Alexis seperti biasanya sudah menunggu di depan lobby Apartemen Natalie pagi hari itu. Ia akan mengantar Natalie ke tempat kerja gadis itu, lalu pergi bekerja seperti kebiasaanya beberapa hari belakangan semenjak ia tahu mengenai kehamilan Natalie.
Seberapa besar stress yang Natalie berikan kepadanya, tentu harus ia tekankan kalau ingin pernikahan yang ia rencanakan demi simbiosis mutualisme mereka berjalan lancar.
Tidak peduli seberapa Natalie membuatnya sakit kepala atas kebodohan, kecerobohan, dan kepolosannya.
Ia harus yakin karena beberapa hari lagi, ia akan membawa wanita itu ke hadapan teman masa kecilnya untuk ia perkenalkan sebagai pendamping.
No turning back now. Alexis yakin, cara ia dan Natalie bertemu disaat ia patah hati, bagaimana pada akhirnya Natalie mengandung anaknya, dan bagaimana ia akhirnya akan menikah dengan Natalie, semua itu pasti mempunyai alasan.
Setelah menunggu hampir 1 jam, dimana tidak biasanya Natalie terlambat meski hanya satu menit, Alexis memutuskan untuk pergi karena masih ada rapat penting yang harus ia hadiri. Dalam hatinya, ia berjanji akan menjitaki kepala Natalie saat ia menjemput wanita itu pulang kerja nanti karena sudah mengerjainya dengan membiarkannya menunggu seperti orang bodoh.
Salahnya juga yang tidak pernah meminta nomor ponsel Natalie. Maka setelah daftar menjitaki kepala Natalie nanti, Alexis akan memastikan untuk meminta nomor ponsel wanita itu.
Langit kota Los Angeles berubah gelap, dan Alexis juga sudah menunggui Natalie di tempat biasa dengan kedua tangan yang melipat didepan dada.
Tatapan matanya tertuju ke arah pintu keluar restoran yang sejujurnya ia tidak begitu sukai karena pelayanannya yang payah dan responnya yang pasif akan permintaan customer. Ia pernah menjadi customer disana, dan ia bersumpah tidak akan pernah mau kembali lagi. Mungkin itu juga alasannya melarang Natalie bekerja disana.
Hingga pukul 10 malam dan satu persatu pegawai meninggalkan restoran seperti biasa, seharusnya Natalie adalah orang terakhir yang muncul untuk mengunci pintu seperti biasa.
Sebenarnya Alexis merasa kesal melihat bagaimana pegawai lainnya seakan menjadikan Natalie sebagai orang yang mudah di manfaatkan. Alexis bisa melihatnya dengan jelas meski hanya sekilas. Ia bingung, seberapa bodoh wanita itu sampai tidak sadar kalau ia sedang di manfaatkan atau sedang tidak dihargai oleh orang lain.
Mendadak ia menjadi kesal pada mantan pacar Natalie yang bisa-bisanya ikut membodohi Natalie dengan berselingkuh dan memakai uang gaji wanita itu.
Meski tidak bisa dipungkiri, kebodohan Natalielah yang menjadi penyebab utamanya.
Bukan Natalie yang muncul untuk mengunci pintu, melainkan karyawan lain yang sedikit terasa familiar untuknya karena pernah melayaninya dulu.
Ketika perempuan itu hendak mengunci pintu, Alexis terkejut dan langsung menghampiri perempuan itu. Pasalnya, Natalie tidak terlihat keluar selama ia menunggu tadi.
"Permisi, apa seluruh karyawan sudah pulang?"
Perempuan itu berbalik dan nampaknya ia masih menyisakan sedikit kekesalan akibat pesanan menyusahkan Alexis dulu. "Tentu, Tuan. Ini sudah waktunya tutup. Kembali saja besok lagi," sahutnya langsung berlalu meninggalkan Alexis.
Alexis berdecak. Ingin marah, tapi ia lebih mengkhawatirkan keberadaan Natalie.
"Kemana di bodoh itu?" Tanya Alexis seraya berjalan menuju ke mobilnya.
Karena minimnya hal yang ia ketahui tentang Natalie selain wanita itu sebatang kara, Alexis memutuskan untuk kembali ke Apartemen Wanita itu.
Dengan bantuan dari petugas yang berada di Lobby dan ciri-ciri Natalie yang bisa ia ingat, petugas itu bersedia memberitahu nomor kamar Natalie setelah Alexis meyakinkan kalau ia adalah calon suaminya dan ia tidak bisa menghubungi Natalie dari pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love by Accident
RomancePengalaman ditinggal orang yang dicintai, membuat kedua anak manusia terperangkap dalam sebuah kesalahan yang menyebabkan mereka terpaksa terikat. Ini bukan cerita mengenai Aku, Kamu, atau Dia lagi. melainkan Kita.