Sebuah Fase Untuk Menjadi Dewasa (2)

10 1 0
                                    

Faza melangkah lebar menuju ruang rohis. Dewi dan Hana di belakang hanya mengikuti gadis itu sambil tersenyum miris. Mengerti kenapa tiba - tiba Faza balik kanan dan melangkah lebar begitu.

Faza terus beristighfar agar tidak memaki laki - laki itu lagi. Marah - marah hanya membuang tenaga. Ia harus menyalurkan marahnya ke kegiatan lebih bermanfaat.

"Kalian kok ngikutin aku? Nggak papa makan aja, aku mau bikin dekor dulu." Tukas Faza.

Karena masih dongkol bicaranya jadi lebih ketus dari biasanya. Gadis itu masuk ke sekre al ghani dan mengeluarkan semua barang yang ada.

Hana dan Dewi hanya tersenyum maklum dan beranjak dari sana. Mereka tahu betul sekarang Faza ingin mengamuk. Daripada kena amuk lebih baik mereka lari saja dari sana.

Faza sibuk memotong motong karton hitam yang di belinya tadi untuk membuat hiasan nantinya. Sekarang gadis itu sedikit agak tenang mengingat ia sibuk menggunting dari tadi.

Menghilang aja lo sana! biar gue tendang ke pluto. Nggak usah balik balik.

Faza menggunting karton dengan semangat. Bahkan terkesan melampiaskan amarah pada karton itu.

"Nih! Jangan lampiaskan ke karton pula, dia nggak salah." Ucap Dewi menyerahkan kantong kresek berisi minuman dingin dan makanan ringan.

Faza hanya tersenyum kecil dan masih sibuk menggunting. Kini ia sudah menggunting dan menempel seperti biasa. Tidak lagi melampiaskan amarahnya.

"Kesel aku." Sungut Faza menarik napas dalam dan mengibaskan kedua tangannya pada wajah.

"Ya udahlah za, jangan terlalu di pikirin. Kamu tau lah dia emang begitu." Hanah ikut menenangkan.

Faza menipiskan bibir. Air mata sudah lolos di pipi nya. Ia hanya ingin menghilangkan kekesalan. Tapi, apa dengan ini semua tambah menyebalkan. Ia tambah malah menjadi selang bocor. Gadis itu duduk meringkuk di sudut ruangan sambil menenggalamkan kepala di lipatan kedua tangannya.

"Kamu kenapa sih Za?"

Faza menggelengkan kepala. Berusaha menahan isakan dan terus beristighfar menahan kekesalan yang sudah naik ke ubun - ubun. Rasanya dadanya sakit.

Pada saat seperti ini tak jarang ia menyalahkan hatinya yang lemah. Kenapa ia harus menangisi hal sepele ini?

Tapi, jujur ia tak sekuat itu. Ia juga punya titik jenuh. Ia juga punya titik lemah. Setangguh apapun dia ia tetaplah seorang wanita.

"Bi-arin aku.. sendiri dulu." Ucapnya sedikit terisak.

Kadang ia juga muak dengan sisi cengeng ini. Tapi, mau bagaimanapun ia tetap seorang wanita.

🌱🌱🌱

Hari ini adalah acara kajian yang akan di angkatkan oleh rohis. Setelah drama yang terjadi pada Faza kemarin akhirnya, acara mereka tetap terlaksana. Faza bersikap cuek saja meski matanya masih sembab. Tapi, sekarang bukan saatnya marah marah atau menangis. Bukankah ia harus belajar mengendalikan diri juga.

Ya, ia harus bisa. Kalau tidak nanti bagaimana ia akan mengurus ini semua? Meski ia tidak terlalu banyak kerja atau apalah, tapi tanggung jawab tetaplah tanggung jawab bukan.

"Faz, ini bingkisan untuk pemateri ya." Elin menyerahkan parsel dan piagam pada Faza.

"Lin, bisa minta tolong kasih ke Khalid nggak?" Pinta Faza.

Elin hanya mengangguk. Faza sibuk membantu membagikan kotak snack pada siswi yang hadir kajian hari ini.

Setelah selesai acara. Faza bisa menghela napas lega.

About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang