"Malam ini kamu datang sebagai siapa?"
"Saya?" tanya lelaki berpakaian vest hitam, celana panjang hitam serta masker dan kacamata gelap. "Dalam setiap pertarungan, saya selalu bertarung sebagai diri saya sendiri." Langit datang lengkap dengan kostumnya sebagai Sky, namun bedanya adalah masih ada rompi dan pemberat di kedua tangan dan kakinya yang masih terpasang.
"Bagus, itu berarti tidak ada dalam hatimu yang ditutup-tutupi. Kalau begitu, lepas semua pemberat itu Lang!"
Satu-persatu pemberat yang terpasang dilepaskannya. Hingga pemberat terakhir dilepaskan, barulah Langit merasakan tubuhnya lebih leluasa dan bebas untuk bergerak. Setelah melakukan beberapa gerakan perenggangan, pemuda itu mulai memandang gurunya dengan tatapan tajam.
"Bagaimana dengan Mey? Tidak mungkin dia mau kamu izinkan melihat pertarungan ini bukan?" tanya Pak Guntur dengan menunjukkan senyumnya yang sinis.
"Dia sudah aman Pak."
***
BRAK! BRAK! BRAK!!!"
"LANG! LANG! LANGIIIIIIIIIT!!!! KENAPA AKU DIKUNCI SEPERTI INI HAAAA!!!!" namun taka da satupun orang yang mendengar maupun menyahuti teriakan perempuan muda ini. Padahal tangannya sudah merah akibat berkali-kali memukul dan mendobrak pintu kayu itu, namun hasilnya nihil.
"Lang? Kenapa? Kenapa aku dikunci di kamar seperti ini?"
Kembali, Mey memasang posisi kuda-kudanya. Saat semua tenaga terkumpul, ia lancarkan semua pukulan dan tendangan pada daun pintu yang kokoh itu. Satu menit, dua menit, tiga menit namun semua usahanya tak membuahkan sedikitpun goresan.
"Hah...hah.. gila! Padahal dari kayu hah.. hah.. tapi kuat sekali..." kemudian Mey merebahkan tubuhnya yang sudah banjir peluh itu, padahal mereka berada di daerah yang dingin. "Langit, Om Guntur, kuharap dua pria itu tidak melakukan tindakan konyol.
Seolah harapannya itu hanya untuk dirinya sendiri, seluruh benda yang ada di sekitar wanita itu tak mampu menjawab perkataannya itu. Hanya angin malam yang senantiasa memberikan kesejukan.
"Hmm? Angin?!" Mey menoleh ke arah datangnya hembusan udara tersebut. Ditangkapnya imaji berupa lubang ventilasi dan jendela kaca. Ya! Baginya ini adalah kesempatan bagus untuk keluar lewat jalur lain. Namun sesampainya di depan jendela, ia mencoba membuka grendel jendela tak kunjung terbuka seakan grendel jendela ini melekat erat pada kusen kayu, padahal sebelumnya jendela ini selalu dengan mudah ia buka untuk memperoleh udara pagi. Tinju bahkan tendangan tak mampu memecahkan kaca jendelanya pula.
"RUMAH MACAM APA INI!!!!!!????? LANGIT!!! OM GUNTUR!!! BEBASKAN AKUUU!!!!!"
***
"Hahaha! Cerdas! Cerdas sekali caramu mengurung Mey di kamarnya, hahaha! Tidak salah Jenggot membimbingmu ya, haha!" setelah sekian detik, akhirnya tawa itu mereda. "Jadi, kamu sudah siap menerima kematianmu? Sky alias Langit?" Pak Guntur mulai menyiapkan kuda-kuda siap tempurnya.
"MAJU!" Langit segera mengambil posisi kuda-kuda.
Pak Guntur mulai melancarkan tinju bertubi-tubi pada Langit. Kecepatan kepalan tangan beliau bagai kilat yang menyambar, bahkan Langit sendiri tidak sempat melihat tinju susulan yang lainnya. Namun dengan instingnya yang mulai berkembang membuatnya mudah menangkis dan mengalihkan serangan yang datang tanpa harus melihatnya.
Seringai itu muncul di wajah Pak Guntur menghadapi sang murid yang telah berkembang. Level serangan mulai ia tingkatkan dengan melakukan tendangan pada pada perut Langit dan tebasan dengan telapak tangannya. Memang Langit kembali dengan mudah menahan serangan tersebut, namun kekuatan dan kecepatannya mulai bertambah sedikit demi sedikit. Bahkan variasi serangan mulai tampak dan mau tidak mau Langit juga harus meningkatkan usahanya untuk mempertahankan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKY RE:MEMBER
ActionHighest Rank : 3 in #Martialart Sebuah pertandingan di gelar dengan sangat rahasia namun berhadiah ratusan juta hingga digit miliar rupiah terus mengalir. Di berbagai sudut kota Jakarta setiap pemain memperaruhkan setiap jengkal pertaruhan demi mend...