16. The Hardest Goodbye

165 12 4
                                    

"Love is friendship set on fire." - Jeremy Taylor.

Kata asing yang terucap dari bibir Mara hampir tak terdengar olehku yang tercengang karena aksi yang di lakukan oleh tangan Mara. Aku menatap tangan Mara yang menggenggam tanganku dengan hati yang penuh tanya namun tak tersuarakan. Aku memutuskan untuk
mengacuhkan saja sentuhan Mara yang mungkin hanya di lakukan tanpa ada maksud apa-apa
di belakangnya.

"A..artinya?" Ucapku yang mendadak agak gagap yang membuat diriku sendiri bingung. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, aneh. Mara memberikan tatapan panjang kepadaku kemudian mendekat untuk berbisik jawabannya padaku.

"Artinya.. Makan kuenya." Bisik Mara yang membuat aku memukul tangannya dengan kesal.

"Ih! Gue serius juga." Protesku yang di hadiahi dengan tawa dari Mara. Tawa yang terlihat lepas dan jarang sekali aku saksikan dari seorang Mara. Dan ini menimbulkan sebuah senyum di wajahku. Aku berharap Mara mendapatkan hari-hari yang menyenangkan sehingga aku bisa lebih sering melihat sahabatku itu tersenyum lebar seperti sekarang. Namun tiba-tiba ketika sedang memperhatikan Mara yang tertawa lepas, senyumku terhenti saat wajah Mara berganti menjadi wajah Lando. Untuk beberapa saat wajah Lando tinggal menggantikan Mara. Tapi ketika aku mengedipkan mataku, Lando menghilang dan meninggalkan Mara yang duduk di sana yang mungkin memperhatikanku sejak tadi dengan ekspresi khawatir.

"Prill?" Panggil Mara sembari mengibaskan kelima jarinya untuk membangunkanku yang terpaku pada ilusi yang di ciptakan oleh kepalaku sendiri. Dengan cepat aku menggelengkan kepalaku agar semua bayangan palsu yang ada di kepalaku menghilang. Bagaimana bisa aku melihat Mara sebagai Lando? Semirip apapun Mara dengan Lando, bagaimana mungkin aku melihat Mara sebagai Lando?

Tak mempercayai suaraku untuk menjawab pertanyaan Mara yang sudah beberapa saat tak terjawab, aku hanya melemparkan senyum ke arah Mara dan menggelengkan kepalaku berharap Mara akan percaya bahwa kepalaku tidak sedang mempermainkanku.

***

Beberapa hari berlalu dengan rutinitas yang sama. Mara mengisi waktu luangku dengan sekedar minum kopi atau mungkin berjalan santai di taman sembari menikmati udara sore.
Aku hampir saja merasa terbiasa dengan kebiasaan baruku ini, namun ketika aku melihat box yang tergeletak di atas lemari yang terletak tak jauh dari tempat tidurku, aku menyadari satu hal. Aku menyadari bahwa sudah beberapa hari ini aku tidak menyentuh box yang berisi tentang Lando. Sudah beberapa hari aku tidak menemui Lando. Bagaimana bisa aku melupakan Lando?

Oleh karena itu hari ini aku menolak ajakan Mara yang mengajakku untuk jalan sore ke taman seperti yang sudah beberapa hari kami lakukan.

"Gue punya sesuatu hal yang harus gue lakuin." Itulah yang aku katakan pada Mara saat menolak ajakannya. Mara tidak banyak berkata-kata, mungkin Mara tau benar hal apa yang aku maksud.

Dan kini aku duduk sendiri di sofa yang ada di ruang TV sembari menunggu video Lando yang ku pilih secara acak di mulai. Sebuah melodi yang sangat familiar terdengar di putar sebelum Lando muncul dan menyapaku dengan senyum manisnya. Lagu yang telah ribuan kali aku dengarkan dan membuatku mengenali lagunya bahkan hanya dengan mendengar beberapa nada. Lagu yang membawa aku kembali menemukan memoriku. Lagu yang membuatku merasa lebih dekat kepada Lando dengan hanya mendengarkannya saja.

Lando terlihat agak rapi di video kali ini. Lando memakai sebuah kemeja yang beberapa kancingnya tak di kancing dan jeans berwarna biru gelap. Rambut Lando masih terlihat sulit untuk di taklukan.

"Lando lagi." Ucap Lando mengawali videonya dan di lengkapi dengan senyum khas Lando yang beberapa hari ini absen kulihat.

"Kalian denger lagu yang di jadiin backsound ini?" Tanya Lando di temani dengan lagu Rascall Flatt yang masih di putar itu dan aku menganggukkan kepalaku tanpa sadar seolah-olah Lando dapat melihatku.

"Ini adalah lagu favoritku." Kata Lando dengan senyum kecil sembari mengalihkan pandangannya dari kamera mungkin masih tak terbiasa membicarakan tentang dirinya sendiri walaupun hanya di depan kamera.

"Beberapa hari yang lalu, aku menunjukkan lagu ini ke Iyi. Dan seperti yang aku perkirakan bahwa Iyi bilang kalo lagu ini adalah lagu sedih." Lanjut Lando yang menunjukkan matanya kembali ke arah kamera.

Dan kini aku bisa menebak bahwa video ini di rekam tak lama setelah Lando mengenalkan lagu ini padaku.

"Lirik. Melodi. Dan arti dari lagu ini memang sedih." Tambah Lando lagi mengakui bahwa dirinya sendiri sadar bahwa lagu ini adalah lagu yang menyayat hati yang mendengarnya.

"Pertama kali aku mendengar lagu ini, bikin aku mikirin Iyi. Kayaknya Iyi adalah orang yang pertama aku pikirin setiap ngelakuin sesuatu ya? " Tanya Lando dengan tawa kecil yang diikuti dengan sebuah gelengan kepala menandakan bahwa ia malu.

"Lagu ini nyeritain tentang kehilangan seseorang. Iyi bilang lagu ini kayak sebuah lagu dengan ucapan selamat tinggal." Ucap Lando sembari menyapukan jari-jarinya ke rambutnya yang berantakan.

"Jadi kenapa aku menyukai lagu ini?" Tanya Lando pada kamera dengan senyum kecil yang entah kenapa tiba-tiba terlihat sedih untukku.

"Karena aku yakin, pada satu titik kita semua bakal ngucapin selamat tinggal." Kata Lando mengulangi kalimat yang pernah dia ucapkan padaku.

"Aku udah belajar tentang hal ini sejak mama pergi. No matter how much you want to stay, one day you'll say goodbye. Kayak mama." Kata Lando lagi dan hatiku tiba-tiba terasa sakit mendengar apa yang di ucapkan Lando. Aku tau bahwa Lando selalu merindukan mamanya.

"Seberapa besarpun keinginan kita untuk tetap tinggal bersama mereka yang kita sayangin, pada akhirnya kata selamat tinggal nggak bisa terelakkan." Ucap Lando dengan senyum yang membuat airmataku berkaca-kaca.

"Dan ketika aku mikirin Iyi dan kata selamat tinggal, aku kehabisan kata-kata." Kata Lando dengan tawa kecil yang sama sekali tanpa humor.

"Aku bilang ke Iyi kalo aku nggak akan pernah ngucapin selamat tinggal selama aku masih punya pilihan. Tapi kalo suatu hari nanti.." Lando menarik sebuah nafas panjang lalu kembali menatap kamera bagai menatap mataku secara langsung.

"Kalo suatu hari aku memang harus pergi ninggalin Iyi.. Aku harap aku sempat ngelakuin semua yang pengen aku lakuin buat Iyi." Kata Lando dan entah sejak kapan airmata mengepul di kelopak mataku, dan kini jatuh dengan sendirinya ke pipiku.

"Dan kalo aku boleh minta.." Gantung Lando sambil menundukkan kepalanya mengalihkan kedua matanya lagi dari kamera.

"Aku berharap.. Aku sempat ngucapin selamat tinggal. Karena dengan begitu, Iyi nggak akan sedih terlalu lama." Lanjut Lando dan aku tak sanggup menatap wajah Lando lagi dan memilih menempelkan wajahku di bantalan sofa untuk meredam airmata yang kini dengan bebasnya jatuh.

Lalu aku mendengar Lando menarik nafas panjang sekali lagi, menandakan bahwa ia belum selesai.

"Iyi, kalo aku memang suatu saat harus ninggalin kamu, aku harap kamu bisa maafin aku dan ngelanjutin hidup kamu. Please, don't be sad for too long." Ucap Lando yang pada kalimat akhirnya terdengar emosional dan agak serak. Dan mendengarnya membuat aku tidak bisa menghentikan tangisku yang pecah.

"Aku sayang kamu." Akhir Lando dan videonya selesai karena tak ada lagi kata-kata lain yang terdengar setelah kalimat itu. Tangis diamku pun pecah, karena aku begitu ingin membalas ucapan Lando secara langsung tapi takdir tak mengizinkan.

Benar kata Lando, pada suatu titik kita akan mengucapkan selamat tinggal. Dan kepergian Lando membuktikan hal itu untukku. The hardest goodbye.

Memori LandoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang