PART 9, AKU MENEMUKANMU

710 45 23
                                    

Siang itu Kanya duduk di bangku di rooftop sekolah. Dia tak sendirian, kali ini ada Mars duduk disebelahnya.

Suasananya hening seperti biasa. Kanya menatap kosong kearah lapangan basket sekolah yang terlihat dari atas. Sedangkan Mars sedang berpikir apa yang dipikirkan Kanya sebenarnya?

"Kamu mikirin apa? Serius banget kayaknya?" tanya Mars memecah keheningan diantara keduanya.

Kanya tak menjawabnya, malah menatap sinis kearah mata Mars. Seolah matanya bicara 'kepo lu! Suka-suka gue lah..'

"Ihh.. Sinis amat sih kamu.. Aku tanya baik-baik juga." ucap Mars sambil terkekeh melihat tatapan Kanya yang menusuk itu.

Kanya tak menghiraukan apa yang dikatakan Mars ia hanya melanjutkan melamunnya.

"Hei. Jangan ngelamun.. Biasanya kalo banyak ngelamun ntar bisa kesambet loh." ucap Mars lagi.

"..." tak ada tanggapan berarti dari Kanya.

"Katanya di rooftop ini angker loh.. Kamu gak takut?" ucap Mars yang kini mukanya tepat di hadapan Kanya -ia berdiri membungkuk di depan Kanya yang duduk di bangku- jarak antara keduanya sangat dekat, hanya 10 centi.

"Ishh.. Apaan sih lo!! Mesum!!" ucap Kanya kesal sambil memukul pelan (baca: keras) tapi berkali-kali muka Mars dihadapannya itu agar menjauh.

"Hehe.. Kamu sih.. Diajak ngobrol diem mulu. Sekarang aku jadi tau, cara bikin kamu ngomong adalah kaya gitu tadi.. Haha.." ucap Mars menyunggingkan senyum sambil bertahan tetap dihadapan Kanya.

"Lo mau gue geplak pake sepatu?!!" ucap Kanya dengan nada tajam.

Mars menghentikan pukulan kecil kanya dimukanya. Ia menggenggam tangan Kanya dengan satu tangannya sambil tersenyum.

"Kamu lucu deh.. Kalo lagi kesel gini. Hehe.." ucap Mars.

"Lepasin..!! Atau gue bakal teriak?!!" ucap Kanya meminta Mars melepaskan tangannya -dengan ancaman tentunya-.

"Dasar pengancam, " ucap Mars. Namun akhirnya ia melepaskan tangan kanya juga.

"Liat nih.. Jadi merahkan.. " ucap Kanya semaki kesal melihat pergelangan tangannya yang memerah karena Mars.

"Sini-sini... Gitu doang mah aku bisa balikin lagi biar ga merah." ucap Mars mengambil pergelangan Kanya, dan mulai memijatnya pelan agar tak merah lagi.

Tiba-tiba, Mars membulatkan matanya. Ia terkejut melihat bekas luka goresan di pergelangan kiri Kanya. Tak terlihat jelas memang, karena sepertinya sudah lama. 'Tapi, goresan ditangan kiri? Dan nama yang sama juga? Ah.. Ini terlalu gak masuk akal. Kecuali, kalau dia benar Kanya-ku yang dulu?' pikir Mars keras karena menurutnya kebetulan ini sangatlah sulit diterima akalnya.

Mengingat goresan yang sama, ditangan yang sama, dengan nama yang sama. Tapi,, Mars tak ingat jelas wajah orang yang sedang ada dipikirannya saat ini -orang yang selama ini mengisi kesunyian hati Mars, dan membuatnya selalu menolak gadis manapun yang menyatakan cinta padanya-.

"Kenapa? Lo ngelamun Mars?" tanya Kanya heran karena sekarang yang melamun bukan lagi dirinya, melainkan Mars.

"E-eh? Apa? Kamu ngomong apa tadi barusan? Maaf aku gadenger." ucap Mars gugup. Jantungnya berdebar lebih cepat saat ini.

"Tuh kan.. Lo ngelarang gue ngelamun, dan sekarang lo yang ngelamun.. Hahh.." ucap Kanya.

"Hehe.. Ya maaf, tadi aku soalnya lagi kepikiran sesuatu. Sesuatu yang dulu banget hilang dariku. Dan sekarang, kayaknya aku udah nemuin sesuatu yang hilang itu." ucap Mars menatap kosong pergelangan kiri kanya.

Dear KanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang