Bab 1 - Begin's Night

445 24 52
                                    

Suara dentuman itu terus-menerus mengganggu telinga pemuda itu.

BOOOM BOOM BOOM!!!

"Suara apa itu?" matanya membuka dengan lemah namun hanya ada gelembung air yang menghalangi pandangannya. Bahkan ia sangat sulit bernapas sementara tubuhnya tak bisa bergerak entah tertahan oleh apa.

"Kau harus tetap hidup nak!" pesan itu terus terngiang tanpa tahu siapa yang berkata barusan.

DUAAR!!!!

***

Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing!!!!

Matanya masih terkatup meski jam beker sudah berisik. Namun mata itu masih tak mau terbuka.

"Mmmh, jam be..apa ish," sembari tangannya mencoba meraih benda bising yang mengganggu tidurnya. Jam digital imut itu tengah menunjukkan pukul 5.00 am.

"Ya ampun aku lagi-lagi terlambat!!!" langsung pemuda itu bangkit dari tempat tidurnya bergegas mengejar pintu kamar mandi yang tak jauh dari tempat tidur. Beruntung ia tinggal dalam kamar dengan kamar mandi dalam. "Aduh tadi itu aku mimpi apa ya?" gumam Langit. Namun ia terus melangkahkan kakinya dengan cepat pada kamar mandi dihadapannya. "Aaargh sudahlah aku harus segera siap-siap!!!"

Untungnya kamar yang ia tinggali berukuran cukup besar. Mampu untuk menampung berikut kamar tidur, lemari, meja belajar dengan pc. Masih tersisa ruang cukup untuk meletakkan satu kasur jika saja kamar tersebut dihuni dua orang. Meski begitu penghuni kamar ini tetap bersikukuh tak ingin diganggu privasinya.

"Kapan kehidupan flat ini akan berakhir? Entah mengapa ini berjalan membosankan" gumamnya dalam hati sambil memakai seragam sekolah seusai sholat subuh sendirian.

Tok Tok Tok

"Permisi Tuan Langit, ini sarapan sudah siap!"

"Ah?! Iya sebentar saya kesana!" sambil masih mengenakan dasi yang belum terikat dan baju kemeja berantakan.

Langit menghampirinya dengan terburu-buru. Sesampainya di depan pintu kayu ia coba untuk tenangkan diri sambil menghembuskan nafasnya. "Sabar Lang, ini sudah terjadi berulangkali jadi pasang wajah yang biasa kau tunjukkan ya," dalam hatinya. Kemudian ia melepas kunci pintunya dan membukakan pintu.

"Ini tuan Langit, sarapan anda roti dengan telur mata sapi dan irisan daging serta susu coklat hangat."

"Owh, ya terimakasih. Kali ini anda yang mengantarkannya ya Pak Jenggot? Biasanya Meylin yang kemari?" sahut Langit kepada bapak tua dihadapannya.

"Mey masih mengerjakan tugas sekolah anda," jawabnya dengan nada datar. "Apa ada yang bisa saya bantu lagi tuan?"

"Eh tidak Pak, terimakasih sudah merepotkan anda dan Meylin," sambil langit tersenyum dan melambaikan kedua tangannya karena rasa sungkannya. "Dan saya harap anda juga tidak perlu panggil saya dengan embel-embel tuan karena saya ini masih muda."

"Tidak perlu sungkan Tuan. Kalau begitu saya pamit dulu," jawab Pak Jenggot setelah menunduk memberi salam dan berlalu begitu saja menyusuri lorong asrama.

Terlalu misterius bagi pria tua seperti Pak Jenggot. Penampilannya setiap hari tak pernah berubah. Mengenakan kacamata hitam, topi, jaket dengan dalaman kaos putih, celana training dan sandal jepit. Tak pernah sekalipun Langit melihatnya membuka minimal kacamata dan topinya. Lagipula asrama ini memiliki kantin sendiri, jadi seharusnya Langit bisa saja turun ke bawah dan sarapan bersama teman-temannya. Namun berhubung kantin baru buka jam 6 am dan biasanya ramai diserang murid-murid Angkasa yang kelaparan bukan main makanya sulit juga sarapan. Bisa jadi karena terlalu lama menunggu antrian sarapan malah berujung telat masuk sekolah.

SKY RE:MEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang