Malam ini ruangan pimpinan perusahaan besar ini begitu riuh terdengar. Suara gelak tawa Reynand terdengar nyaring karena suasana kantor sudah sepi. Hanya ada beberapa karyawan saja yang masih lembur termasuk Aisyah yang sedang menutup wajahnya karena malu.
"Direktur, Udah dong ketawanya." Rajuk Ai.
Reynand tidak mampu menghentikan tawanya. Saat melihat wajah malu Aisyah tawanya akan meledak kembali.
"Kamu tahu Aisyah, segala tentangmu selalu membuatku bingung sendiri. Disini, selalu ada yang bergetar aneh." Ujar Rey menyentuh dadanya tanpa sadar.
Aisyah memerhatikan Reynand sambil berkedip - kedip tidak mengerti. Sadar, ditatap begitu tajam oleh Aisyah dan menyadari ucapannya barusan, Rey menghentikan tawanya.
"Ehem. Maksud saya sepertinya saya punya gejala penyakit jantung Ai, jadii emm..yahh..mendapati tingkahmu begitu,,bikin dada saya begitu." Rey mencoba menjelaskan dengan wajah yang sudah memerah.
"Saya tidak menyukaimu Ai, Jangan terbawa perasaan setelah mendengar ucapan saya tadi." Elak Rey untuk kesekian kalinya.
Tiba - tiba wajah Aisyah memerah, matanya berkaca - kaca. Reynand heran. Apa dia menyakiti gadis ini? Ahh, dia seharusnya tidak berbicara seperti tadi.
"Maafkan Aisyah direktur, Kalau memang sikap Aisyah buat gejala jantung Direktur semakin parah, pecat saja Aku. Gak papa. Ai, Tidak mau Direktur meninggal." Ujar Aisyah lirih.
Rey ternganga ditempat.
"Aisyah tahu dalam kehidupan kita akan ditinggalkan atau meninggalkan tapi membayangkan Direktur tidak ada, Hati Aisyah sakit entah kenapa." Air mata meluncur di pipi Aisyah.
Reynand tertawa gamang. Tangannya reflek mengusap pelan kepala Aisyah yang tertutup hijab itu. Mata tajamnya menyusuri wajah gadis di hadapannya yang menahan tangisnya.
"Aisyah, dengarkan saya."
Aisyah mengangguk.
"Aisyah dengar tapi turunkan tangan Direktur."
Reynand tersenyum. Dia menurunkan tangannya.
"Saya tidak akan kemana - mana. Saya akan tetap disini."
Mata bulat Aisyah menatap Reynand. Hati Reynand bergetar karenanya. Dia tahu hatinya berulah disaat bersama gadis ini. Dia tahu sekali perihal semua itu.
"Makasih Direktur, tapi Aisyah akan menghilangkan perasaan ini. Untuk apa juga kan? Karena Direktur tidak menyukai Aisyah."
Reynand langsung menyandarkan tubuhnya disandaran sofa.
"Hmmm, lakukan Aisyah, itu lebih baik." Jawab Rey lemah.
"Yasudah, Ai pamit. Ayah sudah menunggu dibawah."
Reynand mengangguk. Aisyah menghela nafasnya yang penuh sesak. Dia tidak bisa berbohong perihal perasaannya. Dia belum bisa menghapus lelaki itu dalam hatinya.
"Astagfirulloh, Maafkan Aisyah Ya Rabb. Selalu tenggelam dengan perasaan yang tidak seharusnya."
Setelah membereskan mejanya. Aisyahpun bergegas pulang karena Ayahnya menunggu dibawah.
"Ayahh." Panggil Aisyah.
Ayah yang ternyata bersama Faiz tersenyum kearahnya.
"Lama yah?"
"Enggak, Ayah juga asyik ngobrol sama Faiz."
"Mas, maafin, jadi tertahan disini karena Ayah senang ngobrol sama mas."
Faiz tersenyum.
"Kenapa harus minta maaf sih Ai? Kayak ke siapa aja."
"Emang mas siapanya Aisyah?" Tanya Aisyah polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siluet Hati
EspiritualKeterkaitan story #5 Reynand Bagaskara Hardinata. Seorang lelaki yang menurut orang begitu sempurna. Tapi menyimpan duka kehilangan yang teramat dalam sampai dia di pertemukan dengan perempuan yang bertolak belakang dengan dirinya juga hidupnya. Apa...