Darinya yang lebih banyak diam,
Karena tak tau,
Harus bagaimana lagi ia merayakan sepi
Selain dimeriahkan bersama sunyi
***
1.
Selamat malam.
Rembulan kali ini terturup awan. Bintang-bintang pun tak tampak benderang. Langit sekarang berkesan kelam. Hitam. Bahkan waktu seakan terhenti. Sepi, sunyi. Mati.
2.
Resah aku menanti pagi. Menyiapkan diri--bukan! Mencoba menerka segala hal yang mungkin terjadi, esok.
Masihkah seperti dulu? Sendu.
Masihkah seperti ini? Sunyi.
Masihkah? Duniaku sepi, di sini.
3.
"Selamat pagi."
Kalimat itu terucap lagi. Seperti biasa, tanpa bunyi yang merambati udara--bagai ruang hampa.
"Pagi juga." Suara lain terdengar. Juga tanpa bunyi. "Kau sendiri? Mau kutemani?"
Seperti biasa, dari otakku yang coba menghibur diri.
...
Hah, sepi.
4.
Selamat sore.
"Kemana semua waktu berlalu?"
"Bagaimana harimu?"
...
Bahagia. Karena bunyi--susun nada yang kudengar, sanggup menghilangkan sunyi, mengusir sepi. Bahkan nada-nada merdu itu mampu membunuh waktu.
Sayang, tak mampu ia menghilangkan sendu. Karena sendu tetaplah sendu. Seakan-akan abadi, dalam hati.
5.
Selamat malam (lagi).
Aku gagal lagi hari ini. Memberantas sendu, memusnahkan sepi, ternyata lebih sulit dari yang kutau.
6.
Hari ini seperti kemarin.
Hari ini seperti dua, tiga, empat hari lalu.
Hari ini seperti biasa,
Sepi, dan sendu.
Malam ini seperti biasa,
Sepi, dan sendu.
Malam ini, seperti biasa, terjadi lagi,
Aku resah menanti pagi.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Emosi & Puisi
PoetryKumpulan kata-kata yang disusun saat gabut, saat imajinasi dan realita melebur menjadi satu. Isinya rindu, cemburu, dan berbagai emosi yang coba diutarakan lewat puisi. 1-9 berhubungan. 10 sampai entah berapa mungkin tersusun acak dan gak berhubunga...