4

14.1K 206 1
                                    

Willo sedang berlari dengan tempo sedang di treadmill di ruang olahraga lantai tiga rumahnya.

Musik dengan volume kencang menguar di segala penjuru ruangan. Beruntung setiap ruangan di rumahnya ini kedap suara. Bisa dipastikan tidak ada seorang pun bahkan semut yang terganggu dengan volume musik Willo.

Dia berlari dengan pikiran yang entah dimana. Pandangannya kosong. Satu kata itu terus berulang di telinganya dan terus masuk ke dalam otaknya.

Menikah? Apa dia tidak salah dengar? Apa Ayahnya itu sudah gila? Willo Alexandrea menikah? Yang benar saja!

Di buku catatan masa depannya, dia bahkan tidak pernah menuliskan kata MENIKAH dan kemarin Ayahnya secara tidak langsung menyuruhnya menikah?

Wow! Dunianya dalam marabahaya.

Bayangan mengerikan terus tergambar di depan matanya. Mulai dari hamil, mengurus anak, mengurus suami, berkutat di dapur, tidak boleh ke klub, dan yang lebih parahnya kalau suaminya tau dia punya kelainan sex.

Willo memejamkan matanya rapat-rapat supaya amarahnya tidak mencuat.

Dia berjalan keluar ruang olahraga dan melangkahkan kakinya ke arah dapur lalu menegak segelas orange juice yang ada disana.

"Nona, ada surat."

"Letakkan di meja kerjaku Lucy."

Lucy langsung menuruti perintah sang majikan yang dingin itu.

Willo mengambil ponselnya yang berada di kantong celananya dan menekannya lama di kontak seseorang.

"Ya Willo?"

"Carikan aku teman untuk nanti malam."

Belum sempat orang di sebrang menjawab, Willo langsung memutuskan percakapannya secara sepihak.

Kakinya melangkah ke arah ruang kerjanya. Dia mengecek e-mail dan surat-surat kertas yang datang pagi ini. Setelah membacanya, Willo pergi ke kamarnya.

Willo menanggalkan semua pakaiannya dan menuangkan sabun beraroma lavender ke dalam bathup yang sudah terisi air.

Dia menenggelamkan tubuhnya yang berkeringat itu ke dalam air lalu memejamkan matanya.

Kata itu datang lagi mengusik pikirannya.

"Hhh menikah... Apa ada yang lebih lucu dari pada menikah? Kenapa semua orang harus menikah? Untuk mempunyai keturunan? Atau hanya untuk sex? Ck, mereka bisa menyewa seseorang untuk melayaninya di ranjang, kan? Tanpa harus melaksanakan kegiatan memuakkan itu?"

Dadanya naik turun karna emosi sendiri. "Ah aku benar-benar akan mati muda kalau seperti ini terus." ucapnya sambil memukul air di dalam bathup.

Tok! Tok! Tok!

"Nona?"

"Ya?"

"Tuan Samuel ada di bawah."

"Iya, aku akan segera turun Lucy."

"Apa ini waktunya dia untuk berkunjung?" dahi Willo berkerut bingung.

Wanita itu langsung keluar dari bathupnya dan menuju ke walk in closet untuk mengambil beberapa baju santai untuk menemui Samuel.

"Selamat pagi Willo."

"Aku tidak tau kau datang hari ini Samuel."

"Haha kau terlalu sibuk, mungkin sampai lupa jadwal berkunjungku."

Pria berhidung mancung dan bermata biru laut itu menampilkan gigi putihnya sementara lawan bicaranya lebih senang menyembunyikan gigi putihnya yang baru dia gosok tadi.

"Jadi, apa kabarmu Willo?"

"Aku baik-baik saja Samuel."

"Ya, seharusnya begitu. Tapi aku yakin mangsamu yang kemarin itu tidak."

"Ck, aku sudah menyuruhmu untuk menghandle semuanya, kan? Aku yakin dia tidak sekarat. Dan uangnya cukup untuk berobat."

"Sampai kapan kau seperti ini Willo?"

"Aku tidak tau Samuel. Bayangan itu terus menemuiku. Penjahat gila itu selalu ada dalam kepalaku."

"...dan ini menyenangkan."

"Sudah 6 tahun berlalu. Kau tidak bisa menambah terus jumlah korbanmu."

"Aku tau. Tapi aku butuh pelampiasan."

"Hhh aku kemari untuk membersihkan peralatanmu seperti biasa dengan orang-orangku. Kau mau ikut?"

"Boleh, kebetulan nanti malam aku akan memakainya beberapa."

"Ya Tuhan Willo."

"Samuel, I'm sorry. I can't stop."

"You can if you want."

"Ini sulit, Samuel."

"Carilah psikolog yang bisa menangani penyakit gilamu itu. Ah aku benar-benar angkat tangan melihatmu begitu."

Willo hanya terkekeh mendengar sahabatnya, orang kepercayaannya itu.

Samuel sudah mengenal Willo jauh sebelum insiden itu terjadi. Dia ikut berduka atas apa yang menimpa gadis kesayangannya itu yang membuatnya seperti monster di ranjang.

Bagaimana bisa wajah anggun itu, tubuh yang ramping tangan lentik syarat akan kecantikan seorang wanita. Siapapun pasti akan bertekuk lutut dihadapannya.

Dia hampir memiliki segalanya. Hanya saja dia bisa berubah jadi orang paling kasar dan gila kalau di ranjang.

Samuel pernah mengurusi korban Willo yang sangat amat parah. Sampai-sampai dia harus di rawat beberapa minggu di rumah sakit.

Memar yang di buat oleh Willo tidak akan bisa hilang hanya beberapa hari saja. Belum lagi kalau bibir korbannya sampai robek. Dan yang paling parah tulang rusuknya ada yang sampai patah.

Samuel bergidik ngeri, dibalik prestasinya yang cemerlang dan wajah anggunnya itu, jiwanya benar-benar tidak baik.

Bagaimana seorang wanita cantik melakukan perbuatan sekasar itu dan korbannya adalah lelaki yang di kenal lebih tangguh darinya.

Willo benar-benar harus dihentikan sebelum korbannya bertambah banyak.

"Aku mau kau tambah lagi koleksiku, Samuel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku mau kau tambah lagi koleksiku, Samuel." katanya saat Samuel mengeluarkan alat-alat yang dia hapal betul namanya.

"Tapi Willo..."

"Aku tidak terima bantahan dari siapapun."

Kata-kata Willo membuat Samuel menelan ludahnya dengan susah payah. Dia meringis melihat alat-alat kesayangan Willo.

"Bukakah ini sudah cukup untuk menyiksa korbannya? Dan dia minta ini ditambah? Ya Tuhan, maafkan hambamu ini."

Willo yang mendengar doa dari sahabatnya itu hanya tersenyum sambil mengelus cambuk hitam kesayangannya.

MASOCHISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang