Ungkapan

18.3K 1.9K 165
                                    

Pagi yang cerah di hari minggu ini digunakan Aisyah untuk jalan - jalan bareng sahabat - sahabatnya sebelum ke mesjid perusahaan untuk membantu Faiz menyiapkan buat kajian rutin tiap pekan.

Para perempuan itu sedang duduk manis di kursi yang sudah di sediakan tukang bubur ayam. Mereka habis pulang lari pagi dari sekitaran monas.

Sebelum pulang ke rumah masing - masing mereka mengisi perut dulu. Biar kuat sampai rumah, "Indahnya orang indonesia itu gitu yah, Olahraga untuk membakar kalori. Tapi asupannya lebih dari yang dibakar saat olahraga." Ujar Tania sambil menanti bubur yang sedang dibuatkan mang - mangnya.

"Yang penting sehat aja, syukuri akan hal itu." Ujar Aisyah.

"Syukuri juga kita masih diberi - beri kehidupan yang aman damai sentosa." Sambung Elisa.

"Alhamdulilah." Ujar mereka serempak.

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Surah Ibrahim : 7)

Aisyah mulai membacakan salah satu firman Allah perihal syukur "Setiap rasa syukur yang tercetus sejatinya untuk diri kita sendirilah pada akhirnya. Maka jangan pernah lupa untuk bersyukur. Jadilah hamba yang tahu diri." Ujar Aisyah menambahkan pemikirannya.

Ke empat sahabatnya menatapnya dengan tatapan tidak percaya "Ini Aisyah kan? Tidak salah bicara bener begini." Ujar Tania sambil menempelkan tangannya di kening Aisyah.

"Itu bukan pemahaman Aisyah sih, itu ucapan salah satu Ustadz yang aku dengar Tausiyahnya semalam..hehe."

"Kirain, setelah menjabat jadi sekretaris perusahaan besar pemikiranmu jadi berbobot tapi tetap sama saja ternyata." Ujar Ifah.

"Pemikiran itu tidak ada timbangannya, darimana bisa tahu ia berbobot atau enggak. Iyakan? Elisa mah gitu." Timpal Aisyah.

Ke empat sahabatnya hanya mengangguk saja. Karena bubur mereka sudah terhidang di meja mereka.

"Aisyah." Panggil suara yang tidak asing di telinga Aisyah.

"Mba Rana."

Rana yang terlihat sedang memesan bubur, menghampiri Aisyah. Ke empat sahabat Aisyah hanya melihat kedatangan Rana dengan sikap tidak tahu apa - apa.

"Lagi pada sarapan yah? Wuahh ikutan boleh yah." Ujar Rana.

Aisyah mengangguk, berdiri memberikan kursinya kepada Rana. Dia mengambil kursi lain dan duduk disamping Rana.

"Ahh iya, teman - teman ini mba Kirana." Aisyah memperkenalkan.

"Hai." Ujar Rana ceria.

Ke empat sahabat Aisyah menyambut Rana dengan sikap terbuka. Rana terlihat begitu menyenangkan, Dia sangat baik dalam caranya berkomunikasi dengan orang baru.

"Aah sebentar ada telpon." Ujarnya memotong percakapannya.

"Iya kak Rey." Ujar Rana.

Rana tetap duduk di tempatnya seperti sengaja agar percakapan dirinya dengan Rey bisa terdengar.

"Rana lagi sarapan bubur, eh ketemu sama Aisyah."

Siluet HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang