16: the healing

86 4 0
                                    

"Rafael sini kamu. Mamah mau bicara" Sinta menepuk-nepuk sofa yang berada tepat disampingnya. Rafael berdecak sambil merapihkan rambutnya asal. "Ada apa sih mah,"

"Mamah dapat surat. Kamu berkelahi. Bahkan kamu aja sudah lulus dari sekolah itu" sudah Rafael duga ibunya akan membicarakan topik itu. "Aduh mah, maaf itu tuh gasengaja"

"Sengaja ga disengaja emang mamah pernah ajarin kamu buat menyelesaikan masalah pake tonjok-tonjokkan?"

"Engga, mah"

"Kalo gitu mamah maklumin kali ini. Sampai kamu berkelahi lagi, mamah bakal kasih kamu hukuman yang cocok sama perbuatan kamu" "Kamu sadar ini anak siapa? Gak cukup juga kamu berantem sama anak itu terus. Dari jaman sekolah sampe kuliah..kamu kenapa sih?"

"Aduh mah, udah deh aku harus berangkat. Dah" dengan begitu Rafael meleset ke depan pintu. Dirinya dicegat oleh sang papah. "Motor dan mobil kamu, papah sita"

"HAH?!"

"Itu hukuman, rafa"

"Yaudah kalau gitu saya gak usah repot-repot kuli-"

"Kamu mau papah tahan kartu kamu juga?"

-o-

Gadis itu melangkahkan kakinya santai, hingga matanya melihat Rava dari kejauhan. Wajahnya terlihat serius, rahangnya tegas. Rain sempat berpikir dua kali untuk mendekati Rava.

"Kalo bukan karena cinta, gue juga gak mau. Kalo gue bisa memilih, gue gak bakal milih untuk suka sama lo"

Mendengar suara tersebut, Rava menoleh. Rain duduk manis di samping bangku yang sekarang sama-sama mereka duduki. Kaget. Rain bisa tegas?

"Kalo udah terlanjur sayang, gue gak bisa apa apa. Gue rasa kehadiran gue justru menghalangi lo-sama dia. Makanya gue pikir, lebih baik kita..berhenti disini?"

Rava menaikan sebelah alisnya. bingung. Ia kembali menatap wajah Rain yang terlihat murung, namun kali ini ia juga mengubah posisi duduknya.

"Dari awal. Maaf kalo emang gue gak ada perasaan apa apa ke lo. ini semua kemauan mamah. Maaf kalo lo sampe kebawa perasaan dalam hubungan ini-sementara gue enggak sama sekali" dalam hati Rava juga merasa bersalah. Rain baru pertama kali ini menggunakan "gue" dan bicara setegas ini.

Rain menarik nafasnya. Mengumpulkan keberanian untuk mengucapkan kalimat detik detik putusnya hubungan ini. "Kalo gitu..Bye..Rava"

"Bye. Rain" Mereka berjabat tangan. Rava menepuk bahu Rain sekilas, kemudian ia pergi. Rava menyenderkan kepalanya ke dinding sambil melipat kedua tanganya di depan dada. ia kembali duduk diatas bangku disamping kelas 11 Z

"Duluan, sya!"

Spontan, Rava berdiri dan menabrak seorang siswi yang baru saja keluar dari ruang kelas membawa sejumlah map.

"Ad-"

lagi-lagi, mata mereka bertubrukan. Rava sedang melihat ke wajah April yang dilengkapi dengan sepasang mata yang sembab akibat menangis. Juga raut wajahnya yang terlihat lelah. April sedang menikmati beberapa detik ini untuk menatap wajah Rava. Yang ternyata terlihat sangat kusut.

"Gue..minta ma-"

"Gue udah maafin lo. Sekarang minggir" April membuang mukanya setelah kedua mata rava menatapnya matanya dengan lurus.

Ia kembali berjalan dengan handphone digenggamnya di tangan kanannya. Rava yang termakan emosinya sendiri, reflek memukul salah satu pintu loker sekolah dengan keras.

"Would you please just listen to me?!"

Kedua kaki April serasa terpaku ke permukaan setelah mendengar Rava semarah itu. Namun, sepersekian detik kemudian ia kembali melanjutkan langkahnya. Kali ini, dengan air mata yang bercucuran dari kedua matanya.

Rava tidak tinggal diam. Ia mengejar langkah April dan kemudian mencegatnya.

"Ril..." Rava mengenggam kedua tangan April tak peduli bahwa beberapa murid lainnya sedang berlalu lalang.

Tiba-tiba saja, handphone yang dipegang April bergetar. Layarnya menunjukkan nama "Mama". Tanpa berpikir panjang, Rava merebut benda tersebut dan menggeser tombol bewarna hijau.

"Sore..tante," ucap Rava melalui telfon.

Ia lalu berjalan agak menjauh dari April kemudian selang beberapa detik kemudian ia kembali ke titik awal dimana ia berdiri dihadapan April.

"Nih, gue izin sama nyokap lo gue mau bawa lo jalan sebentar. Nanti baliknya gue anter" ujar Rava sambil menyerahkan handphonenya kepada April.

Dengan kasar April merebutnya, "Gue-nya gak mau jalan sama lo"

"Oh iya sorry, bukan jalan maksudnya. Naik motor aku?"

aku?

"Keras kepala lo" sekarang April menimang-nimang tawaran Rava di kepalanya karena jujur, ia ingin berbincang dengan Rava untuk sejenak.

Rava menarik lengan April dan membawanya ke parkiran sekolah.

-o-

hayo mana votesnya ⭐️

Breathe You InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang