"You couldn't hide from bad things and pretend they didn't exist-that left you with a dream world, and dream worlds eventually crumbled. You had to face the truth. And then decide what you wanted." - Sarah Cross
Sekelilingku putih, cahaya bagai siap membutakan mata namun kosong seperti tak berpenghuni. Bagai di tarik ke dalam gulungan kapas tanpa ada ujung nya dan aku merasa melayang di antaranya dalam sunyi berharap selamanya di sini. Namun apa yang kau minta dengan apa yang akan terjadi seringnya tak berjalan beriringan. Perlahan cahaya terang meredup dan aku kembali lagi dalam gelap tempat di mana seharusnya aku berada.
Dan aku mulai sadar dengan sekitarku, aku merasakan ada jari-jari yang menggenggam tanganku sangat kuat. Dan perlahan kelopak mataku terbuka. Ibu, Mara dan Lora terlihat memandangiku dengan sangat khawatir. Tapi kepalaku yang masih terasa sakit mengalihkan perhatianku dari mereka. Apa yang sedang terjadi kepadaku? Kenapa aku bisa ada di sini?
"Prill?" Panggil Lora kemudian mengambil posisi tepat di sisiku dan yang lain.
"Kamu nggak papa kan sayang?" Tanya Ibu yang masih memegang salah satu tanganku.
"Aku kenapa?" Tanyaku tanpa menujukan pertanyaannya pada seseorang yang pasti sembari memegangi kepalaku yang di serang pusing yang sangat luar biasa.
Tapi tak perlu menunggu jawaban dari siapapun, kepalaku dengan sendiri nya mengulang kejadian yang terjadi selama beberapa minggu yang lalu.
(Flashback)
Hujan yang begitu deras mengguyur pada malam itu yang begitu gela. Aku berdiri bersama beberapa orang lainnya tanpa suara di sebuah mini market menunggu hujannya reda. Tadinya aku hanya ingin membeli beberapa mie instan tapi hujan nya turun tanpa permisi dan menjebakku di sini. Jika berbicara tentang kesialan mungkin aku bisa jadi juara nya.
"Hujan. Mengapa tak kau pertemukan aku dengannya?" Bisikku dalam hati.
Hujan mengingatkan aku dengan Lando. Luka baru tertoreh lagi tiap kali aku mengingatnya. Mengingat dia yang pergi.
Entah berapa lama waktu yang aku perlukan untuk bisa menerima fakta bahwa Lando telah pergi meninggalkan aku. Bahwa Lando telah mengingkari janjinya. Bahwa Lando adalah seorang pembohong.Merasa lebih dingin dengan pikiran-pikiranku tentang Lando, aku menerobos hujan dengan santai. Jarak rumahku dan mini market tidak begitu terlalu jauh jadi basah sebentar tidak apa, pikirku. Berharap dinginnya air hujan ini dapat menghapus semua pikiran tentangnya namun kenyataan nya dingin pun tak mampu menghadang rinduku pada Lando. Lando, Lando, dan Lando. Nama itu yang selalu terngiang di kepalaku terus menerus hingga sesuatu yang hangat mengalir dari sudut mataku dan bersatu dengan derasnya air hujan yang jatuh.
Marah dengan pikiran tentang Lando tanpa sadar aku mempercepat langkahku bahkan hampir berlari berharap secepatnya untuk sampai kerumah dan melarikan diri dari kenyataan yang dengan tidur. Lalu saat itu ku dengar suara klakson panjang dari arah sebelah kananku. Dua sorot lampu mobil yang kian terang menyilaukan mataku dan terdengar suara benturan yang keras. Dan saat itu, aku teringat tentang Lando.
"Apakah ini yang kamu rasakan juga?" Ucapku pelan dan aku masuk ke dalam gelap.
(End of flashback)
"Lo pingsan, Prill." Jawab Mara tapi aku tak mempedulikannya. Aku bagai kilat langsung berganti posisi dudukku dan dengan panik memeriksa ponselku lagi dan lagi. Aku yakin saat ini aku terlihat seperti orang gila di mata Ibu, Mara dan Lora tapi jika ingatanku tak mempermainkan aku, aku teringat semua foto Lando yang ada di ponselku sudah menghilang.
Aku berulang memeriksa tiap folder yang ada di ponselku seraya berulang-ulang bergumam 'dimana'."Prilly, kamu nyari apa sayang?" Tanya Ibu yang masih aku jawab dengan gumaman 'dimana' yang tak berhenti.
"Prill, lo nyari apa?" Tanya Mara dengan nada khawatir dan menghentikan aktifitas gila tanganku yang menyiksa ponsel milikku itu.
Aku hanya bisa terdiam dan nafasku mulai tersenggal-senggal dan air mataku terus menerus jatuh hingga pada akhirnya aku menoleh ke arah mara dengan air mata yang mengepul di setiap sudutnya.
"Mar, foto Lando di mana Mar? Foto Lando ilang Mar.." isakku dengan pelan.
"Prill ingatan lo udah balik?" Tanya Mara yang terlihat terkejut saat mengetahui fakta ini.
"Bu, Lor, Mar.. Foto Lando kemana?" isakku dengan menyedihkan.
"Maaf Prill. Gue yang ngapus semua foto Lando dari HP lo." Aku Mara dan bagaikan di sambar petir aku mengalihkan pandanganku pada Mara, emosi yang campur aduk tersirat di wajahnya.
"Maaf Prill. Gue ngerasa itu yang terbaik buat elo waktu it-" belum selesai penjelas dari Mara tanganku mendarat dengan kerasnya di pipi Mara sampai perihnya bisa kurasakan di telapak tanganku sendiri.
"Berani banget lo. Berani banget lo Mar!!!" Teriakku histeris pada Mara yang mengejutkan Ibu dan Lora tapi pada saat itu aku tidak peduli sedikit pun. Mara hanya terdiam tak sedikitpun memberikan reaksi dengan tamparanku.
"Prill. Kita bisa jelasin ke el-" kalimat Lora yang berusaha membela Mara kuacuhkan dan mendaratkan tamparan lain ke pipi Mara. Kali ini Ibu tak membiarkanku dan berusaha menjauhkan aku dari Mara.
"Prilly! Cukup. Kamu nggak kenapa-kenapa kan Mara?" Kata Ibu dengan tegas tapi bagaikan gelap mata aku bahkan tak bisa mendengarkan perkataan Ibu.
"Ngga papa tante." Kata Mara meyakinkan Ibu walaupun pipinya terlihat merah dengan bekas tamparan ku tadi.
"Lo.. Berani-beraninya lo ngelakuin hal itu! Lo nggak punya hak! Lo nggak punya hak Mar!" Teriakku lagi pada Mara.
"Dan lo bukan orang yang bisa mutusin mana yang terbaik buat gue dan mana yang nggak!" Ucapku berapi-api.
"Gimana bisa lo ngehapus satu-satunya jejak Lando yang gue punya?! Satu-satunya cara gue bisa ngeliat Lando!!" Jeritku pada Mara.
"Dari mana jalannya otak lo dengan ngehapus satu-satunya hal yang tersisa dari Lando itu terbaik buat gue?!" Teriakku lagi hingga akhirnya jatuh pada pelukan Ibu dan menangis bak anak kecil di pangkuannya.
"F..foto-foto itu adalah satu-satunya hal yang bisa nguatin gue, Mar. Dan lo harus tau itu Mar. Dan dimana hari lo ngehapus semua f..foto itu. Lo udah nyatain gue mati." Bisikku sesengukan dari pelukan Ibu dan tak ada yang berani menjawab ucapanku ini sampai akhirnya aku terlelap di pelukan Ibu berharap tak pernah terjaga.
***
Aku berharap aku menghilang dan tak pernah terjaga. Kini tak ada lagi jejak Lando. Tak dapatku lihat lagi wajahnya. Tak ada lagi.
Tiga hari berlalu sejak insiden ledakan emosiku pada Mara. Sejak saat itu aku tak ingin bangun dari tidurku. Aku merasa hampa dan kosong merasa lebih hancur dari sebelumnya.
Ketika aku terbangun dari tidurku, aku tak ingin membuka mataku dan memaksa mataku untuk tetap tertutup hingga aku terlelap lagi. Itu yang ku lakukan selama tiga hari berturut-turut tanpa makan, tanpa minum, tanpa melakukan apapun. Ibu dan Lora bergantian membujukku untuk makan dan minum atau sekedar berganti pakaian tapi aku bahkan tak ingin melihat mereka.
Langkah yang berbeda terdengar menaiki tangga yang menuju ke kamarku. Tak.lama pintu kamarku terbuka dan langkahnya berhenti di sampingku. Lalu ku dengar suara yang begitu dingin dan penuh amarah. Suara yang begitu sangat familiar di telingaku.
"Satu fakta yang lo harus terima adalah Lando, udah mati."
![](https://img.wattpad.com/cover/116522256-288-k376984.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori Lando
RomanceKecelakaan yang terjadi pada Prilly Wintery membuat seluruh memorinya menghilang tanpa bekas. Namun melalui sebuah lagu, Prilly menemukan patahan-patahan memori itu. Memori apakah yang akan di temukan Prilly? Apakah Prilly akan lebih baik tanpa memo...