LEVEL 15 : Ruang Auditorium

1.3K 171 11
                                    

Noah berjalan bersama dengan Junior yang masih memikirkan nama "Hannah", mereka berdua berjalan di belakang mengikuti keenam orang anak-anak lainnya yang sudah dikenali Noah, tapi tetap saja Noah tidak mudah untuk mengingat nama kesembilan orang yang baru saja dia temui.

Mereka berjalan memasuki lorong-lorong bercat serba putih. Di pikiran Noah, dia salah mengira tentang rumah yang bernuansa alami ternyata dalam isi rumah tersebut jauh dari kata "alami" melainkan "mengagumkan" satu kata itulah yang sangat pas untuk menggambarkan isi rumah tersebut.

Noah tidak berhentinya memandangi sekeliling lorong yang berbelok-belok yang sejak tadi dia lewati, sehingga Junior berjalan lebih dulu meninggalkannya. Tidak ada satu pun bingkai foto yang tertempel di tembok, keseluruhannya sangatlah bersih dan rapi. Ketika Noah berbelok ke kiri hendak memasuki ruangan dengan pintu berwarna putih yang terbuka bagaikan sebuah lift, dia terbentur sesuatu yang membuat kakinya terasa sakitnya menjalar luar biasa.

"Aw!"

"Kau kenapa?" tanya Junior berbalik badan berdiri tidak jauh dari Noah di depan pintu masuk ruangan auditorium.

"Wow benda apa itu?" seru Noah terkejut melihat robot yang tingginya setengah dari badannya.

Paul mendekati Noah, "Dia adalah robot," jawab Paul singkat.

"Apa di Indonesia belum ada RH?" tanya Junior.

"Maksudmu... Robot Helper?" Noah mengernyitkan dahinya tidak yakin dengan jawabannya, karena di Indonesia yang memiliki RH adalah orang-orang pebisnis, pekerja di pemerintahan, pengusaha, dan orang-orang yang memiliki lebih banyak kekayaannya. Walaupun sebenarnya ayah Noah bisa saja membelinya tapi Ibunya tidak mengijinkan untuk mempunyainya karena ibunya beranggapan bahwa mempunyai robot sama dengan seperti mengurus hewan peliharaan. Padahal sesungguhnya Robot Helper bisa mengurusi dirinya sendiri hanya pemiliknya mempunyai kewajiban untuk selalu mengontrol keadaan mesin dalam robot.

"Ya, dia RH, namanya Robertino," ujar Paul, "Halo Robert?"

"Halo Paul," sapanya. "Aku tidak suka dengan orang yang masih memakai sepatunya di dalam rumah." Layar kotaknya yang berbentuk kotak persegi panjang menggambarkan wajahnya, warnanya yang berwarna merah seakan menampakkan kemarahannya. Noah pun baru sadar dia belum melepas sepatunya, dengan sesegera dia melepaskan sepatunya dan tangan dari robot itu mengambil sepasang sepatu Noah.

"Hei!" teriak Noah.

"Itu baru benar, aku suka dengan kebersihan." Dengan suara efek robotnya yang khas warna merah pada layar kotak wajahnya berubah menjadi biru, dia tersenyum dengan senangnya dan berlalu pergi membawa sepatu Noah.

"Tunggu sepatuku!" Noah hendak mengejarnya tapi di hadang oleh Paul.

"Tenang kawan, sepatumu aman bersamanya."

Paul mengantarkan Noah masuk kedalam ruangan yang mereka sebut ruang auditorium

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Paul mengantarkan Noah masuk kedalam ruangan yang mereka sebut ruang auditorium. Ruangan yang lebih besar dari ruangan sebelumnya. Ruangan tersebut memiliki luas dua kali luasnya  dengan lapangan basket.

Virtual Reality: How To Survive From ZombieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang