Sepuluh

1.9K 69 0
                                    

Sejauhmu berlari hanya satu pilihan
Hadapilah hidupmu, terima nasibmu, dia tak cinta kamu
(Dia Tak Cinta Kamu - Gloria Jessica)

Harapan Reza untuk setidaknya memiliki seorang teman berjenis kelamin perempuan musnah. Sejak insiden di koridor waktu itu, Reza tak pernah lagi bersapa dengan Alinka. Bahkan, Alinka yang suka tersenyum ramah saat melihatnya kini tak lagi. Alinka seolah menghindar darinya.

Reza tahu seharusnya dia tidak bisa merasa seperti ini, mereka tidak punya hubungan apapun. Mereka tak pernah terhubung dalam apapun. Tapi rasanya Reza menyesal tidak bisa akrab dengan Alinka.

"Alinka tadi habis di anter cowok ganteng banget. Siapa ya?" tanya seorang gadis pada gadis lainnya. Saat ini Reza sedang berada di depan ruang guru sehabis mengumpulkan tugas tak sengaja mendengar obrolan mereka yang sedang berada di lobi.

"Nggak tahu, tapi mereka cocok banget sih," ucap salah satunya.

"Bakal heboh SMA kita kalau sampai bener, siap-siap aja sosmed kita jebol #haripatahhati4," canda gadis satunya lagi.

Apa itu cowok yang sama kayak yang dulu di lihatnya pas nobar dulu. Kalau benar, pasti hubungan mereka lebih dari temankan. Mereka memang terlihat akrab dan dekat, jadi bukan hal nggak mungkin kalau mereka itu pacaran. 

"Za, lo mau bolos?" tanya Gio yang tadi ikut membantu mengumpulkan tugas.

"Nggaklah, kenapa emangnya?" tanya Reza bingung ditanyai seperti itu.

"Lah, ini ditungguin nggak balik-balik. Gue kira mau bolos karena sekarang jam nya Bu Siska yang pastinya serem banget," jawab Gio sambil berjalan menuju kelasnya.

"Enggak, gue masih kuat kalau sama Bu Siska doang, kalau sama Pak Han tuh nggak kuat, mending tidur," ucap Reza bercanda. Bu Siska itu guru geografi yang bikin peta Jakarta aja ribet banget, sedangkan Pak Han itu guru sejarah yang sekalinya jelasin kayak lagi dongeng sebelum tidur.

"Hahaha, hina lo," lalu tawa mereka berhenti saat akan masuk kelas.

Reza bisa melihat Alinka yang berdiri di ujung koridor sambil memegang telepon di telingannya. Lalu tatapan mereka bertemu, Alinka hanya tersenyum tipis lalu mengalihkan pandangannnya dan kembali sibuk bicara dengan orang di seberang.

Interaksi mereka bahkan lebih buruk ketimbang saat awal-awal mereka kenal. Reza menghela napas panjang, lalu menyusul Gio yang sudah lebih dulu masuk.

*****

Mamanya kemarin masuk rumah sakit untuk operasi kista yang ada di rahimnya. Walau dokter bilang semuanya akan baik-baik saja, tetap saja Alinka merasa khawatir. Lalu tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Mas Rega, nama itu muncul di display panggilannnya.

Setelah izin pada guru yang mengajar untuk mengangkat telpon penting dari keluarganya. Ia lalu keluar kelas.

"Halo mas," sapa Alinka.

"Mas, udah sampai rumah sakit lagi. Mama baru aja masuk ruang operasi. Mas cuma mau ngabarin aja, doain mama biar operasinya lancar ya. Nanti pulang sekolah Ares bakal jemput. Jadi tungguin dia aja kalau pas kamu pulang dia belum ada," jelas kakaknya di seberang.

Pandangan Alinka tak sengaja menemukan sosok Reza yang berdiri di depan kelasnya. Entah darimana cowok itu. Tapi itu bukan urusannya. Alinka sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk nggak memberi harapan atau apapun pada hatinya. Reza hanya akan menjadi teman satu angkatannya yang ia kenal sebatas nama. Mereka cuma teman satu angkatan. Nggak lebih. Setelah melempar senyum tipis, ia kembali berbicara pada kakaknya.

"Iya, nanti mas mau aku bawain apa?" tanyanya.

.....

"Ya udah, aku masuk kelas dulu ya," ucapnya lalu sambungan terputus.

Jadwal operasi mama harusnya minggu depan, tapi jadwalnya jadi hari ini karena mama kesakitan dan dilarikan ke rumah sakit semalam. Saat itu, ia hanya berdua dengan mama di rumah.

Papa Alinka sedang dinas di luar kota, dan baru bisa datang pagi ini. Sedang kakaknya baru tiba di Jakarta subuh tadi dengan Ares yang menemaninya. Entah bagaimana mereka bisa tiba bersama. Iya, Ares bolos lagi untuk menemani tantenya yang sudah ia anggap sebagai ibunya.

Ares sangat dekat dengan mama, karena sejak kecil mama berperan sebagai ibu Ares. Mama Ares adalah wanita karir yang jarang sekali di rumah. Mereka hanya bisa berkumpul beberapa minggu sekali. Makanya Ares itu sering ke rumahnya atau bahkan kabur entah kemana. Semata hanya untuk menarik perhatian orang tuanya.

Tapi akhir-akhir ini Ares sudah tidak ilang-ilangan lagi. Sekalinya pergi pasti ke rumah Alinka. Dia lelah terus-terusan kabur hanya untuk sebuah perhatian. Toh, dia bisa mendapatkan semuanya selain itu. Jadi Ares sekarang menjadi sosok yang sudah tak peduli apakah orang tuanya akan pulang atau tidak. Biarlah mereka mengurusi hidupnya masing-masing.

"Gue nanti dateng sorean ya sama mama," kata Wulan saat mereka sedang berkemas untuk pulang.

"Iya, nggak papa," ucap Alinka tersenyum. Tadi Ares sudah mengirimnya pesan kalau di akan sedikit telat.

"Mau di temenin nunggu Ares nggak?" tawar Wulan.

"Nggak usah, udah sana pulang aja," tolak Alinka.

"Bener ya, ya udah gue pulang dulu. Salam buat semuanya," ucap Wulan pada Alinka. Wulan sudah kenal anggota keluarga Alinka.

"Heem, hati-hati ya," jawabnya sambil melambaikan tangan.

Alinka duduk di halte tunggu yang di sediakan sekolah untuk menunggu jemputan. Alinka kenal dengan beberapa orang di sini, tapi Alinka sedang enggan untuk basa-basi. Di otaknya dia hanya ingin cepat sampai di rumah sakit dan melihat mamanya.

"Alin," panggil seseorang. Reza, lagi-lagi cowok itu.

"Hai Za, kok belum pulang," tanyanya. Tetap saja di dekat Reza membuat dirinya gugup.

"Belum, lagi nungguin Devan dulu. Kamu di jemput?" tanya Reza. Berarti benar ucapan cewek-cewek di lobi tadi kalau Alinka hari ini di antar seorang cowok.

"Iya, eh itu udah di jemput. Duluan ya Za," pamitnya sambil berdiri untuk pergi.

Ares itu tukang tebar pesona. Setelah membunyikam klakson sekali, bukannya menunggu Alinka untuk datang, ia malah keluar. Nyebelin, pasti dia mau tepe-tepe nih.

"Ngapain keluar sih, ayo cepetan," ucap Alinka sambil menarik tangan Ares.

Adegan itu tak terlewatkan oleh Reza. Reza jelas melihat Alinka menggandeng tangan cowok yang sama dengan yang dilihatnya saat nobar dulu.

Jadi, Alinka benar-benar punya hubungan khusus dengan cowok itu ya?

Reza menghela napas dan beranjak pergi dari sana. Alinka berhak dengan siapa saja. Jadi kenapa dia harus kesal?

Ukh, flat banget ya. Ini nih kenapa aku lebih suka nulis cerpen yang panjanganya  2000-3000 kata. Nggak kuat harus nulis banyak. Tapi tenang ini akan di tulis sampai ending kok. Semoga ada yang suka 😊.

PacaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang