Jika ini sebuah mimpi? ku harap ini adalah mimpi yang indah bagian 1

10 1 0
                                    

"Heh anak bawang!"

Aku mengambil napas dalam - dalam mengeluarkan perlahan.

Ya allah, ini baru mau istirahat siang.

Aku berbalik menatap orang itu dengan senyum yang di paksakan.

"Iya pak, ada apa?" Tanyaku sesopan mungkin.

"Tolong fotocopi ini 30 lembar, jam 2 letakan kembali di meja saya."

Aku hanya mengangguk patuh dan menerima kertas yang di ulurkan itu padaku.

"Kenapa kamu? Habis disuruh tuan lagi?" Tanya Khuzaifah menghampiriku.

Aku hanya tertawa miris dan melambai padanya lalu pergi.

Ya, inilah aku.

Aku adalah seorang pemimpi yang suka coklat. Aku selalu percaya ada mimpi indah yang akan menjadi kenyataan suatu saat nanti. Bagiku, selagi masih ada kesempatan dan waktu semua impian mungkin bisa dicapai.

Bekerja dan menjadi seorang sekretaris adalah mimpi yang masih sulit ku percaya dan ku harap ini adalah mimpi indah.

Perkenalkan, namaku Tsaniyatun Laila. Bisa dipanggil Tsani, Tsania, Nia, Yaya, Laila, Lala bahkan Atun pun tidak apa. Begitu banyak nama yang bisa di gunakan untuk ku.

Terserah.

Tapi, satu yang tidak pernah ku mengerti kenapa 'tuan' satu itu selalu saja memanggilku "Heh! Anak bawang."

Namaku itu berarti 'Detik malam' tidak ada unsur anak bawang di dalamnya.

Dan kenapa dia selalu menyuruhku melakukan pekerjaan yang bukan pekerjaanku. Aku rasa dulu aku memasukan surat lamaran menjadi Sekretaris cabang divisi pemasaran di perusahaan ini bukan sebagai office girl. Tapi, kenapa atasan ku yang manager itu selalu memanggilku 'anak bawang' dan menyuruhku ibarat pesuruh pribadinya.

Ya, Dialah Alfarizi Khuwalid

Atau jangan - jangan mungkin melamar sebagai sekretaris artinya aku siap untuk jadi babu nya?

Entahlah. Sekali lagi, aku hanya ingin memperjuangkan mimpiku.

Hari ini, mesin fotocopi kantor sedang rusak dan diperbaiki. Jika, ingin memfotocopi berkas dan lainnya aku harus ke fotocopian di persimpangan jalan masuk kantor. Istirahat siang ku yang malang.

🌻🌻🌻

Aku memasang kaus kaki terburu - buru bahkan tidak memperbaiki khimar panjangku. Tidak peduli jika miring atau tidak, aku hanya mencek jika ada rambut keluar atau tidak dengan tangan dan setelahnya aku mengambil fotocopian di fotocopi depan dekat masjid ini.

"Udah jam setengah 2." Erangku.

Padahal perutku meronta minta di isi. Tapi jika aku makan sekarang pasti nanti akan terlambat ke kantor dan nanti pasti aku akan disembur oleh 'tuan' itu.

Aku memutuskan membeli dua bungkus roti coklat dan sekotak susu putih di minimarket dekat kantor. Setidaknya bisa mengganjal perut hingga sore nanti. Aku tidak mau sampai dzalim terhadap diri sendiri dengan tidak makan karena kerjaan ini. Meski faktanya yang sering terjadi begini.

About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang