Tiga

3.2K 104 0
                                    

Kegelisahan datang
Tak menentu kaulah rasa itu ada
Kegundahanpun melanda
Kala dia ada ataupun tiada
(Aku Wanita-Bunga Citra Lestari)

Semenjak obrolannya dengan Wulan tentang ia yang harus menekan kebaperannya itu, Alinka jadi seperti cewek linglung. Setiap kali lihat Reza dia jadi tambah nggak karuan. Walau sudah berkali-kali mengingatkan kalau nggak baik terlalu baper tapi Alinka tetap saja nggak kuat buat nggak senyum-senyum.

Reza itu nggak ganteng-ganteng banget sebenarnya, ganteng Devan kapten tim futsal malah. Sama Kak Ridho juga kalah berwibawa, tapi kalau lihat senyum manisnya Reza, semua orang bakal ketularan. Dia itu enak dipandang dan punya aura ceria yang dengan mudah memengaruhi semua orang untuk ikut ceria.

"Kenapa senyum-senyum gitu Lin?" tanya Mita teman sekelasnya.

"Eh nggak apa kok," jawab Alinka gugup karena ketahuan sejak tadi senyum-senyum sendiri.

Mereka sedang praktikum di Laboratorium Fisika yang kebetulan menghadap langsung ke lapangan. Di mana, ada Reza dan teman-temannya yang sedang olahraga. Uh, lihat Reza yang ketawa setelah berhasil memasukkan bola ke ring basket membuat dada Alinka jedag-jedug.

Ya ampun, manis banget sih senyumnya.

Reza itu anak IPS, padahal sebelumnya Alinka berharap banget bisa satu kelas pas di kelas dua belas nanti. Tapi sayangnya itu nggak akan pernah terwujud. Nggak mungkinkan tiba-tiba Reza pindah jurusan atau sebaliknya. Jadi harapan buat lihat Reza sebagai pengalih soal-soal try out nanti di kelas dua belas musnah sudah. Nggak ada harapan.

Alinka nggak bisa ngebayangin gimana jadinya nanti kalau mereka satu kelas. Pasti Alinka nggak bakal lagi tidur di kelas. Daripada tidur kan lebih baik menikmati ciptaan Tuhan dengan sebaik-baiknya. Nggak akan deh Alinka memubazirkan nikmat Tuhan. Seenggaknya kalau mereka bisa satu kelas kan, dia bisa punya alasan buat ngechat nanyain tugas misalnya, atau follow instagramnya dan minta folbek tanpa harus malu. Tapi ini, mau ngefollow aja rasanya malu. Takut kalau nanti ia dikira agresif dan buat Reza ilfil.

Ah, pokoknya semuanya bikin Alinka malu-malu bahagia. Alinka kan bukan tipe cewek agresif yang langsung chat cowok gitu aja. Dia itu tipe cewek yang kalau nggak ada urusan atau nggak ada kerjaan nggak pernah chatting. Dia juga canggung buat ngobrol sama orang yang baru dikenal.

Lalu tiba-tiba aja, di pinggir lapangan Reza duduk berdua sama cewek. Dan cewek itu ngasih minum sama Reza. Alinka mau kayak gitu. Ngasih perhatian buat Reza tanpa canggung. Ngobrol asik kayak mereka. Tapi apa daya, ngechat Reza aja Alinka nggak berani. Lihat mereka yang akrab bikin hati Alinka krenyes-krenyes. Masa harus patah hati lagi sih.

Berkali-kali Alinka mencoba mensugesti dirinya bahwa semua orang itu baik. Kalau ada cowok yang baik sama dia itu memang dasar setiap sifat manusia itu baik. Nggak semua cowok yang deketin atau ngajakin dia ngobrol itu tandanya dia suka. Nggak, itu karena mereka memang bersosialisai pada sesama. Tuhan, Alinka harus apa untuk menguatkan hati ini.

*****

"Za, nanti nonton Transformer : The Last Knight yuk di blitz?" ajak Emi teman sekelasnya yang baru pulang dari Australia setelah tiga bulan menjalani pertukaran pelajar di sana.

"Wah aku nggak bisa nih, nanti ada latihan futsal sama anak-anak sampe malem," jawab Reza tak enak hati menolak ajakan Emi.

"Ya udah, nanti nontonnya sehabis kamu latihan aja, nonton yang malem jam sembilan," ucap Emi masih dengan senyum menawannya.

"Jam sembilan? Nontonnya paling nggak dua jam, nanti baru keluar jam sebelas. Maaf ya, kitakan besok masih sekolah, dan juga aku nggak boleh pulang lebih dari jam sebelas malem. Maaf ya," jelas Reza.

"Alah, sekali-kalilah Za, pulang malem. Aku aja biasa pulang jam dua pagi nggak apa tuh," jawab Emi. Pantas saja, ini anak pasti telat terus masuk kelas, dan lagi kerjaanya di kelas cuam tidur. Nggak fokus dan selalu ngantuk.

"Tapi aku nggak bisa, sorry ya Em,"

"Alah Za, kamu itu cowok sekali-kali pulang malem nggak apa lah. Ini lagian juga cuma nonton nggak aku ajakin clubing," nada Emi yang mulai ketus membuat Reza tak nyaman. Memangnya kalau cowok trus dia harus pulang malam. Dia itu cuma nggak mau kalau pulang kemalaman nanti tidurnya juga kemalaman dan besok nggak bisa fokus sekolah karena ngantuk.

"Maaf Em, sekali lagi aku nggak bisa. Coba deh ajak yang lainnya aja ya," jawab Reza kalem sambil tersenyum tipis.

"Huh," dengus Emi lalu pergi. Emi itu termasuk cewek cantik yang cukup berprestasi cuma sayang sikapnya itu menyebalkan.

Reza sebenarnya nggak masalah untuk jalan malam, tapi pergi sampai larut malam dengan seorang cewek apalagi bukan siapa-siapanya itu nggak etis untuk Reza. Kalau memang cowok baik, pasti nggak akan bawa cewek pulang sampai larut malam. Ya, buat kesehatan aja deh, angin malam kan nggak bagus buat tubuh. Apalagi semakin malam juga resiko di jalan semakin tinggi, rawan kejahatan juga.

Lalu tiba-tiba mata Reza menangkap sosok cewek yang baru-baru ini menjadi bahan obrolannya dengan teman-temannya. Alinka. Iya cewek itu sedang fokus pada bandul yang sedang bergerak di depannya. Berhubung dia anak IPS dia tak tahu apa namanya itu.

Alinka memang cantik seperti apa yang dikatakan teman-temannya. Lalu dia menoleh kearah lain yang membuat rambutnya yang dikucir kuda itu ikut bergerak. Entah berbicara apa dengan cowok yang ada di depannya itu, tapi dari sini jelas terlihat Alinka yang tadinya fokus menjadi tertawa. Wajahnya yang tertawa itu sungguh manis.

"Bener, Alinka itu emang cantik," ucap Reza sambil tersenyum tipis.

"Za sini cepet, " panggil Devan yang berdiri di pojok lapangan.

Reza berlari menghampirinya. Jam olahraga telah selesai sejak tadi, tapi masih ada lima belas menit sebelum jam pelajaran berikutnya di mulai. Waktu ini sebenarnya difungsikan untuk mengganti seragam tapi biasanya digunakan anak-anak untuk jajan di kantin.

"Kenapa?" tanya Reza setelah sampai di hadapan Devan.

"Gue boleh minta tolong nggak?"

"Apa emangnya?"

"Tolong mintain izin rapat sama Alinka ya," pinta Devan. Devan itu pengurus OSIS yang cukup sering bolos rapat memang.

"Kok gue, biasanya si Arka," balasku.

"Arka hari ini izin, jadi lo aja deh yang bilangin ke Alinka. Yang lain mana berani deket-deket sama Alinka, pada nggak kuat iman nanti," jelas Devan. Kalau Devan yang izin langsung bisa-bisa nggak akan diizinkan karena terlalu sering bolos. Dia dulu cuma ikut-ikutan daftar OSIS, eh malah keterima beneran.

"Ya tapi kan gue nggak kenal Van," keluh Reza.

"Ya nanti sekalian kenalan biar kenal, oke. Gue cabut dulu, makasih ya Za," kata Devan sebelum berlari kembali ke kelasnya.

Reza bingung bagaimana ia harus ngomong sama Alinka. Ia nggak pernah kenal Alinka sama sekali. Reza sih sebenarnya suka ngobrol sama anak-anak cewek tapi ini Alinka, Raisanya sekolah dan temannya Wulan yang kejam.

Tapi kalau di pikir-pikir kenapa dia harus bingung kayak gini. Ngomong ya tinggal ngomong kan. Memangnya kenapa kalau Alinka itu Raisanya sekolah dan temannya Wulan yang kejam.

Nanti deh dia datangin aja Alinka ke kelasnya pas jam istirahat. Sekalian minta temenin Nino. Biar nggak canggung-canggung amat.


Apakah Alurnya terlalu lelet dan membosankan?
Bertele-tele?

PacaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang