Kisah sebutir debu.

33 1 0
                                    

Pernahkah kau mendengar cerita tentang sebutir debu?
Jika tidak, maka akan kuceritakan.

Debu, dia hanya sesuatu yang teronggok dijalan, diinjak, diterbangkan angin dan berkelana kesana kemari. Hingga membuat orang batuk.

Debu, dia hanyalah sesuatu yang bersembunyi dalam benda yang tidak pernah dipakai dan akan pergi saat benda itu dibersihkan.

Bukankah ia hanya menyengsarakan?
Karena nya orang memakai masker untuk melindugi pernapasan.

Karena nya, hanya mengotorkan sebuah benda saja.

Apalah pentingnya sebuah debu itu?

Begitu kan yang selalu orang pikirkan.

Tapi pernahkah sesekali saja kau berpikir bahwa tanaman dilereng gunung pun tumbuh subur karena debu setelah letusan gunung merapi. Bahwa debu ternyata bisa membawa manfaat bagi tumbuhan.

Dan apakah kalian sadar bahwa kebanyakan benda yang terbakar akan jadi debu. Kayu, kertas Dan sebagainya.

Ternyata debu yang kau hina itu pun adalah salah satu efek dari kehidupan.

Ketahuilah bahwa yang diciptakan Allah itu pasti memiliki manfaat. Se-hina apapun kau memandangnya.

Kemudian, kau membuang debu itu dari sana. Karena, kau memang tak membutuhkannya. Karena, debu itu selalu saja menganggu hidupmu.

Dan kini, setelah 'debu' itu pergi kau malah mendatanginya kembali.

Ingin saja ku berkata.

Kau tahu apa yang lebih buruk dari debu yang selalu kau hina itu?

Ialah kau yang kembali mencarinya padahal kau tidak menginginkannya.

...

"Wah bukunya bagus itu." Ucap Yuri  gadis berkerudung biru berwajah oriental padaku setelah membaca novel kumpulan puisi.

Aku dan Yuri sedang berada di atap di  apartemen milik keluarga Yuri. Aku menutup buku berjudul 'Kisah-kisah sajak melupakan'

Aku Tersenyum simpul. Sambil memotret pemandangan kota sakura malam ini.

"Sera aku boleh nanya nggak?"

Aku menatap gadis keturunan indo-jepang dihadapan ku. "Nanya apa?"

Yuri terlihat berpikir sebentar sambil menatap jalanan Jepang yang ramai.

"Aku masih bingung. Apa kamu kesini benar-benar untuk liburan atau melarikan diri."

Aku menghela napas lantas tertawa "Atas dasar apa kamu berpikiran begitu ri? Aku kesini  karena pekerjaan ku sekaligus liburan."

"Aku bukan kenal kamu sehari dua hari Sera, kamu pernah satu sekolah sama aku di Indonesia waktu SMP."

Perkataan Yuri membuatku tersenyum kecut. Aku pun bingung apakah kini aku tengah berlari dari kenyataan atau aku malah bersembunyi dari rasa sakit?

"Aku baik baik aja, aku cuma butuh liburan."

"Jangan terus senyum dan bilang kamu baik-baik aja. Kalau kamu bahagia baru senyum kalau kamu sedih, nangis. Jangan ketawa terus, untuk apa kamu menertawakan rasa sakit mu?"

Aku kembali bungkam.

"Kamu kenapa?"

Mataku rasanya kabur. Kenapa langit begitu indah malam ini. Apa dia menghiburku atau menertawakan ku?

About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang