Sepi dan sunyi. Itulah kondisi lorong paling ujung lantai tiga Sekolah Angkasa. Tak banyak dari para murid dan guru yang mendatangi lorong ini, terlebih karena memang hanya ada satu orang saja yang rajin lalu lalang ditempat ini karena di ujung koridor tersebut terdapat ruang pemimpin sekolah ini.
Meski orang ini adalah pemimpin, namun secara mental dirinya masih saja kalut di tengah tumpukan kertas yang menggunung. Diantaranya berisi kertas keluhan dari para orangtua murid, maupun warga pasca penyerangan sekelompok kriminal bersenjata tempo lalu yang telah mencederai beberapa orang murid asrama.
Belum lagi masalah yang belum terselesaikan yaitu hutang pada pihak pemerintah yang bila tak dibayarkan maka sekolah yang ia pimpin akan terancam digusur. Ia tak tahu kemana lagi ia harus pergi mencari pinjaman maupun sumbangan demi membayarkan hutang tersebut. Tak tahu lagi sudah berapa banyak air mata yang jatuh membasahi meja kerjanya itu.
Tak lama setelah itu, pria berambut putih dengan kerutan wajah yang menandakan usianya semakin senja itu berdiri melangkahkan kaki menuju pintu ruangannya. "Mungkin berjalan-jalan menyaksikan murid-murid belajar dapat menenangkan hati."
Namun sebelum itu, dari pintu kayu tersebut terdengar suara ketukan. Penasaran siapa lagi yang datang ke ruangannya mengingat bahwa tempat ini jauh dari keramaian membuat Kepala Sekolah membuka pintu itu dengan perasaan heran bercampur penasaran.
Bukan manusia yang ia temui malah sebuah drone yang tengah terbang dengan empat baling-baling yang membuatnya melayang, di bawahnya tergantung sebuah amplop bertuliskan 'Untuk Kepala Sekolah Angkasa' berwarna coklat. Setelah mengambil surat tersebut, drone dihadapan Kepala Sekolah perlahan menjauh dan menghilang dari balik persimpangan koridor. Lalu pria tua itu membuka dan membaca isi surat tersebut.
Kepada Kepala Sekolah Angkasa, saya sudah mengirimkan ke rekening anda sejumlah uang. Jumlahnya memang tidak banyak, tapi setidaknya cukup untuk membantu menyelesaikan masalah sekolah kita. Sekian.
Sekonyong-konyong Kepala Sekolah berlari menuju pc di atas meja kerjanya. Setelah beberapa saat terbukalah rekening miliknya dan tercantum jumlah saldo di tabungannya bertambah hingga memiliki digit lima ratus juta rupiah. Lutut pria tua itu seketika jatuh dan mendaratkan kepalanya pada karpet ruangan. Sujud syukur ia haturkan pada pencipta alam, sedangkan matanya sembab basah karena air mata.
"Siapapun kamu, terima kasih karena berjasa untuk sekolah ini."
***
Jagad dunia maya diramaikan dengan aksi penyerangan Topeng dan massa lainnya yang menyerbu gedung Jakarta Theater. Tak terhitung jumlah kerugian yang dialami oleh pemilik mall besar di Jakarta itu.
Belum lagi tersebar video-video adu fisik antar dua pemain dari berbagai kalangan yang bahkan salah satu diantara mereka bisa jadi adalah orang yang mereka kenal. Kemenangan, kekalahan, bahkan tak sedikit dari mereka yang mengalami kematian juga terpampang dalam video tersebut. Dan disetiap video bagi pemenang meraih hadiah sejumlah uang yang begitu besar. Tak sedikit dari masyarakat yang menanggapi fenomena tersebut mulai dari menyayangkan, mengecam, bahkan ada pula yang senang dan tertarik akan tontonan tersebut hingga ingin ikut dalam permainan yang disuguhkan dalam video tersebut demi mendapatkan uang yang begitu banyak. Namun di sisi lain, server aplikasi KoRF sebagai sistem yang menghubungkan para pemain mendadak lenyap sejak dibagikannya hadiah terakhir yang telah mereka terima dari penyelenggara permainan ini.
Belum lagi tersiar berita para pejabat dan pengusaha besar yang mendapati rekening tabungan mereka lenyap tak bersisa. Tak ada yang tahu pasti siapa yang telah memindahkan seluruh isi rekening mereka sedangkan setelah ditelusuri, tak ditemukan sedikitpun jejak pelaku.
Entah apalagi kejadian yang akan mengguncang Jakarta, bahkan Indonesia.
***
"Mey, aku berhasil memenangkan KoRF," lirih Langit menatap sendu Mey yang masih tergeletak lemah di atas Kasur rumah sakit. Berbagai kabel dan alat pernafasan serta infus masih melekat pada tubuh Mey.
Sejak kedatangannya pagi itu di kamar perawatan Mey, tak terlihat sama sekali Pak Ja'far di dalam maupun di koridor. Langit dengan pakaian jaket jeans dan kaos polos abu-abu serta masker pernafasan untuk wajahnya yang masih menyisakan luka lebam pertarungan semalam. Pemuda itu mendudukkan dirinya di samping gadis yang ia telah anggap sebagai sahabat, mengusap pergelangan tangan serta wajah manisnya itu.
"Mey, cepat sembuh ya. Aku akan selalu berharap agar kita ber-empat bisa mengadakan piknik bersama demi merayakan kemenanganku." Lalu Langit beranjak dari tempat ia duduk tanpa melepaskan tangan Mey.
"Tapi maaf, untuk saat ini ada hal yang harus aku lakukan lagi di luar dan tidak bisa bertemu kamu dalam waktu lama," lalu Langit perlahan melepaskan tangan perempuan berambut sebahu itu. Meski berat namun pemuda itu berusaha tegar dan tetap berjalan hingga keluar dari ruangan tempat Mey di rawat.
Tak ada lagi suara dan canda Langit. Suara semangat petarung yang dipancarkan kawan yang Mey dapatkan di awal tahun itu kini menghilang. Tak bisa bertatap wajah dengan pria yang telah berusaha menyelamatkan Sekolah Angkasa.
Dan yang tersisa hanya air mata yang mengalir dari kelopak mata Mey.
***
"Lang, apa sudah puas kamu bertemu dengan Meylin? Karena setelah kamu keluar dari rumah sakit ini, kita akan meninggalkan Indonesia dalam waktu lama."
Langit dengan nada datar menjawab, "iya, kita bisa berangkat sekarang. Aku tidak mau Mey dan Pak Ja'far terlibat lagi dalam masalah yang membahayakan nyawa mereka." Saat Langit akan melanjutkan langkahnya menuju parkiran, tanpa menoleh Langit bersuara kembali, "oya apakah amanahku sudah kamu lakukan?"
"Yup, beliau sudah menerima uang untuk perawatan Meylin dan Profesor sedikit kurang senang mendengar kabar tentang kamu juga."
"Biarkan saja. Itu lebih baik, jadi Pak Ja'far tidak akan lagi mencari keberadaan kita." Senyum manis menghiasi wajah cantik Erika. Ia lalu menyusul langkah Langit sambil menggenggam tangan kiri Langit sehingga mereka terlihat sebagai sepasang kekasih dan meninggalkan area Rumah Sakit.
"Langit, apa aku boleh tanya?" Langit hanya menolehkan pandangan pada wanita berambut coklat itu. "Jujur, apakah kamu punya perasaan lebih daripada sahabat kepada Meylin?"
Langit tetap pada wajah datarnya dan melanjutkan langkah kakinya.
Tamat?
KAMU SEDANG MEMBACA
SKY RE:MEMBER
ActionHighest Rank : 3 in #Martialart Sebuah pertandingan di gelar dengan sangat rahasia namun berhadiah ratusan juta hingga digit miliar rupiah terus mengalir. Di berbagai sudut kota Jakarta setiap pemain memperaruhkan setiap jengkal pertaruhan demi mend...