Hiruk pikuk perkotaan terkadang membuat seseorang lebih cepat lelah. Melihat lalu lintas yang carut marut membuat penat itu semakin menjadi. Senja sudah hilang menghamparkan langit pekat malam yang mengambil alih atap kehidupan.
Reynand lelaki itu duduk dibalik kemudi. Jemarinya mengetuk - ngetuk stir mobil dengan tidak sabar. Tangannya yang mencengkram erat kemudi menampakan jelas bercak merah akibat ulah Aisyah tadi pagi.
Entah kenapa mobilnya tidak melaju kearah rumahnya melainkan ke arah pesantren As - sidik. Dia ingin menghabiskan malam ini disana.
Gerbang pesantren terbuka. Jam sudah menunjukan setengah sembilan malam. Di lihat para santri mulai berbondong - bondong untuk kembali ke pondok mereka.
Reynand keluar dari mobilnya. Melangkahkan kakinya menuju mesjid besar ditengah - tengah pesantren ini. Dia melepas alas kakinya, masuk lebih dalam ke mesjid besar ini.
Dia melihat ustadz Ihsan sedang duduk menghadap kiblat. Kepalanya terlihat tertunduk begitu khusyuk. Dengan ragu Reynand menghampirinya dan duduk disampingnya.
Rey, mendengar suara lirih Ihsan sedang berdzikir. Rey, melihat air mata merembes membasahi pipi ustadz itu juga janggut tipisnya. Ada apa dengan ustadnya ini? Urung, Rey ingin menyapa Ihsan. Dia bingung, harus bagaimana.
"Saya tidak kenapa - kenapa." Ujar suara penuh wibawa itu memecah keheningan.
Ihsan mengusap air mata di wajahnya. Dia menepuk pundak Rey. Rey hanya tersenyum canggung.
"Biasanya kamu kesini kalau ada apa - apa? Kenapa saudaraku?" Tanya Ihsan.
Rey mengangguk pelan. Mata dukanya masih terlihat jelas oleh Ihsan.
"Kamu belum juga bisa menerima rupanya." Tebak Ihsan.
Rey, tidak menyela karena memang itulah kenyataannya. Tentang Kinara benar - benar menguasai seluruh jiwanya.
"Saya memutuskan mencintai adiknya Nara, Kirana. Saya berniat serius Ustadz." Papar Rey.
Rey, melihat kedalaman mata Reynand yang terlihat sendu. Ada luka disana.
"Tapi kenapa saya melihat luka itu dimatamu? Jika ini keputusanmu kenapa kamu sendiri terlihat ragu."
Reynand memejamkan matanya.
"Ada seorang perempuan hadir dikehidupanku. Baik akhlak juga agamanya tapi saya mendorongnya jauh - jauh."
"Disaat saya mendorongnya jauh - jauh entah kenapa hati saya, saya tidak mengerti ustadz tapi keputusan saya tidak akan saya langgar. Saya akan menjaga orang - orang yang Kinara tinggalkan." Sambung Rey lagi terlihat bingung.
"Jika itu sudah prinsipmu. Ya jalani saja.Dilihat dari penjelasanmu sepertinya Hati kamu disini gak penting dibandingkan tanggung jawab kamu ke keluarganya Kinara kan? Kebahagiaan itu luas definisinya. Saya tidak akan berpendapat kali ini, kamu yang lebih tahu hidupmu sendiri."
Rey hanya mengangguk. Sebetulnya dia tidak ingin jawaban seperti itu yang keluar dari mulut Ihsan.
"Kamu kecewa atas jawaban saya karena tidak sesuai harapanmu?" Tebak Ihsan tepat sasaran.
Reynand diam, wajahnya terlihat mampu dibaca begitu mudah oleh ustadz satu ini.
"Saudaraku. Penggerak jiwamu adalah dirimu sendiri. Pilihan takdirmu adalah pilihanmu sendiri. Sesekali dengarkan nasehat yang diucapkan lirih oleh jiwamu tapi diri tidak mau mengerti."
"Rabbmu itu dekat, Ia menasehatimu tiap waktu tapi nasehat itu diberi abai mentah - mentah dari kebanyakan manusia. Bukankah firmannya sudah jelas Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah: 186).

KAMU SEDANG MEMBACA
Siluet Hati
SpiritualKeterkaitan story #5 Reynand Bagaskara Hardinata. Seorang lelaki yang menurut orang begitu sempurna. Tapi menyimpan duka kehilangan yang teramat dalam sampai dia di pertemukan dengan perempuan yang bertolak belakang dengan dirinya juga hidupnya. Apa...