Kirana

17K 1.8K 129
                                    

Senja mulai tenggelam. Menyisakan warna yang amat sedikit dilangit yang perlahan berubah jadi kelam. Tempat pemakaman itu menjadi dingin disaat kekelaman malam menurupinya.

Reynand tetap terpaku di kedua manik mata Kirana yang ternyata saudara kembar Kinara.

"Kak, tetap mau menatapku seperti itu? Rana mah takut ahh. Hii" Ujarnya yang langsung berlari meninggalkan Reynand.

Reynand tersadar yang langsung melihat langit yang hampir sepenuhnya gelap. Diapun bergegas melihat jam tangan, Dia takut ketinggalan shalat maghrib.

Kirana gadis itu menunggu disamping mobil Reynand dengan menyunggingkan senyum manisnya. Langkah Reypun sesaat terhenti tapi berjalan kembali.

"Nebeng yah, hehe." Ujarnya ceria.

"Naiklah." Ujar Rey bersuara.

Merekapun duduk sunyi didalam mobil. Reynand tidak berbicara sama sekali. Kirana gadis inipun ikut diam. Mobil yang dibawakan Rey memasuki pelataran masjid besar. Dengan tidak banyak bicara sesudah memarkirkan mobil Rey keluar dan langsung masuk kedalam.

Kirana diam sendirian didalam mobil. Dia terlihat menatap lurus - lurus ke depan.

"Kak, aku ingin memilikinya. Ijinkan aku meniru semua sikapmu dikala masih hidup dan terimakasih telah berwajah serupa denganku." Ujarnya.

Di dalam mesjid Reynand duduk termenung. Kepalanya tertunduk. Sisa air wudhu masih terlihat jelas di rambutnya yang masih terlihat basah.

Dia akan menunggu sampai isya disini. Kedatangan Kirana membuat hati Rey gelisah tidak karuan. Di tengah ketermenungannya ia mendadak terkesiap.

"Direktur." Suara itu terdengar nyaring di telinganya. Suara gadis itu.

Reynand langsung memalingkan kepalanya ke belakang tapi tidak ada siapa - siapa. Diapun menghela. Kembali memejamkan mata seperti bercerita panjang lebar dengan sang pemilik dirinya.

Sesudah shalat isya Rey meninggalkan mesjid. Masuk kembali ke dalam mobilnya dimana Kirana gadis itu terlihat sudah terlelap. Rey, melirik jam tangannya yang sudah menunjukan pukul delapan malam.

Dengan tidak banyak bicara Rey melajukan mobilnya mengantar Kirana pulang. Setelah sekian lama Rey kembali menginjakan kakinya  di rumah ini. Rumah dimana calon istrinya dulu di besarkan.

Mereka menyambut kedatangan Rey termasuk seorang wanita paruh baya yang dulu sempat akan menjadi mamah mertuanya.

"Rey. Kamu kesini?" Tanya ibunya Nara.

"Iya. Saya mengantar Kirana, dia tidur di mobil."

"Pantesan mamah coba hubungi gak diangkat - angkat telponnya. Sepulang dari liburannya dia langsung ingin menemui kakaknya. Kecapean dia kayaknya. Bisa minta tolong gendong Kirana? Ayahnya belum pulang dari kantor."

Rey termangu tapi dia seperti tidak bisa menolak permintaan ibunya Nara. Dengan sigap Rey mengggendong Kirana membawa masuk kedalam rumah mewah itu.

Semakin masuk kedalam rumah ini langkah Rey semakin lemah saja. Sampai masuklah dia ke kamar Kirana yang ternyata kamar yang dulu ditempati Nara.

"Setelah Nara meninggal. Kirana jadi menempati kamar ini." Ujar ibunya.

Rey tidak bersuara. Dia menidurkan Kirana diatas ranjang dan setelah itu pamit. Ibunya Nara mengejar langkah Rey.

"Kamu baik - baik saja nak?"

"Tidak mah, Aku tidak baik - baik saja setelah Nara tidak ada."

Perempuan paruh baya itu mengusap punggung Reynand.

Siluet HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang