Gavin dan Alula duduk di Kafe yang biasa mereka kunjungi saat keduanya tidak tahu harus melakukan apa seperti sekarang ini. Sebenarnya hanya Alula yang tengah kebingungan, Gavin hanya menemaninya saja.
Gavin hanya menatap lembut gadis di hadapannya, Alula beberapa kali menghela nafasnya. Gavin sadar dan paham jika Alula tengah dilanda kebingungan yang nyata, ingin sekali Gavin menyarankan agar Alula bertanya langsung pada sang bunda. Namun, Gavin juga tak ingin membuat Alula sakit mendengar jawaban yang terdengar dari mulut sang bunda.
"Al?"
Alula hanya mendongak menatap Gavin dengan sendu, gadis itu seakan tidak memiliki semangat hidup setelah ke rumah yang bahkan Gavin tidak tahu siapa pemilik rumah itu. Alula tak bersuara sedikitpun, gadis itu bahkan mengabaikan ice chocolate yang ia pesankan.
"Al, apa yang sedang kamu pikirkan? Coba cerita," kata Gavin memegang tangan Alula, Gavin melihat Alula yang menghela nafasnya pelan.
"Kalau aku benar-benar bukan anak Bunda, aku harus ikut siapa, Ga?" tanya Alula yang membuat Gavin bungkam, Gavin sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan dari Alula.
"Aku bingung," kata Alula mengusap pelan wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya.
Gavin tak bisa menanggapi ucapan Alula, dia sendiri saja bingung harus mengatakan apa pada Alula. "Al, menurut aku... Lebih baik pulang yuk? Ini udah malam, Papa kamu udah nelpon kamu terus. Satu kali lagi Papa kamu telfon, kamu harus angkat!" kata Gavin.
Getaran ponsel Alula membuat sang empunya menghela nafasnya pelan, mau tak mau gadis itu mengangkat panggilan itu. "Hallo, Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam, Nak kamu dimana?"
"Mama histeris liat kamu nggak ada di rumah, pulang ya? Mama nangis terus."
"Iya Pa, Al bakalan pulang. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah memutuskan sambungan telepon, Alula segera menyakukan ponselnya dan meminta pada Gavin agar pulang. Gavin segera membayar dan menggandeng tangan Alula untuk keluar dari Kafe itu.
----
Alula memarkirkan motornya di garasi, gadis itu membuka helm nya dan segera turun serta masuk ke dalam rumahnya. Jika kalian bertanya dimana Gavin, jawabannya adalah sudah pulang. Gavin hanya mengantarkannya sampai gerbang saja karena cowok itu masih ada urusan, katanya.
Gadis itu tertegun melihat Bundanya yang tengah duduk di anak tangga dengan tatapan kosongnya, Alula melirik Ayahnya yang tengah menatapnya, Ayahnya menggeleng pelan. Alula menghela nafasnya pelan, gadis itu menghampiri Bundanya.
"Bunda..."
Bundanya mendongak menatap Alula, Alula duduk di samping bundanya. Bundanya mengelus pipinya, matanya berkaca-kaca membuat Alula merasakan sesak di hatinya. Ia tak bisa hidup jika tak ada wanita di hadapannya ini.
"Jangan benci Bunda, Bunda mohon.." kata Bunda Alula dengan suara yang terdengar pilu. Wanita paruh baya itu tahu jika Alula sudah mendengar pembicaraannya dengan adik dari suaminya yang tak lain adalah ibu kandung Alula.
"Bunda, Al minta kejujuran Bunda sekarang. Siapa Ibu kandung Al?" tanya Alula lirih. Ia merasa hal ini harus di selesaikan dengan segera, jika tidak ini akan menyiksanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possesive Bad Boy[New Version]
Teen FictionNew Version! Setidaknya aku jujur, maaf jika aku memaksa, intinya aku cinta kamu. -Gavino Agariansyah- Perasaanmu mengikatku, seperti ada tali transparan yang mengikatku. Aku tidak suka dipaksa, apalagi dikekang. -Alula Angelista Adrienne- DON'T C...