[LIMA]
PERKATAAN Abby mengenai 'tak akan membullynya lagi' nyatanya benar-benar wanita itu buktikan. Abby dan semua teman-temannya memang tak pernah lagi membullynya, tapi menjadikan banar-benar layaknya seorang 'babu' dengan garis bawah tanpa bayaran a.k.a sukarela.
Sudah sekitar tiga hari ini Shanin melayani apapun permintaan bossnya itu, termaksud mengerjakan tugas-tugasnya, membelikannya makanan, membawakan tas, membersihkan sepatu, sampai hal yang tak penting seperti membukakan bungkus permen karet. Apa untuk hal segampang itu ia tak sanggup?
Dua jam lebih.
Sudah dua jam lebih Shanin berjalan di aspal tanpa menggunakan sepatu sekolahnya. Kaki cantiknya itu hanya di balut kaos kaki yang sekarang sudah nampak lusuh meminta untuk di buang. Sewaktu Shanin selesai membawakan tas Abby dan ketiga kacungnya, wanita ular itu meminta sepatu Shanin dengan alasan menyukainya. Bahkan ukurannya saja tak sama melihat kaki Abby yang cukup besar dari miliknya, niat awal Abby tidak lain dan tidak bukan pasti untuk mengerjainya.
Shanin berjalan menelusuri gelapnya malam, jam sudah menunjukan pukul 11 tapi gadis itu masih terlihat memakai baju seragam sekolahnya yang sudah kusam dan bau keringat.
Ia baru saja dari rumah Abby dan benar-benar menjadi 'babunya' untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang sangat banyak. Belum lagi tadi Shanin di perintahkan untuk mengepel lantai, bayangkan saja tangan kecil Shanin mengepel rumah bertingkat tiga milik Abby. Lengannya tak putus saja masih untung.
Shanin memandangi sekeliling jalan yang menurutnya sangat asing, ia baru pertama kesini dan Abby dengan teganya menyuruh Shanin agar pulang sendiri dengan alasan mobilnya rusak. Rusak darimananya kalau tadi Bunga—salah satu kacung Abby—baru saja memakainya untuk pergi membeli alkohol yang sungguh banyak. Sepertinya mereka akan mengadakan pesta, jadi pulang tanpa harus berdebat dengan Abby agar mengantarnya adalah jalan paling aman sebelum wanita itu menendangnya.
"Emang tadi lewat pasar gini?" Shanin memandang sekitarnya dengan bingung, ia ragu untuk melanjutkan langkahnya atau tidak.
Belum lagi karna suasana pasar ini yang sudah gelap dan sepi, jelas saja, siapa ada yang mau berdagang jam segini?
"Aduh Shanin, bener gak sih? Jalan rayanya tuh mana?" Shanin menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, rasa panik mulai menghantuinya. Belum lagi karna ponsel miliknya yang tak ada signal, membuatnya tak bisa memesan taksi atau ojek online.
Dengan kaos kaki yang sudah nampak kotor akibat berjalan di aspal, Shanin mencoba untuk menjadi cenayang dengan menerka-nerka asal arah menuju jalan raya. Namun semakin sok tahu, nyatanya membuat Shanin semakin lupa arah dan tersesat hingga membuat dirinya semakin masuk ke tempat yang tak jelas.
Keadaan yang remang-remang karna minimnya lampu jalan ditambah waktu yang semakin malam membuat keringat dingin Shanin keluar walau dirinya sudah mencoba untuk tetap tenang dan tetap mengandalkan insting untuk keluar dari tempat terkutuk ini.
"AWH!!"
Samar-samar Shanin mendengar suara seseorang yang berteriak mengaduh, membuat Shanin dengan refleks membalikan badan dan mempertajam penglihatannya. Ia bahkan sempat menyipitkan matanya untuk mencari dimana sumber suara yang ia yakini benar-benar ada. Namun gadis itu tak menemukan apapun, ia pun mencoba untuk berbalik badan dan beranjak pergi dari sana dengan langkah seribu.
"AWH! BANGSAT!"
Sebuah teriakan yang di akhiri dengan umpatan penuh amarah kembali terdengar di telinga Shanin, dan kali ini ia benar-benar yakin bahwa suara yang ia dengar bukanlah delusi semata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shanin's Diary (Open Pre-Order)
Fiksi Remaja#6 in teenfic - 9 Mei 2018 [FOLLOW SEBELUM MEMBACA! BIASAKAN HARGAI KARYA ORANG DENGAN MEMBERIKAN DUKUNGAN KEPADA PENULISNYA] [PLAGIAT AKAN MENDAPATKAN SANKSI, JADI HATI-HATI^^] Siapa yang tak mengenal 7 cowok tampan tapi nakal yang terdiri dari Arg...
