1

35.6K 386 14
                                    

"Nona Willo, boleh saya masuk?"

"Yes, come in."

"Saya cuma mau menyerahkan hasil rancangan saya. Ini untuk musim dingin bulan December nanti. Semua modelnya juga sudah siap."

"Okey, kamu boleh pergi sekarang."

"Permisi nona Willo."

Wanita yang dipanggil Willo itu hanya tersenyum. Dia membalikan singgahsananya mengahadap ke jendela besar yang sedang sibuk oleh kendaraan yang berlalu lalang.

Willo memijat pelipisnya yang lumayan pening karna deadline yang minta untuk dikerjakan secepatnya.

Telfon genggamnya berbunyi dan menampilkan sebuah nama yang sangat di kenalnya.

"Hallo?"

"Apa kau sibuk?"

"Ya."

"Sayang sekali, aku mau mengajak mu bersenang-senang."

"10 menit lagi. Di tempat biasa?"

"Tentu, aku harap kau tidak lupa jalan menuju sini."

Willo hanya tersenyum renyah mendengar jawaban dari lawan bicaranya. Lalu menutup percakapan mereka.

"Tuan Jakson, bisa kau siapkan mobil ku 10 menit lagi?"

"Ya nona."

"Terimakasih."

Willo meletakkan ponselnya di atas laptop berlogo apple yang telah digigit itu dan melangkahkan kakinya ke ruang pribadinya.

Dia membiarkan alat teknologi modern itu membaca sidik jarinya sehingga pintu ruangan rahasianya terbuka dan menampilkan dinding yang di lapisi wallpaper hitam bergaris merah maroon.

Ruangan itu tampak sangat elegan, ditambah dengan lemari hitam besar di sisi kananya dan kasur berukuran king size yang sangat nyaman untuk ditiduri. Disebrang sana ada TV flat besar lengkap dengan soundnya.

Ini kamar pribadinya di ruang kerjanya. Dia yang super sibuk sangat membutuhkan ruangan seperti ini, agar tidak perlu pulang kerumah hanya untuk istirahat.

Willo melepas heels 12 centimeternya dan meletakkannya di lemari sepatu yang berada di samping lemari pakaiannya lalu berjalan menuju kamar mandi dengan bersenandung.

5 menit kemudian dia keluar dengan jubah mandinya. Dengan rambut basah dan wajah yang segar.

Dia menyalakan hairdryer untuk mengeringkan rambut panjangnya dan duduk di depan meja rias. Willo mulai menyapukan bedak tipis ke wajahnya lalu membuat garis menggunakan eyeliner di kedua matanya dan menggunakan sedikit mascara di bulu matanya yang lumayan panjang itu.

Terakhir, dia memulaskan lipstick merah merona di bibir penuhnya. Sempurna, riasannya selalu bagus pada akhirnya, tidak terlalu berlebihan tapi tetap elegan. Dia mengambil dress hitam yang memperlihatkan bahu putihnya dan leher jenjangnya.

Willo mengambil heels 5 centimeternya berwarna senada dengan dressnya. Rambut coklat keemasannya terurai menutupi punggung terbukanya. Dia siap!

Sepatu yang beradu dengan lantai menggema di seluruh lorong kantor yang mulai sepi. Dia merapatkan jaket kulitnya saat angin menerpa kulitnya.

"Silahkan nona."

"Terimakasih tuan Jakson."

Willo langsung menyalakan mesin mobilnya dan mulai membelah jalanan Paris. Musik up-beat menemani perjalanannya untuk sampai tujuan. Beruntung jalanan lenggang, sehingga dia bisa sampai tujuan dengan cepat.

MASOCHISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang