"Kenapa pertandinganku dihentikan?" King menanyakan pada lelaki tua yang tengah duduk berbalik diatas kursi sofa. Lelaki itu sangat nyaman memandangi tv cembung bersama kucing kesanyangannya.
"Dihentikan? Aku hanya memberi perintah untuk menguji coba anak baru itu. Bukan menghabisinya."Pria tua itu tak sedikitpun menoleh saat ia berbicara. Mendengar itu, King tak bisa menjawab apa-apa.
"Yang jelas, saat ini uang untuk pertandingan KoRF ini terus mengalir di mata para pejabat dan pengusaha gelap. Ini yang harus kita jaga agar eksistensi KoRF tetap ada." Lelaki tua yang lebih pantas dipanggil kakek itu berkata lagi, "Saat ini acara kita sudah disaksikan oleh berbagai kalangan dengan channel jaringan tersembunyi. Dan itu adalah nilai tambah untuk menambah minat baik itu para petarung dan mereka yang mau bertaruh untuk jagoan yang mereka pilih."
"Tuan?" pria berkacamata yang sedari tadi berdiri di samping kakek tua itu mulai angkat bicara. "ada telepon dari menteri kelautan, beliau ingin berbicara langsung," sebuah ponsel diberikan dengan kedua tangannya sebagai rasa hormat.
"Halo? Oh ya? Anda menambah taruhan lagi? 25 miliar? Aduh anda ini bisa saja ya, haha! Oh, anda melihat pertandingan barusan? Bisa kirim 3 kali lipat? Iya-iya bu. Kami akan terus tampilkan petarung terbaik kami. Haha. Iya pak selamat malam."
Setelah ponsel itu dikembalikan pada pelayannya, lelaki tua itu kembali bersuara, "King! Meski perintahmu absolut, tapi di KoRF ini perintahku mutlak!" suara itu begitu keras hingga kucing dipangkuannya itu langsung berlari meninggalkan tuannya. Mendengar itu Cyntia dan King hanya bisa menundukkan kepalanya namun kepalan tangan King begitu keras mengepal.
***
Cahaya itu mulai terlihat sedikit demi sedikit. Kedua matanya masih belum terbiasa namun ia coba untuk membuka mata itu dan menerawang apa yang ada di sekitarnya. Beberapa bagian tubuhnya masih terasa sedikit nyeri sehingga enggan baginya untuk bergerak, namun orang itu masih ingin mencari tahu dimana ia saat ini. Hingga sebuah alarm membuyarkan suasana sepi di ruangan itu.
"Ayah! Ayah! Langit sudah bangun Yah!" terdengar suara samar-samar dari orang yang ia kenal. Langit mencoba memutar memorinya untuk mengenali suara itu. Mey. Ya, itu suara kawan yang ingin ia selamatkan pada kejadian di GOR yang lalu. Pemuda itu mencoba menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Mey yang sedang sibuk menelpon. Wajahnya tak terlihat karena posisi tubuh Mey membelakangi Langit.
"M-Mey...," ucap Langit begitu lemah.
"Lang!" Mey segera menghampiri Langit dan duduk pada kursi di samping ranjang.
"Aku dimana sekarang?"
"Kamu sekarang di rumah sakit Lang. Syukur kamu sudah sadar Lang." Air mata itu mulai membasahi pipi Mey. Jika dilihat mungkin Mey sudah berhari-hari menangis hingga kelopak matanya begitu bengkak.
"Rumah sakit?" tanya Langit, "sudah berapa lama aku disini Mey? Memangnya aku sakit apa?"
Wajah Mey tertunduk menahan tangisnya yang akan meledak, "Hiks... hiks... maafkan aku Lang. Ini salahku karena aku lemah Lang. Maafkan aku ya Langit."
Perlahan tangan itu membelai kepala Mey. Tangan yang hangat namun mampu menghentikan tangis Mey sesaat. "Tenang Mey. Yang penting kamu selamat." Meski Langit telah berkorban begitu keras hingga mendapatkan luka-luka itu, tapi pria di hadapannya itu tak sedikitpun marah atau menyalahkannya. Belaian tangan itu begitu hangat dan mampu menemani hati Mey yang masih membutuhkan ketenangan.
***
"Mey, ayo kita pulang," seru Pak Jenggot.
"Pulang? Apakah Langit sudah bisa rawat jalan?" tanya Mey tak percaya mendengar kata-kata orang tua itu di luar kamar Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKY RE:MEMBER
ActionHighest Rank : 3 in #Martialart Sebuah pertandingan di gelar dengan sangat rahasia namun berhadiah ratusan juta hingga digit miliar rupiah terus mengalir. Di berbagai sudut kota Jakarta setiap pemain memperaruhkan setiap jengkal pertaruhan demi mend...