Noah tanpa sadar dia telah tertidur dalam perjalanannya yang sama sekali tidak dia ketahui tujuan dari mobil yang telah membawanya. Noah terbangun walaupun jiwanya masih belum terkumpul, dia menyipitkan matanya untuk melihat pemandangan jalan di luar mobil lewat jendela mobil.
Saat itu jam tangan Noah menunjukkan pukul lima lewat tujuh belas menit. Mobil yang membawa Noah berjalan pelan menembus langit yang senja namun seakan berembun. Jalanan itu tampak sepi. Tidak tampak satu penerangan pun disitu. Pohon-pohon pinus yang tumbuh rapat di kedua sisinya tampak menjulang tinggi dan mengancam.
Noah mengedipkan matanya beberapa kali untuk menyadarkan dirinya kembali sadar, dia melihat kebelakang jalanan pemandangan luar untuk memastikan lagi keberadaannya.
Dia yakin sekali dirinya di culik, karena Noah merasakan dirinya dibawa ke tempat yang sangat jauh masuk kedalaman hutan pinus, yang anehnya tidak asing bagi Noah.
Noah duduk masih dengan mulutnya yang menganga karena terkejut dengan pemandangan yang dia lihat, Noah menengok ke sebelah kanan dan hendak menanyakan keberadaannya pada Hannah yang sudah memberitahukannya lebih dahulu, "Kamu sekarang berada di hutan gunung pancar sentul, Jawa barat."
"Apa?" Noah bertanya karena dia tidak percaya dengan perkataan Hannah tentang lokasi keberadaannya yang ternyata masih berada di Indonesia.
Tiba-tiba supir berkepala botak dengan badannya yang besar mengeremkan mobilnya sehingga dahi Noah terbentur dengan jok tempat duduk supir.
"Argh!" Noah merintih kesakitan. Dia mengelus-elus dahinya. Hannah membukakan pintu mobil untuk Noah.
"Sudah sampai," katanya tanpa senyum sedikit pun.
Noah keluar dari mobil dengan langkahnya yang gontah, dia masih memegang dahinya, Noah masih merasa asing di tempat dia tiba. Dia menginjak tanah yang masih basah berwarna kecoklatan dan angin yang menyambutnya membuat bulu kuduknya berdiri. Noah menengadahkan kepalanya dengan pandangan kagum pada apa yang dia lihat.
"Wow!" Satu kata itu yang di katakan Noah untuk menggambarkan deretan rumah yang bertingkat dengan nuansa alam yang sesuai dengan hutan pinus yang dia datangi hari ini. Pertama kali ini bagi Noah menyaksikan keindahan alam yang masih tersisa di Indonesia.
"Rumah itu adalah villa yang nantinya akan kamu tinggali," kata Hannah membuyarkan lamunan Noah. "Ini kuncinya simpanlah baik-baik." Hannah memberikan Noah sebuah kunci berbentuk kotak persegi panjang tipis yang bisa tembus pandang, seperti belingan kaca tapi terkikir dengan sempurna berbentuk kotak. Noah mencoba untuk melihat kuncinya dengan memantulkannya pada celah sinar matahari yang tersisa karena sebagian tertutup awan dan pohon-pohon pinus, di tengah kunci itu tertulis dua huruf berkapital, sebuah inisial 'VR'.
"Lalu bagaimana dengan bajuku?" Usai Noah meneliti kunci aneh tersebut dia tidak melihat Hannah dan pengawalnya yang tinggi besar berkepala botak juga mobil mewahnya yang secara tiba-tiba menghilang meninggalkan Noah sendirian. "Wow! kemana mereka pergi?"
Noah berbalik badan berjalan dengan perlahan menuju rumah-rumah bertingkat yang membuat matanya kagum, dia sudah melupakan kepergian Hannah dan pengawalnya. Matahari sebentar lagi akan tenggelam dan bulan akan segera datang, Noah tidak ingin dirinya tidur di luar di tengah-tengah hutan.
Tepat di depannya ada pintu Yang memberhentikan langkah Noah.
Noah mencari-cari gagang dari pintu tersebut, ataupun celah lainnya untuk dapat menemukannya tapi yang dia dapati adalah benda kecil berbentuk kotak yang tertempel di sebelah pintu dengan lampu kecil yang kelap-kelip berwarna merah, dan celah bergaris yang sepertinya membutuhkan benda yang sesuai untuk memasukkannya kedalam. Tapi apa? Noah berpikir.
Dia menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal malah semakin membuatnya gatal. Apa? Aku harus membukanya dengan apa? Pikir Noah.
Noah tanpa sengaja menggerogoh saku celananya dan dia menemukan benda kaca yang berbentuk kotak persegi panjang yang tipis.
Apa mungkin benda ini dimasukkan ke dalam? Pikir Noah. Dia mempraktekkannya dan hasilnya pun berhasil, lampu kelap-kelip yang tadinya berwarna merah lalu berubah menjadi hijau dan pintu itu terbuka sendirinya seperti menyambut kedatangan Noah.
Noah masuk kedalam rumah tersebut, matanya terbelalak karena ruangannya sangat luas berwarna cat serba putih. Pintu yang menyambutnya kemudian tertutup sendiri, Noah yang berdiri di depannya terkejut dengan bunyi seperti alat pembuat roti bakar, "pip"
"Wow! Hei-hei!" Noah mencoba untuk membukanya namun percuma tidak ada celah untuk memasukkan kartu yang berasal dari kaca yang dikatakan oleh Hannah itu adalah kuncinya.
Aneh? Tidak ada, bagaimana aku mau keluar? Pikir Noah yang terus memikirkan cara keluarnya.
"Hai, Noah!" sapa seorang anak laki-laki yang menepuk bahu Noah dari belakangnya, sontak Noah kaget dia memundurkan langkahnya membentur dengan pintu yang menyambutnya tadi. Anak laki-laki itu pun ikut terkejut dengan tingkah Noah.
"Hei, easy man," katanya mengangkat kedua tangannya keatas."Who-are-you?" Eja Noah satu kata perkata dengan bertanya pada anak laki-laki berkulit hitam berbeda dengan kulit Noah.
"Aku Paul J. North, J untuk James," katanya berjabat tangan dengan Noah.
"Jaden?" Noah ragu untuk memanggilnya.
"Oh tidak, panggil aku Paul." Dia memberikan penegasan pada namanya.
"Wow! Kamu bisa bahasa Indonesia?" Noah terkagum-kagum.
"Bahasa Indonesia sangatlah mudah," Paul membanggakan dirinya sendiri. "Sudah seminggu lebih aku di sini menunggu kedatangan kalian, sekalian aku belajar bahasa Indonesia," bisiknya pada Noah.
"Apa? Kedatangan kalian? Apakah ada yang lainnya selain aku?" Noah mengernyitkan dahinya karena bingung.
"Ya, kami menunggumu, orang yang kesepuluh." Paul mengajak Noah lebih masuk kedalam ruangan yang terlihat modern dan ilegal berbeda dengan gambarannya yang dia lihat dari luar. Nuansa alam terlihat di luar tapi di dalam isi rumahnya nuansa elegan dan masa kini tergambar sangat epik.
Noah melihat ada sekitar tujuh orang yang sepertinya seumuran dengannya, tapi wajah mereka sangatlah terlihat bagaikan orang asing seperti mereka berasal dari luar negeri.
Ketujuh anak-anak itu seperti menunggu kedatangan Noah di ruangan yang besar dengan sofa yang terlihat sangat nyaman. Noah turun dari satu undak tangga menuju ruangan tamu yang sangat besar itu. Paul menuntunnya menemui mereka yang mungkin memiliki nasib sama seperti yang dialami Noah.
"Kalian diculik juga?" tanya Noah sehingga pandangan tiap orang yang berada di ruangan tamu saling pandang merasa terkejut bahkan heran dengan pertanyaan Noah.
¤¤¤
-tbc-
Merasa lucu ngga sih karakter Noah? Wow wow terus Hahaha... Dia tuh polos, culun, tapi sebenarnya dia itu cerdas loh :)
Penasaran ngga sama kelanjutan ceritanya? Jangan lupa vote n' komennya ya :)
Makasih,
Heenim ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Virtual Reality: How To Survive From Zombie
Ciencia FicciónBUKU #1 PERTAMA DARI VIRTUAL REALITY THE SERIES. [Update setiap hari Minggu] Sepuluh anak remaja gamers di berbagai negara terpilih. Mereka berkumpul di Indonesia untuk memenangkan permainan dari teknologi ciptaan Prof, Dr. Fuad, yaitu VR (Virtual...