MPBB-08

36.9K 2.1K 25
                                    

-Rasa sakit terkena air panas tidak ada apa-apa nya dibandingkan melihat kamu satu kendaraan dengan orang lain-

-Gavin-

Gavin menatap pantulan dirinya di cermin, ada rasa bangga sekaligus rasa kasihan melihat pantulan dirinya sendiri. Ia memang tak suka di atur, namun ia sangat suka mengatur, ia juga tak suka di kekang, namun ia dengan terpaksa mengekang, ia tidak suka dipaksa namun ia memaksa.

Gavin tersenyum miris menyadari sifatnya yang begitu egois dan sangat memprihatinkan, tetapi kenapa banyak orang yang sangat ingin menjadi dirinya? Hidup dengan bebas memang menyenangkan, namun ada saat nya juga kita ingin di tegur oleh kedua orang tua kita.

"Kak..."

Suara itu membuat Gavin menoleh, disana Vanno tengah berdiri di ambang pintu. Ia melihat Vanno yang sudah rapi dengan kemeja nya, hari ini keluarganya akan mengadakan pertemuan keluarga. Gavin sebenarnya malas, hanya saja ia terpaksa ikut karena Kakek dan Neneknya memaksa.

"Udah ditunggu Mama sama Papa dibawah, kita mau berangkat." ujar Vanno. Gavin hanya mengangguk sekilas dan mengambil ponselnya serta segera keluar rumah. Ia menuruni anak tangga, melihat orang tuanya yang begitu serasi malam ini.

"Ga, ayok... Kita semua satu mobil." ujar Mia, Afran menggandeng tangan istrinya dan mereka keluar rumah menuju mobil yang sudah di siapkan. Gavin duduk di kursi penumpang dan disampingnya ada Vanno, Gavin memilih fokus ke ponselnya.

Afran mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, Gavin hanya diam mencoba memfokuskan dirinya pada ponsel. Ia enggan mendengarkan obrolan kedua orang tuanya dan Vanno.

"Nanti kamu lanjut kuliah di luar ya, Vann."

Ucapan Mamanya benar-benar membuat Gavin jengah, ia memasang headset nya dan mendengarkan music lewat ponselnya. Gavin memejamkan matanya, tidak sampai 15 menit Gavin sudah merasakan jika mobil yang mereka tumpangi memasuki pekarangan rumah kakek dan neneknya.

Mereka memasuki rumah itu yang langsung disambut oleh anggota keluarga yang lain, Gavin mendengus saat cucu-cucu kakak dari neneknya itu menatapnya penuh minat. Ini yang membuatnya jengah mengikuti acara keluarga. Kakek dan Neneknya hanya mempunyai satu anak yaitu Ayahnya, entah kenapa itu membuat Gavin sedikit bersyukur setidaknya ia tidak meladeni sepupu-sepupunya.

"Gavin!! Oh my god! Gans!"

"Aga!"

"Si gans!"

Gavin mencari keberadaan neneknya yang belum muncul juga, tak lama kemudian neneknya keluar bersama seorang gadis yang sangat familiar di hatinya. Gavin menghampiri neneknya dan gadis itu, "Nenek," sapanya menyalami tangan neneknya dan menatap gadis itu.

"Ya ampun, cucu kesayangan nenek! Gavin, ini yang mau nenek ceritakan sama kamu. Dia perempuan yang sering nemenin nenek, namanya Alula." ujar Neneknya, Gavin mengangguk dan tersenyum,"Gavin udah kenal kok Nek sama Alula. "

"Loh, kok Alula nggak cerita sayang?" tanya neneknya pada Alula, Gavin melihat Alula yang kebingungan akan menjawab apa,"Ekhem, kan nenek nggak nanya. Alula ini pacarnya Gavin loh Nek."ujar Gavin membantu menjawab.

"Waah? Beneran, Nenek baru aja mau ngenalin ke kamu, eh malah udah pacaran aja. Tapi, nggak papa deh, Nenek kan nggak usah susah-susah jodohin kalian." ujar Nenek nya, Alula hanya diam saja. Gavin mengangguk kecil dan berjalan di samping Alula, tanpa siapapun sadari tangan Gavin sudah menggenggam erat tangan Alula.

___

"Loh inikan acara keluarga, kenapa ada orang asing disini?" celetuk seseorang, Nenek Gavin menatapnya tak suka. "Ini rumah saya kok, kamu yang repot! Lagipula dia ini perempuan yang baik, dia cucu teman saya." ujar Nenek Gavin pada perempuan yang menjadi menantu di keluarga Agariansyah ini.

Gavin menahan Alula yang hendak pergi, Gavin memilih untuk mengajak Alula pergi dengan berpamitan. "Nek, semuanya... Aku mau keluar cari angin sama Alula. Permisi..." ujar Gavin, tanpa menunggu persetujuan orang-orang, Gavin sudah melangkah keluar rumah dengan Alula disampingnya.

"Kamu punya berapa rumah?" tanya Gavin, Alula menggaruk pipinya yang tak gatal, "Cuma satu, ya kadang aku nemenin Nenek disini kalo Ayah dan Bunda lagi pergi." ujar Alula, Gavin mengangguk kecil.

"Kak Gavin sama Alula pacaran?"

Gavin dan Alula menoleh ke arah sumber suara, mereka melihat Vanno yang tengah menatapnya tak percaya. Alula menatap Vanno dengan ringisannya, sedangkan Gavin dengan tampang datar nya.

"Kenapa emang?"

Vanno menggeleng, wajahnya sangat jelas menunjukkan bahwa ia kecewa. Alula tahu akan hal itu, ini semua salahnya. Gavin sebenarnya tahu, hanya saja ia sengaja tidak mengatakannya, biarkan saja hanya ia yang tahu saja.

Alula hendak mengejar Vanno yang pergi, Gavin menahannya. "Kamu pacar aku! Meskipun Vanno itu adik aku! Tapi kamu hanya pacar aku! Ingat! Pacar aku!" ujar Gavin, Alula menghembuskan nafasnya pelan, "Kok gitu banget? Aku cuma pacar ya! pacar!" ujar Alula, ia sangat kesal, status pacar saja bangga.

"Nah! Justru itu, kamu itu pacar aku! Aku nggak suka berbagi, apalagi sama adik aku sendiri!"

"Ah, susah ya ngomong sama kamu? Kenapa sih? Apa istimewa nya aku sampe-sampe kamu posesif banget!" ujar Alula kesal, ia menghentakkan kakinya dan masuk ke dalam rumah neneknya, Gavin hanya diam saja tak berniat untuk mengejar.

Saat ia berjalan menuju kolam renang, seorang gadis membawa segelas cokelat panas menabrak nya membuat sebagian cokelat itu mengenai jaketnya. "Sial! Lo kalo jalan matanya di pake!" ketus Gavin, Alula melihatnya dari jauh, ia hanya diam saja.

Mau tak mau Gavin melepaskan jaketnya dan ia hanya memakai kemeja, ia memasuki rumah neneknya berniat untuk menghampiri kakek dan neneknya tentu saja. "Nek? Alula dimana?" tanya Gavin, Neneknya menunjukkan bahwa Alula tengah berada di dapur.

Gavin menghampiri Alula, Alula terkejut dan tak sengaja menjatuhkan gelas yang berisi teh panas. Kaki Gavin terkena air itu, terasa panas membuat Gavin mengaduh. Alula langsung jongkok dan melepaskan sepatu yang dipakai Gavin. Ia tak henti-hentinya meminta maaf, Gavin memegang bahu Alula dan menyuruhnya untuk bangun. Ia menatap wajah Alula yang merasa bersalah.

"Aku nggak apa-apa, Al. Tenang saja, ini cuma luka biasa." ujar Gavin, Alula hanya diam saja,"Tapi kaki kamu merah, sakit ya? Panas kan? Maaf ya?" Alula akhirnya menyuarakan pikiran nya.

Gavin terkekeh, ia juga melihat jika kakinya memerah, "No, ini nggak apa-apa, lebih sakit liat kamu satu kendaraan sama orang lain selain aku!" ujar Gavin membuat Alula tersipu, entah kenapa kata-kata Gavin seperti mereka sudah berhubungan lama, padahal baru kemarin.

Alula mengambil kotak obat, ia mengambil salep untuk mengobati kaki Gavin. Gavin duduk di kursi meja makan, ia menatap Alula yang tengah mengobatinya dengan telaten.

Tanpa mereka sadari seseorang tengah menatap mereka kecewa, sungguh dia tidak sanggup melihat gadis yang ia cintai bersama kakaknya. Untuk merebut pun ia tidak sanggup.
____
J

angan lupa vote+comments yaa

See you😘😘

Vee💕💕

My Possesive Bad Boy[New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang