Tidak lama Jeremy pamit untuk pulang. Meninggalkan Willo dan Raymond yang tengah memendam sesuatu di kepalanya. Suasanya menjadi canggung. Raymond tidak mungkin memulai duluan. Itu sama saja mencari mati kalau dia merayu atau memulai pembicaraan.
Mereka mematung dalam waktu yang cukup lama. Sampai akhirnya
Plak!!!
Tangan lentik itu mendarat dengan sempurna di pipi kanannya dan langsung meunculkan semburat merah di pipinya.
Raymond hanya diam setelah di tampar oleh Willo. Kemudian Willo meninggalkan Raymond di ruang tamu sendirian.
Raymond hanya diam lalu Terduduk di lantai. Dia tidak tau apa yang harus dia lakukan sekarang. Dia tidak merasa bersalah. Karna Willo yang memulainya terlebih dahulu. Tapi entah kenapa dia merasa aneh kalau mengejar Willo lalu minta maaf dengannya. Karena... Ya... Memang itu tujuannya mendekati Willo. Untuk menjadikan Willo miliknya. Tapi bukan seperti ini caranya. Ini terlalu cepat.
Kenapa Willo tidak mengikuti alurnya saja. Apa sebegitu tidak sukanya dia dengan Raymond atau apa?
"Hey! Ayolah. Aku yang menyelamatkannya dari situasi aneh tadi." Gerutu Raymond.
Sementara itu Willo merasa sangat frustasi di kamarnya.
"Bodoh!!! Aish! Ya Tuhan aku bodoh sekali. Kau bodoh Willo! Kau bodoh!"
Sial. Aku menggali kuburanku sendiri"Willo terus merutuki kebodohannya. Kenapa dia harus menyeret laki-laki biadab itu kedalam hidupnya.
'Demi Tuhan, kenapa bisa Raymond mengatakan kalau dia mengajakku untuk fitting gaun pernikahan.' Sementara menikah saja tidak ada di dalam pikirannya sampai kapanpun.
Gila!
Willo terus mondar-mandir di dalam kamarnya. Memikirkan apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Tangannya mulai basah. Jantungnya terus berdegup kencang. Ini lebih menakutkan dari apapun, pikirnya.
Dia terus mencari cara agar pernikahan itu tidak terjadi. Ah, paling tidak gossip nya tidak menyebar untuk saat ini. Tapi, bisakah?
"Lucy, kosongkan rumah ini sekarang. Tapi jangan biarkan Raymond pulang"
Lucy hanya menuruti perintah nona muda yang sedang ada di dalam keadaan ingin membunuh siapa saja. Termasuk dirinya.
Willo berjalan menuruni tangga menghampiri Raymond yang masih duduk di ruang tamunya dengan amarahnya yang masih membara.
Dan setiba di hadapannya, tangan Willo memdarat dengan keras di pipi Raymond untuk kedua kalinya.
Lalu hening.
Tidak ada yang tau harus memulai pembicaraan dari mana. Willo menatap Raymond dingin. Sementara itu, Raymond hanya menunduk. Bukan karna pipinya yang sakit. Tapi dia bingung harus bagaimana.
"Bunuh aku saja kalau kau mau. Itu lebih baik" Raymond akhirnya membuka suara.
Tapi itu bukan saran yang dapat di terima oleh Willo. Dia memang sering memasukan orang ke rumah sakit tapi tidak untuk ke liang lahat.
Willo langsung duduk di pangkuan Raymond lalu mencium bibirnya kasar. Tentu saja Raymond sangat terkejut di serang tiba-tiba seperti itu.
Tangan Willo membuka ikat pinggang yang digunakan Raymond untuk mengikat kedua tangannya.
"Kau akan dihukum karna sudah lancang mengajakku fitting gaun pernikahan tanpa aku tau terlebih dahulu."
Willo tidak membiarkan Raymond membalas kalimatnya dan langsung menciumi bibir Raymond dengan kasar sampai Willo sendiri sadar kalau Raymond berdarah.
Seperti biasa, Willo tidak merasa bersalah. Malah ia sangat senang kalau lawannya berdarah.
Willo terus menciumi Raymond sambil kedua tangannya mencekik leher Raymond.
'ya, sepertinya dia tau kalau aku ingin sekali mati dengan cara yang enak seperti ini.' pikir Raymond.
Raymond berusaha untuk tetap bernafas dengan baik tapi Willo semakin membabi buta dan Willo tidak membiarkan Raymond bernafas.
![](https://img.wattpad.com/cover/117537186-288-k191025.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MASOCHIST
Random"Kau berdarah... Dan aku suka." bisik Willo tepat di telinga pria itu dan pria itu hanya bisa meringis sambil mencengkram tangannya sendiri yang terikat.