Third

2.1K 46 2
                                    

Aku mengoleskan selai cokelat ke roti untuk sarapan. Menunggu Ayah turun dari kamar dan bergabung untuk sarapan.

"Gimana di  sekolah?" Tanya ibu, yang datang dari dapur sambil membawa segelas susu.

" baik-baik aja kok." Kata ku datar sambil memakan roti ku.
Ayah datang dan ikut bergabung untuk sarapan bersama kami.

" nandan kemana, bu?" Tanya Ayah seraya ia meraih roti lalu mengoleskan selai cokelat ke dalam nya.
Oiya, Nandan itu adik laki-laki ku dia duduk di bangku kelas 6 SD.

" belum bangun Pa, dia kan masih libur. Minggu depan baru masuk" kata Ibu menjelaskan.

" oh gitu. Gimana sekolah kamu ken?" Tanya Ayah yang tiap kali kalau sarapan selalu menanyakan itu, bahkan itu bisa jadi jadwal pertanyaan yang sama dan harus ku jawab yang sama pula.

" baik kok Pa. Oiya, aku ada pindahan kelas kata kepala sekolah ku" kata ku menjelaskan sambil meneguk kan segelas susu putih.

" kenapa?" Jawab Ayah dan Ibu berbarengan.

"Iya, kelas dua belas mau UN jadi ya kelas kami di pecah dan kayak nya aku di kelas lain" ucapku.

Ayah hanya mengangguk dan ibu juga ikutan mengangguk atas apa yang telah aku katakan. Ayah dan Ibu memang gak pernah pusing memikirkan hal tentang aku sekolah bagaimana. Karena Ayah dan Ibu yakin, kalau aku di sekolah hanya untuk sekolah bukan untuk mencari nama atau menaikan status sosial biar terlihat fomous. 

Sudah jam 6:30. Aku dan Ayah bergegas menuju garasi dan menaiki mobil. Jarak dari rumah ke sekolah ku tidak terlalu jauh. Hanya memakan waktu 15 menit bila tak macet. Aku sering berangkat bareng Ayah, karena kami searah. Ayah dulu bekerja di PT.AIA di Bandung, karena ayah mendapatkan proyek dan harus membangun proyek itu di Jakarta. Ayah pindah membawa Ibu, Aku, dan Nandan ke Jakarta. Padahal teman-teman ku lebih banyak di Bandung dan kota kelahiran ku juga di Bandung. Tapi, gak apa-apa ini cuman tiga tahun dan aku hanya menikmati masa SMA ku di Ibu kota ini.

Sesampai di gerbang sekolah aku menyalam tangan Ayah dan melangkah memasuki ruangan X Ipa 5. Gemuruh, rusuh, dan berisik. Tak pernah sepi, bahkan di pagi hari pun ruangan kelas ini sudah seperti pembagian sembako layak nya pasar.

" ada apa sih?" Ku tanya kepada Novia si bendahara.

" itu loh perpecahan kelas. Mereka gak terima kalo mereka di taro kelas yang mereka gak suka" Jelas novia.

" oh cuman itu. Emang kapan kita dipindahin nya? " tanya ku.

" besok!"

"What?!"

Aku langsung melihat daftar surat yang tertera di samping papan tulis. Setelah aku melihat daftar surat itu. Aku di telantarkan ke 10 Ipa 1. Iya gak papa. Gumamku.
Aku tahu ini cobaan, Ipa 1 adalah kelas unggulan, otomatis pasti gurunya killer semua.

" ipa satu lo yak " ucap Juse. Sambil menepuk kan pundak ku.

" iye, udadah kaga ngapa gua ketemu sama guru killer " balasku dengan muka pasrah sambil mengusapkan dada.

" hahahaha sama gua juga ipa satu" sambung Misel yang entah kapan dia ada disampingku.

" Putri mana" tanya ku.

" ah dia mah pasti telat lagi" jawab misel,  dia udah tau kebiasaan Putri itu terlambat terus. Alasan nya kata nya di rumah dia ada perbaikan jalan raya. Padahal dia hanya jalan kaki ke sekolah.ampun deh gua sama lo put.

Bel masuk sekolah sudah bunyi dan pelajaran pertama kami dimulai oleh Pak Petrus guru Fisika. Gak killer tapi pelit nilai.


Gak perlu panjang-panjang ah biar kalian kepo terus hehehe... dibaca terus ya readers. Kalian harus tau kalau aku nulis ini bener-bener niat banget, dan selanjut nya bakalan lebih seru lagi.

Coldest BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang