[DUAPULUH LIMA]
SEMAKIN Shanin memperlihatkan kedekatannya dengan genk Arga, semakin berkurang orang-orang yang membully Shanin di sekolah.
Bahkan ia hampir dapat menghirup oksigen dengan bebas akibat dikeluarkannya Abby dari sekolah ini. Itu artinya ketenangan yang ia impi-impikan sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Dan Shanin sangat bersyukur karna hal itu.
Jam istirahat sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu dan Shanin yang kali ini tak berniat untuk ke kantinpun nampak pergi ke lapangan olahraga. Niat awalnya kesini adalah untuk mencari Arga dan kawan-kawannya yang biasanya sedang bermain bola basket—lebih tepatnya merusuh anak-anak yang tengah bermain basket dengan cara mengusir atau mengancam.
Namun sejauh mata memandang, Shanin tak melihat batang hidung dari ketujuh cowok itu. Yang ada hanya anak-anak basket asli yang tengah bermain di lapangan. Itu juga tanpa Al, si anggota di club basket itu juga kali ini tak menjalankan latihan dengan timnya.
Dengan rasa penasaran yang menumpuk, iapun terlihat mengeluarkan ponselnya dari dalam kantong bajunya, setelah itu ditekanlah panggilan cepat nomor satu yang langsung terhubung ke nomor telfon Richard.
Cukup lama Shanin menunggu Richard mengangkatnya hingga suara bariton cowok itu mulai terdengar.
"Ha-lo?" Suara serak dengan volume yang sangat kecil dari bibir Richard terdengar.
Kening Shanin berkerut, merasa ada yang salah dari suara cowok itu, "Halo? Richard dimana?"
"Gu- uhuk uhuk," cowok itu terbatuk, "gue di tempat tongkrongan. Kenapa?"
Mendengar suara tak beres Richard membuat Shanin merasakan hal yang tak enak, "Richard kenapa? Kok batuk-batuk?"
"Ehm, Nin? Bisa--tolong kita gak?" Lagi, Shanin mendengar suara serak Richard lagi. Dan kali ini ia benar-benar yakin kalau sedang ada yang tak beres.
"Tolong? Tolong apa? Richard gak apa-apa?" Gadis itu bertanya khawatir dengan kuku yang sudah masuk kedalam mulut.
"Jemput kita, kita gak ada yang kuat nyetir."
"Dimana? Richard kenapa, sih? Nakutin Shanin, ih!" Omelnya dengan jantung yang sudah berpacu cepat disertai kakinya yang tak bisa diam.
Terdengar Richard yang tertawa walau diakhiri dengan batuk lagi, "Nanti gue share location. Bisa?"
Otak gadis itu sempat berfikir, disatu sisi ia takut kalau membolos sekolah lagi, tapi disisi lain ia juga tak bisa mengabaikan seorang pahlawannya yang tengah meminta tolong kepada dirinya.
"Bisa! Share lokasinya, sekarang!"
^~^~^
Begitu sampai pada alamat yang tadi Richard kirim, mata Shanin langsung disambut oleh pemandangan tak menyenangkan. Bagaimana tidak, kini dihadapannya terdapat tujuh cowok tampan yang tengah tergeletak tak berdaya di tanah dengan wajah lebam dan darah dibagian hidung juga bibirnya.
Shanin benci darah, bahkan trauma dari insiden beberapa hari lalu masih terus terngiang di kepalanya, dan lagi-lagi ia harus berurusan dengan hal satu itu.
Tanpa mau berfikir lebih, gadis yang kini masih mengenakan seragam sekolahnya itupun segera menghampiri orang terdekat dari posisinya. Dan dia adalah Steve.
Cowok yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu terlihat mengeluarkan ringisan-ringisan kecil dari bibirnya yang sudah mengeluarkan darah segar disudutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shanin's Diary (Open Pre-Order)
Teen Fiction#6 in teenfic - 9 Mei 2018 [FOLLOW SEBELUM MEMBACA! BIASAKAN HARGAI KARYA ORANG DENGAN MEMBERIKAN DUKUNGAN KEPADA PENULISNYA] [PLAGIAT AKAN MENDAPATKAN SANKSI, JADI HATI-HATI^^] Siapa yang tak mengenal 7 cowok tampan tapi nakal yang terdiri dari Arg...
