19• Keganasan Abby

83.2K 6.4K 281
                                        

[SEMBILAN BELAS]

ABBY gerah.

Gerah melihat kebersamaan Shanin bersama dengan sebuah genk yang menurutnya bukanlah tandingannya. Wanita itu selalu mencari celah untuk 'mengambil' Shanin dari para pangeran-pangeran tampan itu, namun nyatanya hal itu sangat susah. Karna Shanin selalu saja menempel pada salah satu dari ke tujuh lelaki yang memiliki cap mengerikan itu.

"Itu Shanin kenapa bisa gabung ke genk Arga deh?" Pertanyaan Trista mengalihkan tatapan ingin menerkamnya Abby pada Shanin yang kini tengah berada di pinggir lapangan bersama Arkan, entah apa yang membuat Arkan mendatanginya sewaktu istirahat tadi. Padahal Abby sudah berlari menuju kelas Shanin. Namun ternyata ia kalah cepat.

"Kayaknya dia jadi jablaynya mereka deh, makanya bisa ikutan gabung," sambung Leah yang kini mengembalikan pandangan Abby kepada Shanin.

"Gue gak perduli sama mereka, hari ini, ada atau tanpa anggota genk Arga, gue bakal bunuh itu anak," sisi psikopat Abby kembali, diremasnya botol aqua yang tengah ia genggam hingga membuat botol itu remuk.

"Lo yakin? Mereka bisa aja mukul lo, lo tau kan gimana rombongannya Arga?" tanya Trista tak yakin.

"Gue gak perduli, asal gue udah ngelampiasin dendam gue sama cewek bangsat itu. Gue gak perduli mau mereka bunuh gue sekalipun karna ganggu mainannya."

"Lo gila, By. Gue akuin itu," Leah merespon lagi, "Kalo lo di keluarin?"

"Gue juga gak perduli, nyokap gue bisa pindahin gue ke sekolah lain."

Tiba-tiba Abby nampak bangkit dengan pupil yang membesar, melihat kepergian Arkan dari sisi Shanin yang membuat gadis itu kini sendirian di pinggir lapangan, "Kalian tau kapan gue mau bunuh dia?"

"Kapan?" tanya Trista.

Senyum di bibir wanita itu mengembang, "Sekarang."

Dan setelahnya, kaki Abby mulai melangkah menuju Shanin. Gadis itu terlihat sedang menunggu Arkan yang katanya ingin mengambil bola basket dan mengajarinya, jadi di sinilah ia. Berdiri di pinggir lapangan dengan wajah menunduk, tak tahan dengan tatapan semua orang yang mengarah padanya, bertanya-tanya mengenai anak kucing yang kini sedang mulai bergaul dengan sekumpulan anak macan.

Tiba-tiba ia merasakan nyeri di kepalanya, belum sempat ia melihat siapa orang yang sudah menarik rambutnya dengan kencang, orang tersebut sudah kembali menarik rambut panjangnya menuju tengah lapangan. Hanya ringisan kesakitan saja yang bisa Shanin keluarkan sekarang.

Begitu dilepasnya tarikan rambut itu, kini ia barulah bisa melihat siapa orangnya. Dan begitu mengetahuinya, dirinya nampak tak kaget lagi. Sudah biasa, benar?

"Kalopun gue mati hari ini, asalkan lo juga mati, gue gak masalah," Abby berkata tajam, menatap Shanin lekat-lekat dengan penuh kebencian.

Seolah-olah di sekeliling gadis itu terdapat aura hitamnya, "Lo mati hari ini, Nin." Kata-kata terakhir Abby sebelum gadis itu menendang perut Shanin menggunakan kaki kanannya.

Benar-benar menendangnya hingga membuat tubuh mungil itu jatuh kebelakang dengan terbatuk-batuk menahan sakit. Dan kelakuan Abby tadi segera mendatangkan para penonton yang berkerumun mengelilingi mereka berdua.

Setelah membuat Shanin tertidur di atas lantai berlapis semen itu, Abby masih terlihat belum puas. Iapun dengan lantang berjalan ke arah Shanin yang masih dalam posisinya kemudian menduduki perutnya. Tangan kanannya nampak menampar pipi kanan Shanin, sedang yang kiri kembali menarik rambut Shanin. Dan apa reaksi sang korban? Pasrah. Ia tak ada kekuatan dan keinginan untuk melawan setan di atasnya itu.

Shanin's Diary (Open Pre-Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang