Livia menatap cermin seraya membersihkan sisa-sisa make up yang ada di wajahnya. Tiba-tiba ia kembali teringat dengan Revan sosok laki-laki yang dua tahun belakangan ini menghancurkan dunianya.
Pertemuan tak sengaja minggu lalu membuatnya kembali lagi teringat dengan kesakitan dan kehancuran hatinya. Meskipun Livia sudah berusaha berulang kali melupakan itu semua, tapi nampaknya kali ini dunia membuka kembali semua cerita itu.
Merelakan kebahagiaannya hilang begitu saja mungkin masih bisa ia lepaskan, tapi mengikhlaskan nampaknya tak semudah berucap.
Sore itu di kafe
"Aku pesan ice tea aja dulu, soalnya belum merasa lapar." ucap Livia sambil membolak-balik buku menu
"Yaudah mbak, saya pesen itu aja dulu." ucap Reza kepada pelayan kafe.
"Aku ke toilet dulu, ya." ucap Livia diberi anggukan oleh Reza.
Dengan cepat segera Livia pergi ke toilet tanpa memperhatikan jalan ia tak sengaja menabrak seseorang sesaat sebelum masuk toilet.
BRUK
"Ma...maaf saya gak sengaja." ucap Livia yang segera bangun begitu mengambil tasnya yang jatuh ke lantai.
Bagai kembali melihat luka lamanya, hatinya kembali lagi merasakan perasaan sakit, lidahnya seakan kelu untuk kembali berkata, badannya terasa seperti kehilang kendali.
Revan... Ya laki-laki itu kini kembali ke hadapannya setelah sekian lama pergi dari hidupnya, tidak lebih tepatnya hilang setelah meninggalkan luka di hatinya. Memang dari awal setelah sepakat mengakhiri hubungannya dengan Revan, Livia membuang semua barang-barang pemberian Revan bahkan Livia juga menghapus semua kontak yang berhubungan dengan Revan.
"Livia." ucap laki-laki itu, terdengar ada kerinduan dari suara itu. "Udah lama aku gak tahu kabar kamu, kamu juga gak pernah bisa aku hubungin, maafin aku, Liv." ucapnya menyesal.
Sebelum Livia sempat pergi meninggalkan Revan tetapi tangannya sedetik lebih cepat di raih oleh Revan.
"Maaf." ucapnya sekali lagi.
Livia mencoba melepaskan genggaman tangan itu, tapi Revan mencengkram tangannya dengan kuat. "Lepasin Revan, sakit!" ucap Livia ketus.
****
"Liv kok melamun? Mikirin apa sih?" colek Yulia.
"Eh Mama, gak mikirin apa-apa kok."
"Yaudah cepetan siap-siapnya, Reza udah nunggu di depan."
"Iya Ma, ini udahan kok."
Begitu Livia keluar dari kamarnya Reza segera pamit meminta izin kepada Yulia dan Hardi untuk mengajak Livia pergi.
"Om, Tante, saya izin ajak Livia pergi sebentar saya janji gak sampai malam."
"Yaudah hati-hati ya, Tante titip Livia ya nak Reza." ucap Yulia dibarengubdengan Reza mencium punggung tangan Yulia dan Hardi secara bergantian.
Suara riuh ramai terdengar dari seisi mall mengingat hari ini adalah weekend tentu banyak orang yang memanfaatkan waktu berakhir pekan untuk berjalan bersama keluarga, salah satunya terlihat tempat arena bermain disekitar main atrium mall.
Livia yang sesekali tersenyum ketika lewat arena bermain itu. Rasa bahagia tampak terlihat dari wajah-wajah anak kecil itu. Reza yang berjalan di sebelahnya pun terlihat sesekali tersenyum.
"Liat anak-anak kecil itu lucu deh, rasanya ketertawaan mereka lepas tanpa ada beban yang dirasakan. Rasanya kalau bisa memutar balik waktu, aku ingin tetap tinggal tanpa perlu merasakan perubahan, tanpa perlu mengenal kesakitan yang berhubungan dengan sebuah perasaan." Livia terus berbicara entah ke mana arah pembicaraannya seperti ada sebuah perasaan yang ingin dikatakan tapi tidak tahu harus di mulai dari mana.
Mereka mengambil tempat untuk sekedar beristirahat. Reza terus melihat dan berusaha menjadi pendengar yang baik untuk wanitanya.
"Mungkin udah saatnya sekarang aku cerita sama kamu." ucap Livia dengan menatap Reza yang duduk di sebelahnya. "Kamu masih inget? Pertanyaan yang tempo hari kamu mau tanya ke aku?" tanya Livia.
"Iya. Tapi aku gak maksa kalau memang kamu belum bisa bilang sekarang."
"Minggu lalu aku kembali ketemu sama seseorang yang pernah berarti dalam hidup aku. Walaupun pertemuan itu tanpa sengaja, jujur aku kadang masih merasa takut, takut kesakitan yang akan diberikan lagi ketika aku akan memulai kembali suatu hubungan, termasuk saat permintaan kamu dulu yang meminta kita untuk dekat."
Livia menarik nafasnya sebentar untuk melemaskan perasaan yang dirasanya, sudah hampir mengambil sedikit demi sedikit oksigen dalam tubuhnya.
"Dua tahun lalu aku pernah menjalin hubungan bersama seorang pria." ucap Livia membuka cerita. "Parahnya aku telak habis ditipu sama dia. Rasanya sulit buat dengan mudahnya melupakan itu semua, karena perbuatan dia bukan cuma melukai perasaan aku pribadi, tapi juga melukai semua perasaan keluarga besar aku. Di hari pertungan kami, datang seorang wanita yang mengaku sebagai pacar Revan. Wanita itu datang dengan perutnya yang sedikit membuncit, dia mengaku tengah mengadung anak dari Revan. dan..." Livia kembali terdiam, "Kadang aku berfikir kenapa cinta semenyakitkan ini?"
Memang saat itu, Revan tidak menyangkal ataupun membenarkan perselingkuhannya dengan wanita itu. Walau pada akhirnya setelah melakukan tes DNA terbukti bahwa anak yang dikandung wanita itu bukanlah anak Revan. Namun wanita mana yang mau menerima calon suami yang sudah menduakannya dengan wanita lain?
Raut wajah Livia sudah terlihat sedikit berubah, air mata di pelupuk matanya pun sudah mulai terlihat menggenang.
Dengan cepat Reza mengusap pelan kedua mata indah itu, ke dua mata yang membuat Reza merasa nyaman."Mencoba untuk memafkan, sudah walaupun melupakan tidak segampang memaafkan." sambung Livia.
Tuhan rasanya begitu sakit setiap kali Livia mengingat kejadian itu. Walaupun ia mencoba untuk tidak terlalu lama larut dalam sebuah kesedihan.
"Jangan nangis, kalau mau nangis kamu boleh peluk aku biar gak ada yang lihat." ucap Reza seraya mengusap kembali air mata Livia.
"Kita cari buku dulu yuk, tadi katanya ada buku yang mau kamu beli? Ngomong-ngomong kamu tahu ini kan mall dan kita lagi duduk di tempat yang banyak di lalu lalangi orang lewat. Kalau kamu masih nangis nanti difikir orang aku ngapa-ngapain kamu, lagian aku emang laki-laki apa yang nangisin wanita cantik hehe." ucap Reza mencairkan suasana.****
Reza mengetukkan jarinya pada kemudi sebelum keluar dari mobil, ia sendiri tak menyangka semenyakitkan itu masa lalu Livia bahkan yang tak habis di fikirkan olehnya laki-laki brengsek mana yang tega menyakiti wanita sebaik Livia?
Sejujurnya Reza pun harus mengaku pada dirinya sendiri kalau masa lalunya dulu tak jauh berbeda masa lalu Livia, mereka berdua sama-sama dikhianati oleh pasangan terdahulunya. Kalau saja pada akhirnya Livia berani mengatakan masa lalunya, kenapa ia sendiri tak berani membuka masa lalunya?
"God puts people in your life for a reason and removes them from your life for a better reason." Reza percaya itu, walaupun ia harus berpisah dengan Alya tapi akhirnya dia mengetahui bahwa semua kebohongan yang Alya sembunyikan darinya dan pertemuannya dengan Livia anggaplah sebuah bonus yang Tuhan berikan atas rasa sakit yang ia rasakan.
TBC
With Love,
BELALA
KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Love
RomanceCinta pada dasarnya selalu hadir pada setiap insan manusia, namun bagaimana jika akhirnya kepercayaan terhadap cinta hilang? Disaat Livia masih belum siap menjalin sebuah kisah karena masa lalu. Disisi lain Reza seorang laki-laki yang juga pernah ga...