Aku mengusap wajah. Melepas kacamata anti radiasi yang ku gunakan. Aku melirik arloji di pergelangan tangan. Sekarang sudah jam sebelas malam. Sudah terlalu larut.
Aku menutup mulut yang menguap. Mataku sudah terasa pedih dan berair sambil mengusap mata aku membereskan semua peralatan di meja ku.
Alhamdulillah.
Pekerjaanku sudah selesai. Rekor pertamaku di bulan ini dalam lembur menyiapkan dua laporan produk dan memperbaki laporan sekaligus. Sebenarnya besok masih bisa jika ku ansur tapi, aku tidak mau ambil resiko. Bisa saja besok akan lebih banyak pekerjaan.
Aku menepuk pelan keningku. Melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Khuzaifah. Aku lupa mengabari bahwa malam ini aku lembur. Setelah itu aku menelpon gadis itu mengatakan bahwa aku akan pulang sebentar lagi. Khuzaifah menawarkan diri untuk menjemputku. Tapi sudah terlalu larut, ditambah jalan ke kontrakan kami lewat gang yang agak sepi membuatku menolak tawaran Khuzaifah meski ia memakai motor.
Akhirnya, kini aku berjalan sendiri menuju kontrakan. Kota ini selalu ramai meski malam sudah larut. Namun, aku merasa aneh. Tidak, seperti biasanya, aku merasa di ikuti. Jalan yang kulalui kini adalah jalan sepi. Kontrakan ku masih 200 meter lagi.
Aku menoleh ke belakang. Tidak ada orang. Kemudian menghela napas lega. Mungkin hanya perasaanku saja. Aku beristighfar sebanyak mungkin dan berdo'a meminta perlindungan pada Allah.
Hasbunallah wa ni'mal wakkil.
Tiada penolongku selain Allah dan Allah lah sebaik - baik penolong.
Tiba - tiba langkah ku di hadang oleh segerombolan laki - laki. Kekhawatiran ku berlipat - lipat. Tapi, aku tidak boleh takut. Aku hanya diam menatap mereka ingin tahu.
"Ada apa ya?" Tanya ku sebiasa mungkin.
"Mbak tenang aja, sekarang serahkan saja tas mbak itu pada kami." Ucap pria berwajah menyeramkan itu enteng. Tampaknya dia adalah ketua dari geng itu.
"Mau apa kalian sama tas saya?" Tanyaku.
"Pake nanya lagi." Laki - laki itu menyuruh anak buah nya maju dan menarik tas yang ku kenakan.
Aku langsung saja mundur dan ingin teriak. Tapi, suaraku tidak cukup besar untuk berteriak. Rasanya aku ingin menangis saja. Mereka memegang tanganku dan membuatku berdosa. Aku benci mereka. Tanpa sadar aku sudah menangis karena kesal. Aku meronta ronta saat mereka memegangiku kemudian, mereka memukul kepalaku yang membuatku pusing, ku rasakan nyeri di kepalaku di ikuti cairan yang kuyakini darah di pelipisku. Aku limbung ke tanah.
Setengah sadar aku merasa ada yang datang dan tidak melihat jelas semua. Entah itu bos nya atau siapa. Kemudian, semua berubah gelap. Aku kehilangan kesadaran.
🌻🌻🌻
"Laila." Panggil Buk Fitri mendekati ku. "Laila kenapa?" Tanya wanita paruh baya yang telah merawat kami di panti asuhan.
"Laila nggak papa bu." Ucapku sambil tersenyum.
"Terus, kenapa duduk sendiri disini?" Tanya Bu Fitri lagi
"Kata Raya, Nala, Disya.. Laila itu selalu nyusahin mereka. 'Laila nggak ngerti apa - apa' Laila juga nggak mau bikin mereka susah bu, mending Laila main sendiri." Ucapku menatap kedua sepatuku.
"Laila nggak boleh ngomong gitu, mereka nggak jahat kok, semua anak di sini saudara, Laila jangan sedih ya.. nanti pasti mereka ajak Laila main lagi."
Aku tersenyum saja dan masih duduk disana setelah Buk Fitri pergi. Sejak dulu memang tidak ada yang mau berteman dengan gadis aneh sepertiku. Karena, aku pendiam dan tidak terlalu pandai bergaul ditambah aku tidak terlalu suka dengan permainan mereka. Aku lebih suka mengisi teka teki silang dan menggambar. Tidak seperti mereka yang sibuk bermain dadu dan segala macam permainan.

KAMU SEDANG MEMBACA
About You
Short StorySebatas kumpulan kisah Beberapa memberi duka Beberapa memberi suka Beberapa bahkan juga meninggalkan luka Sebatas kisah, ya sebuah kisah.