"Tidak."
"Aku mau turun disini, Raymond!"
"What happened with you?"
"That's my question for you!"
"What?"
"Don't pretend like a hero! I don't need to be saving!"
"Willo."
"I can save myself."
"Willo." panggil Raymond pelan sambil mencoba menggenggam tangannya.
"Don't ever touch me!" Willo berdesis tajam lalu keluar dari mobil Raymond.
"Fucking shit!
Sucks!
Jerk!
Son of bitch!
Fuck!
Fuck Raymond!
Fuck!!!!!"Willo tidak berhenti berlari sambil menggerutu. Air matanya ia tahan agar tidak tumpah. Sial! Raymond hanya orang asing yang tidak tau apa-apa tapi serasa ia mengetahui segalanya tentang Willo. Lancang benar dia membawanya ke tempat sialan itu.
Willo berdiri di tepi jalan untuk mencari taxi yang lewat dan sebuah taxi berhenti dihadapannya.
Setelah dia memberi tahu kemana alamat yang dia tuju dia duduk dalam diam. Dalam hati ia masih mengutuk Raymond yang sudah lancang membawanya kerumah sialan itu.
Ponselnya bergetar sedari tadi dan memunculkan nama 'Raymond' di layarnya dan itu sangat mengusiknya. Akhirnya dia melempar ponselnya keluar jendela dan langsung terlindas oleh truk yang melintas dengan kecepatan tinggi.
Willo tidak langsung kerumahnya tapi, ke villa pribadinya yang sangat jauh dari kehidupan kota.
Sesampainya di sana, Bibi Julia - orang yang ditugaskan untuk menjaga villanya namun ia sudah anggap seperti ibunya sendiri. Julia yang sedang memberi makan ikan koi peliharaan Willo terkejut melihat wanita berumur 25 tahun itu datang dengan mata sembab dan penampilannya yang acak-acakan.
"Astaga. Ada apa denganmu, nak?"
Willo langsung menghambur ke dalam pelukan Julia. Julia membawanya ke kursi yang terletak tidak jauh dari kolam ikan koi.
Tidak ada jawaban dari Willo. Dia hanya menangis dalam pelukan Julia. Hanya ada suara burung yang mengiringi suara tangisnya dan hembusan angin yang mengeringkan air matanya.
Perlahan tangis Willo mereda. Sudah tidak sederas tadi.
"Kau sudah merasa lebih baik?"
Willo hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Mau cerita? Mungkin aku bisa membantumu."
Willo hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Julia mengusap kepalanya sayang lalu meninggalkannya, memberikan ruang sendiri untuknya.
Sepeninggal Julia, ponsel Willo terus berdering dengan menampilkan nama yang membuatnya menangis sampai seperti ini. Willo yang tergganggu dengan suara itu pun melempar ponselnya ke kolam ikan yang ada di depannya. Walaupun ponsel itu tahan air, ponsel itu pasti akan mati karna kabelnya konslet nanti.
Willo berdiri dan melangkahkan kakinya ke dalam vila dan merebahkan diri ke sofa nyaman yang ada di ruang tamu. Angin yang berhembus menerbangkan rambut-rambut Willo dan menyentuh pipinya lembut. Matanya masih menatap langit-langit berharap ada jawaban disana.
Jawaban tentang kejiwaan Raymond atau tentang dirinya yang terus tidak terkontrol. Ah, tidak tentu saja ini semua salah Raymond. Selama ini hidupnya baik-baik saja sebelum ada Raymond.
Dasar Raymond sialan.

KAMU SEDANG MEMBACA
MASOCHIST
Acak"Kau berdarah... Dan aku suka." bisik Willo tepat di telinga pria itu dan pria itu hanya bisa meringis sambil mencengkram tangannya sendiri yang terikat.