"Kamu dapat menutup matamu pada kenyataan tapi tidak pada memori." - Stainlaw J.L
(Flashback)
Sinar matahari yang kian terik mengaburkan pandanganku dari sosoknya yang membelakangiku. Di kejauhan kulihat cokelat terang di ujung rambutnya yang terbias matahari, salah satu dari ribuan alasan lainnya yang aku kagumi. Seperti menyadari keberadaanku dia membalikkan badannya kearahku. Aku melihat senyum trademark miliknya mulai muncul di wajahnya.
"Iyi." Panggilnya dengan senyum yang sama. Aku tidak bisa berbuat apa-apa tentang nama panggilan yang di berikan oleh pria ini untukku. Mungkin terdengar agak sedikit norak tapi aku menyukainya bahkan Lora dan Mara mengejekku habis-habisan ketika mereka mendengar untuk pertama kalinya panggilan 'iyi' ini.
"Oy malah bengong. Bengongin siapa sih kamu?" Tanyanya padaku yang spontan menepis semua lamunan yang ada di kepalaku.
"Ngelamunin kamu lah." Godaku sambil melangkah mendekat kearahnya.
"Lah kan aku di sini ngapain di lamunin?" Tanyanya setengah tertawa.
"Ya abis aku ngga bisa bedain sih mana realita sama lamunan kalo liat kamu." Jawabku dengan tawa.
"Gombal abissssss.." katanya mengikuti tawaku yang lebih dahulu pecah sembari mengacak-acak rambutku. Satu hal lagi yang sering dia lakukan padaku. Memecahkan balon cinta yang ada diantara kami terdengar dua suara orang mendekat kearah aku dan dia.
"Kata nenek nggak boleh berduaan." Kata seseorang yang tak lain adalah Mara.
"Tau nih beduaan mulu." Sambung Lora yang mengikuti di belakang Mara. Senyum keduanya menandakan keduanya hanya menggoda aku dan dia.
"Ya kan kita berdua.. Trus lo sama Mara kan ada. Kalo kita berduaan, duanya lagi itu seeee.." gantungku sambil meringis kearah kedua sahabatku itu.
"Kurang asem lo Pril." Celetuk Mara yang memasang wajah pura-pura galak dan membuatku, dia dan Lora tertawa bukan takut.
"Udah-udah ah. Kalo udah ketemu omongannya pada ngaco. Mending kita masuk kelas yuk. Tar Mr. Bara masuk duluan aja kita kena semprot lagi." Kata Lora yang mungkin lebih sedikit normal di antara kami. Lora yang tidak mengenal kata tidak dengan sigapnya setengah menyeret Mara kearah kelas di mana mata kuliah Mr. Bara akan di mulai. Aku mengikuti langkah kedua sahabatku itu perlahan namun tak menemui dia mengikuti jejakku hingga akhirnya aku menoleh lagi ke arahnya dan mengulurkan tangan kananku untuknya.
"Lando.." panggilku sembari menawarkan tanganku untuk di genggamnya.
(End of Flashback)
Beralihnya lagu itu dengan melodi yang berbeda menarik aku dari potongan memori itu. Nyeri yang ada di kepala ku makin menghebat. Aku berusaha untuk mengingat lebih lanjut tentang memori yang tak selesai itu tapi tidak ada hasilnya.
"Lando." Aku mencoba mengucapkannya dengan keras. Nama yang asing tapi entah kenapa juga terdengar familiar di bibirku seperti nama yang telah sering ku ucapkan namun telah lama tak terucapkan.
"Siapa Lando?" Ucapku pelan kepada ruang kosong di sekitarku. Aku mengulang kembali memori yang tadi terlintas.
"Apakah dia salah satu sahabatku juga?" Tanyaku pada angin.
"Tapi kenapa aku sama sekali tidak memiliki fotonya di ponselku?" Ucapku lagi.
Fakta bahwa Lora dan Mara tidak satu kalipun menyebutkan nama Lando sejak hari pertama aku berada di rumah sakit ini terasa aneh. Apakah Lando adalah sahabatku tapi sekarang sudah tidak lagi hingga namanya tak perlu ku dengar?
Bak mendengar rasa ingin tahuku, Lora dan Mara menyelinap masuk ke dalam kamar rawatku dengan bersamaan lalu duduk di dua kursi yang ada di sebelah kiri kasur rumah sakit yang aku tiduri.
"Sorry Prill kita lama, Lora makannya lama banget." Kata Mara sambil memutar bola matanya kearah Lora.
"Ya ampun Mar, kita juga baru sepuluh menit ninggalin Prilly. Kalem kek." Kata Lora membela diri. Aku hanya tersenyum dengan senda gurau yang di mainkan kedua sahabatku ini. Beberapa detik berlalu tanpa ada yang bicara.
"Lor. Mar." Panggilku ketika aku mengingat mungkin inilah kesempatan untukku bertanya tentang Lando. Lora dan Mara serempak menoleh kearahku dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Lo berdua kenal sama seseorang yang namanya Lando nggak?" Tanyaku dengan hati-hati. Aku menangkap ekspresi terkejut di kedua wajah yang katanya adalah sahabatku itu.
"L..lando?" Tanya Lora terbata-bata. Lora dan Mara bertukar tatap seperti berkomunikasi dengan sembunyi-sembunyi. Lora terlihat terkejut tapi Mara dengan cepat menguasai ekspresi wajahnya dan memasang wajah datar.
"Lando? Kita nggak kenal. Siapa dia Prill?" Tanya Mara dengan tenang.
"Ya gue nggak tau siapa Lando. Makanya gue nanya kalian. Nama itu terlintas aja di otak gue." Jelasku setengah berbohong. Entah kenapa aku belum ingin mengatakan bahwa secercah ingatanku telah kembali. Aku melihat ekspresi lega di wajah Mara sedangkan Lora tidak berkata apapun. Kenapa ekspresi Mara seperti itu?
"Lo yakin Mar? Lor, lo juga nggak kenal siapa Lando?" Tanyaku ulang kali ini kepada Lora.
"Sorry Prill. Gue nggak tau." Ucap Lora pelan sembari menundukkan kepalanya jelas berbohong.
"Kalian yakin ka-" ucapku sebelum di potong oleh Mara.
"Prill! Kita nggak tau siapa Lando!" Bentak Mara hampir berteriak.
"Kalo lo nggak inget yaudah nggak usah diinget lagi dong! Mungkin lo lebih baik nggak inget dia!" Kata Mara dengan nada kian meninggi yang membuat aku kaget bukan main.
"Mara. Cukup. Ini rumah sakit Mar." Kata Lora Mara dan membuat aku ingat dengan keberadaan Lora di ruangan ini. Mara menarik nafas panjang lalu menatap kearahku dengan wajah lebih tenang.
"Sorry Prill." Ucap Mara lalu meninggalkan aku dan kebingunganku.
Apa yang baru saja terjadi? Sikap Mara membuat aku semakin penasaran siapa Lando. Ketika aku ingin bertanya pada Lora apa yang dia tau tentang pria misterius itu, suster datang membawa obat untukku hari ini dan aku tau pembicaraan ini selesai sampai di sini. Aku rasa aku tidak ada pilihan lain selain mencari tau sendiri siapa Lando. Mungkin besok aku akan mendengarkan lagu lain. Jika beruntung aku akan menemukan percikan memori lain tentang Lando.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memori Lando
RomanceKecelakaan yang terjadi pada Prilly Wintery membuat seluruh memorinya menghilang tanpa bekas. Namun melalui sebuah lagu, Prilly menemukan patahan-patahan memori itu. Memori apakah yang akan di temukan Prilly? Apakah Prilly akan lebih baik tanpa memo...