Kota Santri

3.7K 215 12
                                    

Jam 5 pagi sudah sangat rame di luar, terlihat santri-santri yang berbondong-bondong memasuki masjid untuk salat subuh, aku juga sudah siap dengan mukenna, dan - - - subhanallah, suamiku ganteng sekali dengan surbannya.

"Alina udah siap?" dengan senyuman khas nya. Aku benar-benar terpesona dengan pemandangan yang sekarang aku lihat.

"Alina!" panggilnya kembali, melihat aku tidak ada respon

"I iya iya, kenapa bang?"

"Hmmm, Alina kenapa sih?"

"Abang ganteng banget, ups" aku langsung menutup mulutku yang keblablasan, duuh malu banget. Bang adli terkekeh mwlihat tingkahku

"Sabar ya, kan masih subuh, nanti malam kit--" belum habis dia mengucapkan kata-katanya aku langsung memotongnya.

"Alina udah siap abang, ayo kita ke mesjid, nanti telat". Aku langsung memakai sandal dan sedikit berlari menghampiri umi. Bang Adli masih terkekeh di belakangku.

Masjidnya rame sekali, semuanya sangat teratur, aku berdiri di sebelah umi, setelah iqamah kami pun berdiri siap menunaikan salat subuh berjama'ah. Saat takbir pertama terdengar, air mataku jatuh. Itu suara suamiku, orang yang aku cintai karena Allah, dia mengimamkan seluruh jama'ah di sini, subhanallah, aku sangat bersyukur  ya Allah.

*****

Ada banyak kejutan yang aku dapatkan dari suamiku, hal-hal yang tidak pernah ku bayangkan sama sekali. Sekarang masih jam 06:15, langitnya masih gelap. Santri-santri mulai masuk ke bilik-bilik mereka untuk bersiap-siap. Bang Adli mengajakku ke sebuah gedung. Aku tidak tau namanya, dia mwmbawaku ke lantai palong atas, dimana Tidak ada orang di sini, tidak ada atap atau dinding sama sekali. Aku sangat takjub dengan pemandangan yang aku lihat, terlihat seutas cahaya matahari yang mulai menampakkan dirinya tanda dunia akan segera terang.

Bang Adli berdiri di sebelahku, kemudian dia memutar badannya 90° hingga sekarang posisi kami berhadapan.
"Alina!" panggilnya lembut

"Hmm"

"Allah akan menjadi saksi kita berdua, Alina adalah orang yang Allah pilih untuk melengkapi hidup abang, menemani hari-hari abang, menyejukkan hati abang, dan ibu bagi anak-anak abang kelak. Alina akan menjadi satu-satunya wanita yang menjadi permaisuri abang, maafkan abang karena pernah membuat air mata Alina mengalir karena abang, membuat Alina sakit hati karena abang, abang ingin alina senantiasa bersama abang, gemerlap harta tiada artinya tanpa senyummu bidadari, pandangan sendu mu lebih indah dari pelangi setelah hujan, suaramu lebih merdu dari kicauan burung di pagi hari, rasanya Allah telah memberiku seorang bidadari surga untuk menjadi ratu di hatiku."
Dia menatapku dalam, air mataku mengalir bukan karena sedih, tapi aku terharu, aku bahagia bersamanya. Dia memegang tanganku seakan tak ingin aku pergi walau hanya sedetik.

Bang Adli menghapus air mataku dan berkata " Ana uhibbuki fillah, istriku". Subhanallah aku langsung berhambur ke pelukannya.

" Alina juga mencintaimu karena Allah suamiku ". Balasku dalam dekapan peluknya.

Menyenderkan kepala di dada bidangnya, tangannya merangkul bahuku, kami menikmati pemandangan yang sungguh indah, terasa matahari juga ikut tersenyum melihat cinta kami.

*****

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, ada banyak hal yang aku dapat di tanah Aceh ini, pelajaran yang sangat berharga. Di sini kami selalu berjamaah di lima waktu salat, mengikuti pengajian, orang-orang di sini sangat ramah, walau terkadang aku tidak mengerti apa yang mereka katakan, jelas saja, kalau mereka menggunakan bahasa Aceh, aku akan selalu mengerutkan keningku karena aku tidak mengerti sama sekali.

Melihat kemesraan umi dan waled, sungguh sangat menyejukkan hati.

" Hey" seseorang menarik hidungku

"Aww, abang!" nampak mulutku yabg manyun, dia hanya terkekeh melihat hidungku memerah karena ditariknya.

"Liatin apa sih, orang negur kok gak di jawab"

"Tuh" aku melihat ke arah umi dan abi yang sedang bersenda gurau di ruang tamu bersama beberapa ustaz di sini.

"Hmmm" dia hanya manggut2

"Mesra banget abang yaa"

"Iya"

"Alina pengen deh kita kaya gitu sampe akhir hayat" aku melihat ke arah suamiku

"Amin" dia ikut mengaminkan do'aku

"Abang" panggilku,

"Hmm"

"Gimana mama dan papa bisa berteman dengan umi sama waled?" tanyaku penasaran.

"Dulu, mereka bertemu di Mekah saat melaksanakan ibadah haji, mama sama papa dekat sekali dengan umi dan waled, mereka juga jadi gurunya mama sama papa" bang adli menerangkan, sedangkan aku hanya ber ooh riya.

"Udah bisa masak kuah plik u belum?" tanyanya kembali

"Udah dong, kan umi yang ngajarin" dengan menunjukkan sederet gigiku

"Baguslah, jadi kalau mau makan kuah plik ga usah jauh2 ke Aceh deh"

"Tapi buatnya lumayan susah bang, bakalan butuh banyak bantuan kalau aku harus buat di rumah nanti".

" tenang aja, abang siap membantu" dengan ekspresi orang hormat bendera merah putih waktu upacara, aku terkekeh melihatnya seperti itu.
Dia pun ikut tertawa juga.

"Alina, barang-barang udah di packing semua belum? Kita harus berangkat ba'da subuh besok" Iya, kami akan pulang besok pagi, karena bang Adli dihubungi oleh kantornya untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan.

"Udah, udah Alina packing semuanya"

"Maaf ya, abang gak bisa bantu, tadi abang nemenin waled ceramah di masjid"

"Iya, gak pa pa, cuma packing doang kok, lagian itu udah jadi tugas Alina sebagai istri"

Besok gak ada lagi suasana seperti ini, padahal aku udah berasa jadi santri lo, pasti bakalan rindu ni sama Aceh, tanah serambi Mekah.

####

Author

Kali ini aku memperkenalkan tanah kelahiran aku ni, iya, ACEH, yang orang sebut -sebut tanah serambi Mekah.

Alina sama Adli udah berkunjung tu, readers gimana? Hehe.

Maaf ya! Makin ga jelas aja ni ceritanya. Hehe.

Jangan lupa di vote ya!

Engkau Jawaban Istikharahku√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang