Willo dengan reflek memutar kepalanya, melihat siapa yang datang.
"Ada perlu apa kau datang kemari pagi-pagi?" tanyanya dengan wajah tanpa ekspresi.
Dengan perlahan, Willo memutar tubuhnya tapi dia masih tetap berada di pangkuan Raymond lalu melipat tangan di depan dadanya.
"Aku tidak tau kau seagresif ini."
"Katakan apa mau mu. Lalu, cepat keluar dari ruanganku."
Mr. Alexandrea duduk di sofa yang tidak jauh dari Willo.
"Dia siapa?" tanya Raymond berbisik, tapi Willo tidak menggubrisnya.
"Apa dia kekasihmu?"
"Bukan."
"Sebentar lagi aku akan menjadi kekasihnya." celetuk Raymond dibalik punggung Willo. Tapi Willo tetap tidak menggubrisnya. Tatapannya masih pada pria yang duduk tak jauh dari tempatnya duduk saat ini.
"Ah... Baguslah kalau begitu. Cepat tentukan tanggal pernikahan kalian. Kalau bisa secepatnya."
Willo tetap memasang wajah dinginnya.
"Hey, dia Ayahmu?" bisik Raymond lagi dan Willo masih tidak mau menggubrisnya.
"Kau sudah selesai, kan? Silahkan pergi. Aku masih punya banyak urusan."
"Siapa namamu anak muda?"
"Raymond." jawabnya setengah berteriak.
"Okey, Raymond. Tolong jaga Willo. Dia anak yang sedikit keras kepala dan dingin. Tapi sebenarnya dia itu baik."
"Hentikan omong kosongmu dan silahkan pergi dari sini!"
"Akhir pekan nanti, ajak Willo makan malam dirumahku, Raymond."
"Aku sibuk."
"Hmm akhir pekan, ya? Kebetulan aku tidak kemana-mana. Ayo kita pergi bersama."
"Kau tuli ya? Aku bilang aku sibuk. Kau pergi saja sendiri."
"Apa aku boleh pergi sendiri?"
Mr. Alexandrea kelihatan sedang berpikir. "Aku rasa tidak apa-apa. Aku orang tua yang kesepian saat akhir pekan karna anak-anakku sangat jauh dariku."
Willo memencet tombol dial di telefon di meja kerjanya. "Tolong bawa pria tua ini keluar dari ruanganku."
Mendengar itu, Mr. Alexandrea bangun dari duduknya "sampai bertemu akhir pekan, Raymond."
Willo menghela nafasnya berat saat punggung pria itu ditelan oleh pintu.
"Kau juga boleh pergi sekarang, Raymond."
"Apa?"
"Kau tuli? Pergi dari sini!"
"Tapi..."
Jari telunjuk Willo sudah menekan tombol dial.
"Selamat pagi nona Willo, ada yang bisa saya bantu?"
Sebelum menjawab pertanyaan itu, Willo memperhatikan Raymond yang tidak bergeming sedikitpun dari sofa merah yang ada di sudut ruang kerja Willo.
Malahan, Raymond bersiul dengan santai sambil memperhatikan kuku-kuku jari tangannya.
"Tolong panggilkan petugas rumah sakit jiwa kesini."
Dengan cepat kepala Raymond langsung berputar ke arah Willo.
"Kau pikir aku ini gila?!"
Willo hanya mengangkat bahunya tanda ia tidak peduli dengan Raymond.
Raymond yang akan menghampiri Willo terhenti saat mendengar suara ketukan pintu dan disusul oleh pintu yang dibuka secara buru-buru.
"Selamat pagi, nona. Kami dari Soul Care Hospital mendapat perintah untuk membawa orang yang sakit jiwa."
Willo hanya melirikkan matanya ke arah Raymond dan mereka langsung tahu apa yang harus mereka lakukan.
Petugas rumah sakit jiwa itu mengambil ancang-ancang untuk menangkap Raymon dengan formasi satu berada di posisi kanan Raymon, satunya lagi di bagian kanan dan lainnya di depan dan belakang Raymond.
"Apa kalian pikir aku beneran gila? Hah?!"
Hening...
Hanya ada degup kencang di jantung masing-masing. Para petugas rumah sakit jiwa saling berpandangan lalu mengangguk. Merentangkan tangan mereka lebar-lebar lalu dengan sigap menangkap Raymond.
"Hey!!!! Lepas!!! Aku tidak gila!"
Willo tetap diam melihat Raymond yang meronta karena diseret paksa.
"Aku peringatkan ya, pada kalian. Aku tidak gila!!"
"Willo! Bilang mereka kalau kau hanya bercanda! Ini hanya salah paham!!!"
Petugas rumah sakit jiwa itu terus menariknya sampai keluar pintu dan Raymond terus meronta.
"Kau tidak lihat aku tampan, hah? Mana mungkin pria setampan aku ini gila!! Hey!"
Raymond hilang dibalik pintu bersama dengan petugas rumah sakit jiwa. Ruangannya kembali hening. Willo menghembuskan nafasnya kasar.
"Hhh biar dokter yang memutuskan. Kau gila atau tidak."
Telunjuknya menekan dial di telepon. "Panggilkan cleaning service untuk membersihkan ruanganku sekarang."
![](https://img.wattpad.com/cover/117537186-288-k191025.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MASOCHIST
Random"Kau berdarah... Dan aku suka." bisik Willo tepat di telinga pria itu dan pria itu hanya bisa meringis sambil mencengkram tangannya sendiri yang terikat.