13. Someone Who Fill Your Heart

810 94 0
                                    

"The only true wisdom is in knowing you know nothing." - Socrates.

Lebih dari dua puluh empat jam sudah waktu berlalu sejak aku mengetahui bahwa Lando menyimpan sebagian kenangan kecil dari dirinya di dalam kaset-kaset dan saat ini aku yang memilikinya. Setiap jam aku berdebat dengan diriku sendiri dan menahan diri untuk tidak langsung menonton setiap kasetnya sehingga aku bisa melihat Lando terus menerus kapan pun aku mau. Tapi dengan janji yang telah aku buat bersama Mara, aku mengurungkan niatku itu.

Dan di sinilah aku duduk termenung di depan TV yang ada di ruang keluarga sambil menatap tumpukan kaset-kaset DVD yang ada di dalam box. Dari sekian banyak kaset, aku tidak tau harus memulai dari kaset yang mana. Ku masukkan tanganku ke dalam box dan memilih satu persatu kaset yang di labeli dengan tanggal kapan video itu di buat dengan Lando. Beberapa saat berlalu dan aku memutuskan untuk memilih kaset yang di labeli dengan tanggal yang paling lama. Mungkin video yang pertama kali di buat oleh Lando.

Setelah memasukkan kaset ke dalam pemutar DVD, aku kembali duduk di sofa saat wajah Lando yang sedang memperbaiki letak kamera, muncul di layar TV. Aku tersenyum karena gambar yang muncul di hadapanku, Lando terlihat santai dengan kaos abu-abu polos dan celana jeans pendek.

"Oke.." Mulai Lando yang setengah tertawa sembari merapikan rambutnya tanpa sadar.

"Jadi.. Ini adalah video pertama yang aku rekam." Kata Lando membenarkan dugaanku yang sebelumnya.

"Walaupun sebenarnya ini agak canggung karena aku harus ngomong dengan kamera.. Tapi aku akan coba.." Kata Lando lalu memberikan senyum khas miliknya ke arah kamera. Aku berharap aku bisa menghentikan videonya agar aku bisa terus melihat senyum Lando tapi remote-nya terlalu jauh dan aku tidak ingin melewatkan sedetikpun dari video ini.

"Oke.. Mungkin di mulai dari tentang aku kali ya? Walaupun nggak ada yang terlalu menarik tapi untuk video perdana cukup pas topiknya." Lanjut Lando yang membuat aku memutar kedua bola mataku karena pilihan kata yang Lando gunakan. Nggak ada yang terlalu menarik? Cuma Lando yang melihat dirinya sendiri tidak menarik. Bahkan saat sedang berjalan dengan Lando, ia tidak jarang menarik perhatian para wanita yang lewat.

"Aku Lando. Aliando Howell. Cowok biasa yang sampe sekarang masih tinggal sama bokap. Mama udah lama nggak ada sejak aku SMP." Ucap Lando memulai perkenalan dirinya itu.

"Mama. Aku bukan orang yang gampang untuk ngungkapin perasaan. Tapi jujur kadang-kadang aku kangen sama mama." Aku Lando dengan senyum kecil nya.

"Kehilangan paling menyakitkan buat aku adalah kehilangan di tinggal pergi untuk selama-lamanya. Beda dengan kehilangan seseorang yang masih bisa kita liat kalau sewaktu-waktu kita kangen, bisa denger suaranya, ketawanya. Itu masih lebih baik daripada kita kehilangan tapi orangnya nggak ada lagi di dunia ini." Kata Lando serius dan aku tak bisa lebih setuju lagi dengan kalimat Lando. Karena aku merasakan kehilangan Lando untuk selama-lamanya.

"Walaupun.. Sekarang aku udah nemuin seseorang. Seseorang yang ngisi hatiku sampai hampir penuh dan nggak ada celah lagi buat orang lain, tapi mama selalu punya tempat sendiri di sini." Kata Lando sambil menunjuk ke arah hatinya dengan senyum kecil. Hatiku terasa sangat hangat melihat betapa Lando menyayangi mamanya. Seperti yang di akui Lando sendiri, dia adalah orang yang tak mudah untuk mengatakan perasaannya. Bahkan aku bisa menghitung dengan satu tangan, kapan Lando mengatakan saat dia merindukan mamanya.

"Oke.. Selanjutnya mimpi. Mimpiku banyak dan hampir tiap saat berubah-ubah. Tapi kali ini aku punya mimpi yang harus aku wujudkan." Kata Lando yang tiba-tiba terlihat sangat antusias menatap ke arah kamera.

"Aku pengen sekolah fotografi. Aku pengen keliling dunia dan mengabadikan keindahan-keindahan dunia yang aku liat dari mataku." Kata Lando yang membuat aku haru karena Lando tidak pernah punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi-mimpinya itu.

"Dan juga.. Aku pengen bisa mengabadikan momen senyum, tawa, tangis dan wajah ngambek dari dia. Dia yang membuat hatiku penuh. Dia." Akhir Lando sebelum videonya berakhir. Aku masih tidak bisa melepaskan pandanganku dari TV walaupun tak ada lagi Lando di sana. Hatiku bagaikan di acak-acak. Aku selalu berpikir bahwa aku menyayangi Lando lebih besar daripada Lando menyayangiku. Tapi setelah melihat dua video yang di tinggalkan oleh Lando, aku kini tak yakin lagi.

Ketika aku ingin beranjak dari sofa dan membawa box yang berisi kenangan tentang Lando itu, tiba-tiba terdengar pintu di ketuk beberapa kali. Ku letakkan kembali box-nya di atas meja lalu bergegas membuka pintunya. Ketika pintu terbuka, terlihat sosok Mara yang berdiri dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana jeansnya sedang menungguku.

"Mara? Lo kok dateng nggak bilang-bilang?" Tanyaku pada Mara dengan agak terkejut dengan kedatangannya yang tak terduga.

"Temenin gue ke taman dong." Kata Mara dengan senyum lebar yang menampakkan deretan giginya yang rapi.

"Tapi ini panas, Mar.." Kataku yang enggan melawan matahari yang kian terik hari ini.

"Ayo dong, Pril. Gue beliin es krim deh buat lo!" Rayunya dan aku tidak bisa lagi menolak permintaan Mara.

Sepuluh menit kemudian aku dan Mara sampai di taman dan berjalan dengan memegang es krim yang Mara belikan untukku. Layaknya anak kecil, aku dan Mara menikmati es krim yang menjadi penawar panas itu tanpa suara. Lalu ku alihkan arah pandanganku ke samping dan melihat Mara yang sedang asik dengan es krimnya membuat keusilanku muncul. Ketika Mara ingin memakan bagian atas es krim miliknya, aku mendorong tangan Mara sehingga es krimnya menempel mengenai hidungnya dan membuat aku tertawa keras. Melihat ekspresi kaget dari wajah Mara membuat tawaku semakin menjadi-jadi.
Dengan wajah yang penuh es krim itu, Mara sadar dari keterkejutannya dan mulai mengejarku.

Entah berapa lama aku dan Mara bermain. Setelah merasa lelah karena berlari, aku dan Mara duduk di sebuah kursi taman yang kosong. Aku melihat ke arah Mara yang sedang membersihkan es krim dari wajahnya menggunakan tisu yang ku berikan. Aku baru menyadari bahwa ini pertama kalinya aku tertawa lepas seperti tadi. Mungkin urat tawaku masih baik-baik saja?

"Lo udah nonton video yang di tinggalin Lando?" Tanya Mara memecahkan keheningan yang sepertinya telah selesai membersihkan wajahnya.
Aku mengangguk sebelum menjawab pertanyaan dari Mara.

"Sebelum lo dateng gue baru selesai nonton."
Giliran Mara yang menganggukan kepalanya.

"Inget ya. Satu video. Kalo lo ketauan nonton lebih dari satu video tiap hari lo nontonnya, gue ambil balik kaset-kasetnya." Ancam Mara dan aku menjawabnya dengan memberikan sikap hormat kepada Mara.

"Siap bos!" Jawabku dengan senyum yang di respon Mara dengan senyum lainnya.

Beberapa menit berlalu dengan hening. Aku dan Mara seperti hanyut dengan pikiran kami masing-masing.

"Apa yang jadi penyesalan paling besar buat lo tentang Lando?" Kata Mara yang mengakhiri kesunyian di antara kami. Aku menghela nafas panjang karena aku tau pasti apa penyesalan terbesarku untuk Lando.

"Yang bikin gue nyesel adalah.. Gue nggak sempet bilang ke Lando.. Kalo gue sebenernya sayang sama dia." Untuk pertama kalinya aku menyuarakan penyesalanku untuk Lando. Sulit untuk mengakuinya tapi entah kenapa dengan Mara, aku bisa mengatakannya dengan mudah.
Mara menganggukan kepalanya lalu menggeser badannya agar bisa menghadap ke arahku.

"Kalo gitu bilang ke gue sekarang apa yang mau lo bilang ke Lando dan anggep gue sebagai Lando." Kata Mara dan aku mengangkat naik kedua alisku.

"Maksud lo?" Tanyaku bingung dengan maksud dan tujuan Mara tentang hal ini.

"Lo nyesel karena lo nggak pernah ngeluarin kata-kata itu dari mulut lo. Gue tau gue bukan Lando, tapi gue percaya Prill, kalo lo ngeluarin kata-kata itu dari mulut lo, penyesalan yang lo rasain bakal berkurang." Jelas Mara. Walaupun aku tak begitu yakin dengan teori yang Mara berikan tapi perkataan Mara ada benarnya. Akankah mengucapkannya membuatku merasa lebih tenang?

Mara lalu menarikku untuk menghadap lurus tepat ke arahnya. Aku mulai membayangkan wajah Lando menggantikan wajah Mara. Aku menatap wajah Mara atau yang kini ku bayangkan sebagai Lando itu dengan hati-hati. Lalu kalimat yang aku harap sempat aku ucapkan pada Lando itu, keluar dari bibirku.

"Aku juga sayang kamu."

Memori LandoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang