalan itu. Namun sialnya lagi ia malah dikejar. Ia tak terlalu melihat dengan jelas orang yang mengejarnya. Kana berlari dengan tas punggung yang berat dan tas jinjing yang ia pegang. Belum jauh berlari napasnya sudah sesak. Efek malas olahraga.

"Duh, gue mau lari kemana lagi??" Kana terus saja berlari. Tak memperhatikan jalan di depannya. Yang ia tahu hanyalah melarikan diri sejauh mungkin dan tidak ditangkap oleh orang itu.

"Aduuh!" Gadis itu tersungkur. Isi tas tangan yang ia pegang berserakan.

Dengan susah payah gadis itu bangkit. Darahnya sudah naik ke ubun-ubun. Ia menatap orang yang mentertawakannya itu. Laki-laki itu ternyata adalah berandalan disekolahnya yang ia kenali bernama Diaz. Seantero sekolah sudah mengenalnya karena kenakalannya itu.

About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang