Bus itu melaju di jalurnya. Satu persatu penumpang mulai naik kedalam bus. Dua penumpang yang sedari tadi betah di dalam bus. Hanya duduk bersebelahan tanpa bersuara sama sekali.
"Direktur" Sapa Ai Akhirnya.
"Iya"
"Kita mau kemana?" Tanya Ai.
Reynand menatap sekilas Ai yang duduk disampingnya.
"Saya kira kamu tahu kita mau kemana"
Aisyah menggeleng cepat.
"Kita turun saja di halte selanjutnya yah. Aku rasanya pening lama - lama didalam bus." Ai mengutarakan isi hatinya.
Reynand hanya mengangguk saja. Dia kira gadis ini akan membawa ke suatu tempat tapi ternyata dia juga bingung mau pergi kemana. Ya sudahlah. Lebih baik Rey turun dan meminta Arkan menjemputnya nanti.
Merekapun turun di halte selanjutnya. Buspun meninggalkan mereka.
"Sudah hampir setengah lima. Kita shalat ashar dulu" Ajak Aisyah.
Reynandpun mengikuti saja. Karena memang dia belum shalat. Ngomong - ngomong, tumben Arkan tidak menelponnya.
Reynand mengecek handponenya yang ada disaku celana. Panggilan telpon dan video call terpampang dilayar handpone. Rey lupa handponenya dia pake mode senyap tanpa di getarkan sama sekali.
Rey menyimpannya kembali ke dalam saku. Dia akan menelpon Arkan nanti setelah shalat Ashar.
Tidak jauh dari halte ada mesjid besar. Mereka langsung masuk kesana dan mengerjakan kewajiban mereka.
Setelah selesai mereka kembali bertemu diundakan tangga mesjid. Sekarang sudah menunjukan hampir pukul lima sore.
"Tidak ada tempat menyenangkan?" Tanya Rey.
"Tidak ada, Karena tempat yang menyenangkan itu ada dalam setiap individu. Kesenangan itu diciptakan oleh kita sendiri. Percuma aku mengajak direktur ke tempat - tempat yang menurutku menyenangkan tapi hati direktur tidak sejalan. Itu tetap tidak akan menyenangkan." Jelas Aisyah.
Reynand sesaat terpaku. Mereka saling berhadapan dengan Ai yang menatap Reynand berbinar - binar. Khimar gadis ini diterbangkan angin. Disaat seperti ini Rey melihat gadis ini begitu anggun tapi disaat berbicara dia seperti anak kecil. Tingkah polosnya dan semua perangainya.
Tapi barusan gadis ini berbicara begitu bijak.
"Ini kau yang bicara?" Tanya Rey.
Ai memanyunkan bibirnya. Lalu menghela nafas lelah.
"Aneh yah. Teman - temanku juga suka menatap heran jika aku berbicara seperti ini."
Reynand hanya mengangguk saja.
"Aku sudah dewasakan direktur? Aku sudah siap menikah."
Reynand terpaku mendapat pertanyaan itu entah untuk alasan apa.
"Hmmm entahlah."
"Aku sudah dewasa. Aku sudah cukup umur untuk menikah. Aku selalu berdo'a memiliki suami yang modern saja tapi tetap tidak nyeleweng dari syariat islam."
"Direktur tahu tidak? Atau pernah gak terpikirkan dalam benak. Kenapa aku tidak sama dengan Reynand yang lain? Kenapa tidak sama? Apa yang membuatnya berbeda?"
Reynand menyimak tanya gadis itu.
"Aku selalu kepikiran itu. Ditanyakan pada Ayah pasti Ayah bilang 'istigfar kamu Ai, disaat kita mempunyai pertanyaan lalu pertanyaan lagi dan pertanyaan lagi cukup jawab dengan imanmu dan yakini' "
KAMU SEDANG MEMBACA
Siluet Hati
SpiritualKeterkaitan story #5 Reynand Bagaskara Hardinata. Seorang lelaki yang menurut orang begitu sempurna. Tapi menyimpan duka kehilangan yang teramat dalam sampai dia di pertemukan dengan perempuan yang bertolak belakang dengan dirinya juga hidupnya. Apa...