38• Kepastian

79.4K 5.4K 195
                                        

[TIGAPULUH DELAPAN]

SHANIN sibuk mengubrak-abrik barang di dalam tas ranselnya. Sudah sekitar dua jam ini, gadis berbaju tidur dengan motif bunga-bunga itu mencari ponselnya yang mendadak lenyap di telan bumi.

Bahkan kamar Arga yang luasnya melebihi lapangan bola itu saja sudah hancur lebur, karna Shanin yang berusaha mencari ponselnya ke setiap sudut.

"Yaampun, Shanin tuh taro dimana, ya?" Untuk yang kesekian kalinya, Shanin kembali bertanya pada dirinya sendiri.

Rambut berantakannya sudah nampak semakin hancur karna gadis itu yang sesekali menggaruknya ganas sangking frustasinya. Pasalnya, seharian ini kedua orang tuanya itu belum diberikan kabar.

Jadi ketakutan Shanin hanya satu, takut membuat Via khawatir dengannya dan berdampak buruk pada kondisi kesehatannya.

"Shanin kok pelupa banget, heran!" Gerutunya kembali, "Oke! Kita reka ulang!"

Gadis itu bangkit dari lantai berkarpet itu dan berjalan menuju kamar mandi.

"Tadikan Shanin mandi sambil dengerin lagu, ya? Abis itu---" matanya menjelajahi seisi kamar mandi dan berakhir di kloset duduk yang tertempel di dinding, "GAK MUNGKIN MASUK KE KLOSET, KAN!?"

Dan di detik berikutnya, ia terlihat tertawa heboh sembari menggeleng pasti, "Gak mungkin, lah! Sejak kapan Shanin main ponsel di kloset?"

Pencariannya pada kamar mandi berakhir, langkahnya menuju meja rias besar berwarna hitam yang malah Arga isi dengan berbagai macam buku majalah mengenai motor, "Terus Shanin bawa kesini, deh kayaknya? Dimana pula si pipih?"

Matanya sibuk menjelajahi tiap sudut meja itu dan malah berakhir pada satu set kecil kotak p3k yang terletak di atas tumpukan majalah.

Keberadaannya mengakibatkan Shanin kembali mengingat tentang luka yang cowok itu dapat pada pagi tadi.

Shanin melirik jam dinding, pukul satu malam. Kemungkinan besar si tampan belum tidur, jadilah niatan Shanin itu segera di sambut baik oleh anggota tubuhnya yang lain.

Tangannya meraih kotak kecil itu dan kakinya segera beranjak keluar. Sementara sang otak yang sudah mengepul karna dua jam berfikir keras itu terlihat melupakan pencariannya sejenak.

Pertama-tama Shanin pergi ke mini bar di ruang tengah, tempat favorit Arga. Namun matanya malah tak menemukan ada satupun orang di sana.

Tempat kedua yang Shanin tuju adalah dapur. Perjalan Shanin dengan di temani wajah kusut dan rambut berantakan itu terhenti ketika samar-samar telinganya mendengar suara seseorang.

Dan begitu sampai pada dapur, sosok Arga terlihat tengah berbincang dengan seseorang di dalam telfon.

Dari jarak yang lumayan jauh, Shanin dapat melihat rahang cowok itu yang mengeras. Tangannya terkepal di atas meja makan dengan kelopak mata yang tertutup.

Entah dengan siapa cowok itu berbincang, yang jelas saat ini Arga tengah dilanda rasa kesal yang luar biasa.

"Saya juga tidak akan menghubungi anda jika Ayah saya sedang sehat."

Kalimat baku dengan penuh penekanan di setiap katanya terdengar asing di telinga Shanin. Urat-urat di tangan Arga semakin terlihat menonjol, memaksa keluar dari dalam kulit.

Shanin's Diary (Open Pre-Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang