"Willo Alexandria."
Willo tidak bergeming. Dia masih betah dengan diamnya. Sebenarnya apa yang manusia ini ingingkan, huh?
"Apa aku benar? Kau seorang masokis?" tanya pria itu yang wajahnya masih berada di sebelah kiri telinganya sejajar.
"Kau boleh keluar sekarang."
Laki-laki itu tertawa kencang sampai-sampai Willo tersentak kaget. Dia kemudian berjalan memunggungi Willo yang masih duduk diam ditempat sambil melihat jalanan Paris yang sibuk di kaca besar ruangan kerja Willo sambil tangannya ia simpan di dalan kantong celana bahan miliknya.
"Willo... Willo. Bagaimana bisa perempuan berparas cantik sepertimu seorang masokis?"
"Aku tidak mengerti apa yang sedang kau bicarakan, Tuan."
"Tentu kau mengerti Willo."
"Oya? Don't pretend like you know me so well."
Pria itu menyerahkan kedua tangannya ke depan wajah Willo sehingga wanita itu mendongak menatapnya.
"Come on. Let's see. Prove it you were wrong."
Willo menatap pria itu lamat-lamat. Dia sudah pasti gila menawarkan dirinya untuk dicambuk dan disiksa oleh Willo.
"Ayo Willo."
"Aku akan memanggil security disini untuk menyeretmu keluar."
"Memangnya apa salahku? Bahkan aku tidak membuat keributan disini."
"Kau bertindak tidak sopan disini."
"Oya? Bahkan aku tidak menyentuhmu seujung rambut-pun."
"Kau mengajakku melakukan sex."
Sekali lagi pria itu tertawa sangat kencang dan terdengar sangat menyebalkan ditelinga Willo.
"Apa aku bilang 'bercintalah denganku sekarang Willo.' apa aku bilang begitu? Atau jangan-jangan kau memang ingin bercinta denganku?" godanya.
Willo merutuki dirinya dalam hati karna terlalu bodoh. Giginya gemeletuk menahan amarah. Sebisa mungkin dia tidak mendamprat pria ini keluar sekarang. Dia tidak ingin dilihat oleh pegawainya berbuat kasar. Cukup di atas ranjang saja dia begitu.
Pria itu melepas dasi yang mengikat lehernya. Lalu dia menyerahkannya ke Willo.
Willo bangkit dari kursinya lalu menekan tombol 1 di telfon yang menghubungkannya langsung dengan July.
"Tolong re-schedule jadwalku hari ini untuk melihat model yang akan turun December nanti. Dan..." dia melirik pria yang sedang berdiri tidak jauh darinya sedang melambaikan tangan seraya tersenyum.
"...jangan izinkan siapapun masuk kerungangku sampai 3jam kedepan. Bahkan tamu penting sekalipun."
"Baik nona. Apa ada lagi?"
"Tidak. Itu saja."
Willo menutup telfonnya cepat. Lalu dia melangkahkan kakinya ke pintu dan menguncinya.
"Aku harap kau tidak menyesal telah menawarkan dirimu untuk disiksa olehku, Tuan."
"Raymond. Raymond Oliver. Kau panggil apa saja. Ray, olive atau sayang pun tidak apa-apa. Aku tidak keberatan."
"Ray. Aku rasa itu cukup."
"Aku suka mendengarnya."
Pria yang dipanggil Ray oleh Willo itu, kini berhadap-hadapan dengannya. Dan untuk kedua kalinya dia menyodorkan dasi dan tangannya ke arah Willo.
KAMU SEDANG MEMBACA
MASOCHIST
Random"Kau berdarah... Dan aku suka." bisik Willo tepat di telinga pria itu dan pria itu hanya bisa meringis sambil mencengkram tangannya sendiri yang terikat.