"A friend is someone who gives you total freedom to be yourself." - Jim Morrison
Ada beberapa waktu di mana kita merasakan waktu sejenak berhenti. Berhenti karena tidak bisa menerima apa yang terjadi, berhenti karena kita terlalu tertegun dengan apa yang terjadi atau berhenti karena momen itu membuat kita ingin tetap tinggal. Entah momen mana yang sedang terjadi padaku saat ini tapi waktu serasa berhenti saat aku melihat sosok yang ada di depanku ini.
Damara Whitewood. Mara. Sosok yang dulu adalah sahabatku atau mungkin masih menjadi sahabatku. Sosok yang terus berada di sampingku saat aku melalui tanjakan dan turunan kehidupan. Sosok pria yang dulunya selalu ada di belakangku dan berperan sebagai kakak yang tak pernah aku miliki.
Sosok yang seakan terlihat membeku dan tak bergerak itu, perlahan memalingkan tubuhnya untuk menghadap ke arahku. Wajah yang sudah dua tahun ini tak pernah ku lihat dan mungkin sedikit aku rindukan, kini tengah berdiri di hadapanku. Wajah Mara terlihat begitu asing mungkin karena sudah lama aku tak melihatnya.
"Mara?!" Seruku tak percaya dengan apa yang saat ini aku lihat. Mara hanya melemparkan senyuman kecilnya.
"Lo ngapain di sini?" Tanyaku sembari mengambil langkah mendekat masih dengan mawar putih di tanganku.
"Gue kebetulan aja lewat." Kata Mara untuk pertama kalinya dengan suara beratnya yang entah kapan terakhir kali ku dengar.
"Kebetulan lewat sini? Tempat ini cuma gue sama Lando yang tau, Mar." Kataku menyatakan fakta dan memberikannya ekspresi wajah 'berhenti berbohong' sembari duduk di bangku yang terletak di bawah naungan pohon rindang itu. Mara terdiam sejenak seperti mempertimbangkan jawabannya dengan hati-hati.
"Gue tau tempat ini dari Lando." Jawab Mara pada akhirnya. Tentu saja Mara tau tempat ini dari Lando, Mara adalah sahabat Lando bahkan mungkin seperti saudara kandung bagaimana mungkin aku berpikir hanya aku dan Lando yang tau tempat ini. Aku menganggukan kepalaku untuk merespon jawaban Mara.
Lalu giliranku yang berdiam tanpa suara karena aku tidak tau obrolan apa lagi yang harus aku bicarakan dengan Mara. Setelah beberapa tahun ini tidak bertemu, membuat semuanya terasa canggung untukku.
"Lo baik-baik aja kan?" Suara Mara. Aku tau Mara bukan menanyakan soal kesehatanku di sini, Mara ingin tau apakah aku baik-baik saja tanpa Lando.
"Gue masih di sini." Jawabku seadanya. Aku rasa aku tidak perlu mengatakan terlalu banyak karena jika Mara memang sahabatku, dia akan tau bahwa luka kehilangan yang di tinggalkan Lando mungkin akan selalu ada.
"Lo kemana aja?" Tanyaku setelah kami di landa keheningan untuk beberapa waktu. Mara hanya diam tanpa suara. Mara memang laki-laki yang tak banyak bicara tapi baru kali ini aku melihat Mara bagai kehabisan kata-kata. Atau mungkin pertemuan tak terduga ini terlalu mengejutkan bagi Mara?
"Gue sama Lora udah nyariin lo kemana-mana hasil nya nihil. Lo ngilang kayak di telen bumi." Kataku lagi. Mara menganggukkan kepalanya dan tanpa menolehkan kepalanya kepadaku dan Mara menjawab pertanyaanku.
"Gue pergi ke beberapa tempat yang jauh. Belajar beberapa hal dan balik ke sini dua bulan lalu."Dua bulan kembali tapi Mara sama sekali tidak memberikan kabar padaku dan Lora. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Mara?
"Lo udah dua bulan balik tapi sama sekali nggak ngabarin kita? Bahkan pada saat gue ulang tahun elo nggak dateng! Lo kenapa sih Mar?" Tanyaku frustasi dengan sikap Mara. Dan lagi-lagi Mara hanya tersenyum lalu Mara menaikkan satu alisnya ke arahku.
"Gue dateng. Cuma lo aja yang nggak liat gue. Kado gue aja nyampe kan?" Kata Mara yang membuatku mengingat-ingat lagi kado apa saja yang aku dapatkan. Beberapa menit kemudian aku baru teringat dengan boneka raksasa teddy bear yang di kirim tanpa nama itu.
"Boneka teddy bear itu!" Seruku sambil menunjuk kearah Mara tak percaya. Mara mengangguk masih dengan senyum kecil di bibirnya.
"Gue kira itu dari.. La.." Kalimatku ku hentikan di tengah jalan karena kalimat itu terdengar bodoh. Bagaimana bisa orang yang sudah tidak ada lagi di dunia ini mengirim sebuah boneka? Semua itu hanyalah ilusiku saja.
"Gue tau.." Jawab Mara mengagetkanku untuk kesekian kalinya untuk hari ini.
"Gue tau lo bakal mikir boneka itu dari Lando. Dan gue sama sekali nggak keberatan kalo lo mikir kayak gitu." Tambah Mara.
"Vanilla latte itu?" Tanyaku pada Mara yang ku maksudkan ke insiden di kafe waktu itu dan Mara menganggukan kepalanya lagi.
"Kartu dan foto di bangku ini?" Tanyaku pada Mara tentang kartu yang tadi ku temukan di bangku ini. Dan sekali lagi Mara menganggukkan kepalanya.
"Apa sih maksudnya semua ini Mar? Gue nggak ngerti. Kenapa lo ngelakuin semua ini?" Tanyaku dengan kening yang mengernyit karena akalku tidak bisa menemukan jawaban dari semua keingintahuanku.
"Gue akan jelasin. Tapi nggak hari ini." Jawab Mara dan memberiku tatapan bahwa ia berjanji dan tak main-main dengan jawabannya. Mungkin ini bukan waktunya untuk mendengar jawaban Mara dan melewatkan pembicaraan tentang itu. Saat aku ingin mengajukan pertanyaan lagi untuk Mara, ponselku berbunyi dan tulisan 'Ano' muncul di layarnya.
"Yo Pril. Masih lama nggak sih? Gue lumutan nih." Kata Ano agak dramatis yang membuat aku tertawa. Bertemu dengan Mara di sini hampir membuatku lupa bahwa Ano sedang menungguku.
"Sorry sorry. Gue kesana sekarang." Jawabku lalu mematikan panggilannya. Lalu Mara beranjak dari duduknya dan menunjuk kearah jalan dengan dagunya.
"Gue anterin kesana." Ujar Mara dan aku mengikuti langkahnya tanpa ragu seperti yang dulu sering aku lakukan saat kemanapun kami pergi.
Aku dan Mara berjalan dengan santai dalam diam. Hanya menikmati hijaunya pepohonan yang tinggi dan rindang. Sinar matahari terlihat berusaha menembuh dedaunannya yang rimbun. Aku mengalihkan pandanganku ke arah Mara. Mara terlihat sama tapi berbeda. Entah apa yang membuatnya berbeda tapi Mara terlihat lebih dewasa dan sedikit lebih tenang dari Mara yang ku kenal dulu. Mara yang sekarang lebih banyak tersenyum, aku tak bisa menghitung berapa kali Mara sudah tersenyum hari ini.
Setelah beberapa menit berjalan, mobil Ano terlihat tak jauh dari tempat aku dan Mara berdiri. Aku mengalihkan pandanganku pada Mara.
"Gue pulang duluan ya Mar." Kataku pada Mara yang di balas dengan anggukan.
"Salam buat Ibu." Ucap Mara yang membuat aku membayangkan betapa senangnya Ibu nanti saat mendengar Mara kembali. Kali ini aku yang mengangguk dan mengambil beberapa langkah mundur menjauh dari Mara.
"Lo nggak bakal pergi lagi kan Mar ninggalin gue sm Lora?" Tanyaku yang khawatir Mara akan pergi lagi tanpa ucapan selamat tinggal. Mara hanya memberikan aku sebuah senyum lainnya.
"Gue nggak akan ngucapin selamat tinggal, kalo gue punya pilihan lain." Jawab Mara lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauh kembali ke arah danau yang mana jadi tempat reuniku dan Mara tadi.
Jantungku seperti berhenti, kakiku terasa kaku dan cuplikan ingatan tentang Lando muncul di kepalaku. Kata-kata yang di ucapkan Mara adalah kata-kata yang sama seperti janji Lando padaku saat itu .
"Kalo aku masih punya pilihan lain, aku nggak akan pernah ngucapin kata selamat tinggal ke kamu."
"Gue nggak akan ngucapin selamat tinggal, kalo gue punya pilihan lain."Kedua kalimat itu terngiang-ngiang di kepalaku berulang-ulang seperti lagu yang di putar dengan mode repeat. Apakah Mara hanya kebetulan mengucapkan kalimat yang mirip dengan janji Lando padaku? Atau mungkin ada alasan yang lebih dari itu?

KAMU SEDANG MEMBACA
Memori Lando
RomanceKecelakaan yang terjadi pada Prilly Wintery membuat seluruh memorinya menghilang tanpa bekas. Namun melalui sebuah lagu, Prilly menemukan patahan-patahan memori itu. Memori apakah yang akan di temukan Prilly? Apakah Prilly akan lebih baik tanpa memo...